Sang Pemimpin
Pada malam hari ini saya mengingat seorang penulis dan pembicara dari Amerika Serikat. Dialah John C. Maxwell. Beliau pernah berkata begini: “A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way.” (Seorang pemimpin adalah orang yang mengetahui jalan, melewati jalan tersebut, dan menunjukkan jalan itu untuk orang lain). Perkataan ini memang sederhana namun sangatlah bermakna. Seorang pemimpin ideal memang haruslah demikian. Ia mengetahui jalan, melewati jalan dan menunjukkan jalan bagi orang lain. Sangatlah tidak elok kalau seorang pemimpin hanya bisa berteriak tetapi tidak mengetahui jalan. Seorang pemimpin tidaklah hebat kalau ia tidak melewati jalan itu. Seorang pemimpin bukanlah pemimpin sejati kalau ia tidak mampu menunjuk jalan yang dia lewati kepada orang lain. Kita semua membutuhkan sosok seorang pemimpin yang oleh Aristoteles dikatakan, “Seorang pemimpin yang baik harus terlebih dahulu mau dipimpin.”
Dalam masyarakat kita perbincangan tentang pemimpin sedang hangat-hangatnya. Pergolakan yang sedang terjadi di dalam tubuh partai Demokrat sehingga menghasilkan dualisme kepemimpinan. Secara terang benderang kita semua sepakat mengatakan bahwa masalahnya adalah pada sang pemimpin yang belum mengetahui jalan dengan baik, yang belum melewati jalan itu dan belum mampu menunjukkan jalan itu kepada orang lain. Pemimpin di daerah tertentu yang hanya berpikir tentang diri dan keluarganya dan lupa untuk melayani yang telah memilihnya.
Dalam masa prapaskah ini kita memandang Yesus sang Mesias, pemimpin kita (Mat 23:10). Dia sendiri berkata: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” (Yoh 14:6). Yesus adalah Jalan karena mengetahui jalan, melewati jalan dan menunjukkan jalan untuk bersatu dengan Bapa. Ini baru pemimpin sejati. Yesus tidak pernah melepas tangan tetapi sebagai pemimpin, Ia mengayomi dan mengantar kita kepada hidup abadi.
Hari ini mata kita tertuju pada sosok Musa. Dia pemimpin sejati. Ketika dia berjumpa dengan Tuhan Allah di atas gunung Sinai, bangsa Israel jatuh dalam dosa menyembah berhala. Tuhan menunjukkan murka-Nya dan mau menghabiskan mereka semua. Dalam situasi ini Musa menunjukkan kepemimpinannya. Ia berusaha untuk melunakkan hati Tuhan supaya Tuhan dapat menyelamatkan bangsa Israel dari murka Tuhan.
Lihatlah bagaimana cara Musa bernegosiasi dengan Tuhan: “Mengapakah, Tuhan, murka-Mu bangkit terhadap umat-Mu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murka-Mu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak Kaudatangkan kepada umat-Mu. Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.” (Kel 32: 11-13). Musa berhasil melunakkan hati Tuhan dari murka-Nya.
Bagaimana dengan kita? Kita semua dipanggil untuk memimpin dan menjadi pemimpin. Di dalam keluarga kita butuh pemimpin. Di mana-mana kita butuh pemimpin yang hebat seperti Musa.
Tuhan memberkati kita semua. Jadilah pemimpin yang tahu Jalan.
P. John Laba, SDB