Homili 17 November 2020

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXXIII
Peringatan Wajib S. Elisabet dr Hungaria
Why. 3:1-6,14-22
Mzm. 15:2-3ab,3cd-4ab,5
Luk. 19:1-10

Kasih mengubah segala sesuatu

Pada hari ini kita mengenang kembali St. Elizabeth dari Hungaria. Beliau adalah puteri raja Hungaria yang lahir pada tahun 1207, istri dari Louis, sang penguasa Thuringia (kini Beato Louis yang dikenang tanggal 11 September). Pasutri kudus ini dikaruniai tiga orang anak. Sayang sekali karena Louis meninggal lebih dahulu akibat wabah yang melanda daerahnya saat itu. Elizabeth merasa kehilangan besar sehingga dia berkata: “Dunia sudah mati untukku, dunia beserta segala kesenangannya”. Ia pun hidup menjanda, dan dengan teladan dan semangat St. Fransiskus dari Asisi ia mengasihi kaum papa miskin dan mereka yang sakit dari istana. Ia sering membagikan makanan dari istana bagi orang-orang miskin dari istana. Pokoknya setiap orang yang datang kepadanya untuk meminta derma akan mendapatkannya karena ia mengasihi mereka. Sikapnya ini tidak disukai istana sehingga ia dan ketiga anaknya diusir dari istana. Merek hidup dalam penderitaan namun kasihnya kepada kaum papa dan miskin tetap berlanjut hingga saudara kematian menjemputnya pada saat ia masih berusia 24 tahun. Satu hal yang menarik perhatian kita dari orang kudus ini adalah bahwa cinta kasih itu penuh pengurbanan. Orang yang mengasihi itu selalu menderita dalam hidupnya, namun kasih itu bisa mengubah hidup manusia yang masih berhati nurani untuk menjadi sungguh-sungguh manusia. Kasih itu mengubah segala sesuatu dalam hidup manusia. Kita mendapat inspirasi dari santa Elizabeth yang mengasihi sesama manusia dari istana dan mengubah hidup banyak orang, namun pada akhirnya dia juga harus menderita hingga wafat di usia yang masih muda.

Pada hari ini kita juga mendapat inspirasi yang super dari Tuhan Yesus Kristus. Penginjil Lukas melaporkan bahwa setelah Yesus menyembuhkan seorang buta dan miskin di dekat gerbang kota Yerikho, kini Ia menyembuhkan seorang kepala pemungut cukai dari dosanya. Dialah Zakheus yang membutuhkan kasih Yesus dan bahwa kasih Yesus itu mengubah seluruh hidupnya. Sebuah perubahan hidup yang sangat radikal. Manusia boleh merencanakan untuk mengenal Tuhan, namun Tuhan yang selalu melakukan pendekatan pertama kepada manusia.

Dikisahkan bahwa ketika itu Tuhan Yesus memasuki kota Yerikho. Kota ini termasuk kota perniagaan yang paling tua di Isarel, dan menjadi tempat persinggahan penting bagi para peziarah dari Persia Yahudi ke Yerusalem. Kota Yerikho pasti ramai karena banyak orang mengunjunginya. Tuhan Yesus melewati kota ini dan semua orang ingin mengikuti-Nya. Nama Yesus juga sudah dikenal di banyak kalangan sebagai Rabbi, apalagi Ia barusan menyembuhkan orang miskin yang buta di gerbang masuk kota Yerikho. Zakheus sang kepala pemungut cukai berkeinginan untuk melihat sosok Yesus yang sedang menjadi perbincangan banyak kalangan di Yerikho saat itu. Ia pun berusaha memanjat pohon hendak melihat Yesus. Tetapi ternyata justru Yesuslah yang lebih dahulu melihat Zakheus dan memanggilnya dengan namanya sendiri. Yesus bahkan meminta Zakheus untuk turun dari atas pohon dan pulang ke rumah karena Yesus mau menumpang di rumahnya saat itu.

Apa yang terjadi pada Zakheus? Ternyata ia mengalami kasih Yesus yang luar biasa. Momen pertama adalah ia dipanggil dengan namanya sendiri oleh Tuhan Yesus. Ini adalah momen yang mengubah seluruh hidupnya sebab orang-orang di sekitarnya tidak memanggil dengan namanya Zakheus tetapi dengan label profesinya yakni sang ‘kepala pemungut cukai’. Label ini setara dengan kaum pendosa dan dimusuhi banyak orang. Pengalaman dikasihi Tuhan ini mengubah hidupnya secara radikal. Ia bertobat. Inilah wujud nyata pertobatannya: “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” (Luk 19:8). Zakheus tidak takut menjadi miskin dengan kecurangan yang mungkin dilakukannya ketika masih bertugas di meja cukai. Ia mengembalikan yang bukan menjadi haknya bahkan lebih dari yang dia ambil untuk menjadi harta pribadinya.

Lalu apa tanggapan Yesus? Ia melihat iman dan kasih Zakheus kepada-Nya dan kepada sesama manusia. Di sinilah kasih Yesus mengubah seluruh hidup Zakheus dan ia pun membalasnya dengan kasih. Yesus berkata: “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” (Luk 19:9-10). Zakheus dan keluarganya mengalami kasih Kristus sehingga mereka berubah dan mereka mengasihi Tuhan dan sesama dengan seganap hati. Perkataan Yesus ini sungguh benar dan terbukti: “Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang menyerahkan nyawanya untuk sahabatnya” (Yoh 15:13).

Apa yang Tuhan kehendaki bagi kita pada hari ini?

Dalam semangat menyiapkan kedatangan Tuhan maka kita perlu menyadari penyertaan Tuhan dalam hidup kita dengan membiarkan Roh Kudus untuk berkarya. Perkataan Tuhan ini menunjukkan kasih-Nya kepada kita: “Barangsiapa Kukasihi, ia Kutegor dan Kuhajar; sebab itu relakanlah hatimu dan bertobatlah! Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.” (Why 3:19-20). Mari membuka hati dan membiarkan Tuhan menyertai kita dalam hidup setiap hari.

Kita belajar dari Tuhan Yesus untuk mengasihi. Kasih itu mengubah yang jahat menjadi baik dan ketika sudah menjadi baik maka berusaha untuk tetap berbuat baik. Kasih itu penuh dengan pengurbanan dan penderitaan, namun orang yang mengalami kasih itu berubah menjadi yang terbaik. Tuhan Yesus dan St. Elizabeth dari Hungaria adalah inspirator bagi kita untuk tidak kenal lelah mengasihi orang berdosa dan kaum miskin dalam hidup ini.

Kita belajar tentang pertobatan sejati. Bertobat berarti kembali kepada Tuhan dan melepaskan segala-galanya, lebih lagi yang bukan menjadi hak kita. Orang yang bertobat akan memandang sesamanya dengan mata hati dan pikiran positif. Orang berdosa tetap akan bersikap seperti semua orang yang bersungut-sungut kepada Yesus: “Ia menumpang di rumah orang berdosa’ (Luk 19: 7). Kita juga orang berdosa maka layaklah kita mengundang Tuhan Yesus untuk masuk dan tinggal di dalam rumah, di dalam hati kita.

PJ-SDB