Food For Thought: Bertobat, Beriman dan siap mewartakan Injil

Bertobat, beriman dan siap mewartakan Injil

Ada tiga kata penting yang mendorong saya untuk merenungkannya pada hari istimewa ini. Saya mengatakan ketiga kata ini penting karena berkaitan langsung panggilan dan perutusan saya saat ini sebagai imam tertahbis di dalam Gereja Katolik.

Pertama, Bertobat. Saya membayangkan para murid pertama yang dipanggil Yesus. Mereka adalah para nelayan sederhana yang sebelumnya tidak pernah berpikir bahwa mereka akan mengikuti Yesus dari dekat dan nantinya menjadi pilar gereja. Tuhan Yesuslah yang berjalan dalam Lorong kehidupan mereka, memanggil mereka untuk mengikuti-Nya. Sikap mereka adalah mendengar panggilan Yesus, melepaskan segala-galanya dan mengikuti Dia selama-lamanya bahkan wafat serupa dengan Dia. Para murid Yesus yang nantinya menjadi rasul atau utusan menunjukkan semangat pertobatan. Mereka berubah secara radikal di dalam dirinya supaya bebas mengikuti Yesus. Tanpa pertobatan mereka tidak dapat menjadi murid dan rasul Yesus.

Saya sendiri mengalaminya dalam hidup saya. Setelah tiga puluh dua tahun hidup di komunitas biara yang saya cintai ini, saya merasakan gerakan pertobatan yang luar biasa. Saya meninggalkan segala-galanya dan mengikuti Dia yang tidak kelihatan, namun setiap hari saya berusaha melihat Dia yang tidak kelihatan. Aku bukan yang dulu lagi, aku sekarang ini memang beda. Kalau saja tidak ada pertobatan di dalam diri saya maka orang yang mengenalku akan mengatakan ‘dia memang Romo tetapi sama saja, tak ada perubahan’. Perubahan fisik sejalan dengan perubahan mental dan spiritual. Bagi saya ini adalah sebuah pertobatan.

Kedua, Beriman. Para murid pertama mengikuti Yesus dari dekat karena bertobat dan beriman atau percaya kepada-Nya. Percaya kepada Yesus merupakan sebuah gerakan batiniah. Tuhan Yesus menggerakan hati mereka untuk mengenal, percaya dan mengikuti-Nya dari dekat. Pengalaman para rasul adalah pengalaman saya juga. Kalau saya tidak percaya mungkin saya tidak berada di dalam kongregasi yang saya cintai ini. Tetapi saya percaya bahwa Tuhan Yesus memanggil, menguduskan, menetapkan saya untuk menjadi rekan sekerja dengan-Nya. Dia melihat iman saya kepada-Nya. Iman yang tidak sempurna tetapi Dia selalu mau menyempurnakannya. Saya selalu mengatakan kepada-Nya: “Tuhan Yesus, tambahlah iman saya kepada-Mu” dan saya merasakan tambahan iman di saat suka dan duka. Tuhan Yesus memang luar biasa.

Ketiga, siap mewartakan. Para murid perdana mengalami pertobatan, percaya kepada-Nya dan berusaha untuk mewartakan pertobatan dan iman mereka akan Yesus Kristus kepada semua orang. Para murid bertobat dan percaya untuk mewartakan Injil sebagai Kabar sukacita kepada semua orang. Hal yang mereka tunjukan adalah mereka Bertobat dan Percaya sehingga dapat mewartakan Injil. Logika pemuridannya seperti ini. Saya juga merasakan hal yang sama. Selama bertahun-tahun, saya berusaha untuk hidup dalam pertobatan dan memohon supaya Tuhan menambah iman saya. Dengan demikian saya menunjukkan panggilan dan iman saya ini dengan mewartakan Injil kepada semua orang. Selama dua puluh tahun terakhir saya sebagai imam, selalu berusaha dari hari ke hari untuk mewartakan Injil dengan penuh sukacita. Saya rajin membaca Kitab Suci dan merenungkannya. Saya terus menerus belajar untuk menyiapkan homili saya, meskipun homili-homili saya jauh dari harapan umat. Ini benar-benar keterbatasan saya, dan saya merasa sangat manusiawi. Dua puluh tahun menjadi imam, dua puluh tahun memberi homili, masih saja jauh dari harapan. Tetapi saya tetap berusaha untuk terus mewartakan Injil dan seruan tobat kepada banyak orang.

Ketiga kata ini: bertobat, beriman dan mewartakan telah menjadi kompas bagi saya hari ini. Saya merasakan kekuatan ketiga kata ini dan saya mau mengatakan, ketiganya mendorong saya untuk dekat dengan Tuhan. Bagaimana dengan anda? Adakah pengalaman iman yang menyentuh dan mentransformasi hidupmu hari ini?

Tuhan memberkati, Bunda Maria mendoakan kita semua.

P. John Laba, SDB