Pesta pembaptisan Tuhan/B
Yes 55:1-11
Mzm (Yes) 12:2-3.4bcd.5-6
1Yoh 5:1-9
Mrk 1:7-11
Merenung Pembaptisan Tuhan dalam masa pandemi
Kita merayakan Hari Pembaptisan Tuhan atau Hari Minggu Biasa Pertama dalam tahun liturgi kita. Ini berarti kita turut mengucapkan selamat tinggal liturgi masa Natal dan selamat datang liturgi Masa Biasa. Semua ornament Natal di masa pandemi ini perlahan dibongkar dan kita maju selangkah lagi ke Masa Biasa yang penuh harapan. Tentu saja satu hal yang patut kita ingat adalah bahwa Tuhan Yesus lahir ke dunia. Ia lahir dalam satu keluarga manusia, Maria ibu-Nya, dan Yusuf ayah-Nya. Ketiganya membentuk sebuah keluarga yang kita kenal dengan sebutan keluarga kudus dari Nazaret. Tuhan Yesus mestinya lahir di dalam keluarga dan di dalam diri kita. Dia pernah menjadi bayi yang lemah, bertumbuh menjadi dewasa hingga menyelamatkan kita sebagai orang yang dewasa, yang memiliki kehendak bebas dan kemampuan mengasihi secara total.
Pada hari ini kita mengenang pembaptisan-Nya. St. Gregorius Nazianzus adalah seorang Bapa Gereja pernah memberi komentarnya tentang Pesta Pembaptisan Tuhan. Dia mengatakan: “Kristus dibaptis dalam terang maka marilah kita juga dibaptis dalam terang. Kristus dibaptis, marilah kita juga masuk ke dalam air dan keluar bersama-Nya.” Perkataan Bapa Gereja ini mengandaikan persekutuan kita yang akrab dengan Tuhan Yesus. Dia adalah Terang dunia dan saat dibaptis, dibaptis dalam terang. Kita mengikuti Kristus maka kita pun mengalami terang yang sama. Dia masuk ke dalam air, kita juga ikut masuk dan keluar serta luput dari maut sebab kita bersama Dia. Selanjutnya, St. Gregorius Nazianzus mengatakan: “Yohanes membaptis ketika Yesus mendekatkan diri kepadanya. Barangkali Yesus datang untuk menyucikan sang Pembaptis, Dia datang untuk menguburkan hidup lama kita yang penuh dosa ke dalam air dan kita akan keluar bersama Dia dalam keadaan bersih. Dia datang untuk menguduskan air sungai Yordan untuk kesiapan serta keselamatan kita. Yesus adalah Roh dan Daging datang ke dunia untuk memulai ciptaan baru.”
Apa yang hendak kita pikirkan sambil merayakan pesta pembaptisan Tuhan ini?
Bagi saya sekurang-kurangnya ada tiga hal yang saya renungkan dan berusaha untuk membagikannya dalam perayaan ini ini:
Pertama, Pesta Pembaptisan Tuhan memiliki semangat eksodus. Mari kita perhatikan kutipan dari Injil yang kita bacakan hari ini: “Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” (Mrk 1:9-11). Tuhan Yesus melakukan sebuah eksodus yang luar biasa. Dari Injil, kita memengetahui bahwa Yesus bersama kedua orang tuanya berziarah ke Yerusalem dan hilang di dalam Bait Allah. Setelah tiga hari mencari, Maria dan Yusuf baru menemukan-Nya. Yesus lalu bertumbuh dan hidup tersembunyi di Nazareth selama tujuh belas tahun. Pada usia ketiga puluh, Yesus mulai tampil di depan umum.
Penampilan pertama Yesus adalah meninggalkan Nazaret di Galilea menuju ke sungai Yordan untuk dibaptis oleh Yohanes bersama kerumunan orang banyak. Dari Nazaret ke sungai Yordan jaraknya sekitar 50km, melewati daerah pegunungan. Tentu saja suasana penuh dengan bahaya selalu membayangi perjalanan Yesus dan teman-teman-Nya. Dia datang untuk menguduskan Yohanes Pembaptis dan air sungai Yordan yang dipakai Yohanes untuk membaptis orang banyak saat itu. Bahkan terjadi turunnya Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas kepala Yesus disertai suara pengakuan akan keberadaan Yesus di dunia ini: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Eksodusnya Yesus membawa perubahan radikal yakni Yohanes dikuduskan, air sungai Yordan disucikan dan iman kita diteguhkan oleh kehadiran Bapa yang mengasihi Anak dalam Roh Kudus.
Kedua, kebajikan kerendahan hati mewarnai pesta ini. Sambil kita merayakan pesta Pembaptisan Tuhan, kita belajar dan semakin dikuatkan oleh kebajikan kerendahan hati. Di pihak Yesus, Ia meninggalkan kampung halamannya menuju ke sungai Yordan untuk dibaptis. Seorang Anak Allah merendahkan diri di hadapan manusia untuk dibaptis. Kerendahan hati juga ditunjukkan Yohanes Pembaptis yang merasa tidak layak untuk membaptis Yesus tetapi ia tetap taat kepada kehendak Allah. Inilah perkataan Yohanes Pembaptis: “Sesudah aku akan datang Ia yang lebih berkuasa dari padaku; membungkuk dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.” (Mrk 1:7-8).
Kerendahan hati adalah sebuah kebajikan yang luhur. Kita tidak dapat mengungkapkannya karena kita akan kehilangan kebajikan ini saat mengungkapkannya. St. Agustinus mengatakan bahwa kerendahan hati adalah induk dari segala kebajikan yang lain. Pada hari ini kita memandang Yesus yang lemah lembut dan rendah hati di hadapan manusia, meskipun Dia Anak Allah. Kita mendang Yohanes Pembaptis, sang suara yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Hidup kita akan bermakna kalau kita rendah hati. Hanya dengan demikian kita akan berani bersaksi tentang Tuhan Yesus di dalam Gereja-Nya.
Ketiga, kita bertumbuh dalam semangat empati di masa pandemi ini. Pesta Pembaptisan Tuhan mengundang kita untuk berkomitmen supaya berbagi dan peduli dengan sesama yang sangat membutuhkan (sharing is caring). Nabi Yesaya dalam bacaan pertama mengatakan: “Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu tanpa bayaran! Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.” (Yes 55:1-2).
Kita diarahkan Tuhan untuk berempati dengan saudara-saudara yang sangat membutuhkan. Ini benar-benar menjadi sebuah tindakan yang konkret dalam hal berkesodus untuk mengenal dan mengetahui situasi sesama supaya menolong dan juga sebagai wujud kerendahan hati kita. Kita butuh keluar dari diri kita untuk mengenal orang-orang di sekitar kita yang sangat membutuhkan dan karena mereka manusia maka layaklah kita berikan pertolongan. Inilah sharing dan caring kita kepada mereka. Ini juga menjadi tanda kepatuhan kita kepada sabda Tuhan sebagaimana dikatakan nabi Yesaya: “Sebab seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firman-Ku yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali kepada-Ku dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya.” (Yes 55:10-11).
Tuhan yang Mahabaik menginspirasi kita untuk tetap teguh membaktikan diri kita kepada-Nya. Kita bangga sebagai orang yang dibaptis maka hiduplah seperti Kristus sendiri yang bereksodus, rendah hati dan berempati dengan manusia dalam kata dan karya-Nya. Masa pandemi ini membantu kita beraksi untuk mewujudnyatakan pesta ini dengan perbuatan nyata. Mari berbagi sebagai tanda kepeduliaan kita kepada sesama manusia yang diciptakan sesuai dengan citra Allah sendiri.
P. John Laba, SDB