Petrus, saya hadir!
Saya barusan menerima sebuah panggilan dari sahabat lama yang tempo doeloe selalu saya sapa ‘Kefas’. Nama aslinya adalah Petrus. Ketika ada absen dan namanya disebut ia selalu menjawab dengan suara lantang: “Saya hadir!” Itu sebabnya ada sahabat lain yang menyapanya ‘Saya hadir’. Saya memang memilih menyapanya ‘Kefas’ biar ada aroma rohaninya.
Menyebut nama Petrus, pikiran kita tentu tertuju kepada saudaranya rasul Andreas yakni Simon yang disebut dalam Injil. Penginjil Yohanes bersaksi bahwa Andreaslah yang pertama kali membawa Simon kakanya ini untuk bertemu dengan Yesus. Pada saat itu Yesus untuk pertama kalinya menamakan Simon sebagai “Kefas” (bahasa Aram) artinya ‘batu’. Dalam bahasa Yunani disebut “Petros”. Tuhan Yesus menamai Simon sebagai Petrus atau “batu karang”, dan bahwa Yesus sendirilah yang meletakkan landasan gereja-Nya di atas Petrus. (Matius 16:18). Simon menjadi Petrus, fundasi atau landasan kokoh bagi Gereja Kristus.
Sosok Simon Petrus sangat istimewa dalam permenungan kita di pekan suci ini. Salah satunya adalah bahwa Simon Petrus sebagai batu karang tetapi masih lemah karena menyangkal Yesus. Perhatikan kesaksian Penginjil Yohanes tentang dialog Simon Petrus dan Yesus ini: “Simon Petrus berkata kepada Yesus: “Tuhan, ke manakah Engkau pergi?” Jawab Yesus: “Ke tempat Aku pergi, engkau tidak dapat mengikuti Aku sekarang, tetapi kelak engkau akan mengikuti Aku.” Kata Petrus kepada-Nya: “Tuhan, mengapa aku tidak dapat mengikuti Engkau sekarang? Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Jawab Yesus: “Nyawamu akan kauberikan bagi-Ku? Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.” (Yoh 13:36-38).
Petrus, saya hadir! Mari kita mengganti nama Petrus dan nama kita sendiri. Misalnya, John, saya hadir! Selanjutnya kita masuk dalam dialog bersama Yesus. Mungkin saja kita pernah menjadi serupa dengan Petrus yang berjanji: “Aku akan memberikan nyawaku bagi-Mu!” Membuat sebuah janji kepada Tuhan rasanya mudah diucapkan dimulut, mau menyerahkan nyawa sekalipun. Tetapi Yesus tahu bahwa kita masih lemah juga. Petrus yang ‘batu karang’ saja masih menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, meskipun nantinya ia akan membaharuinya dengan mengatakan sebanyak tiga kali: “Benar Tuhan, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau!” (Yoh 21:15-17). Simon Petrus menyangkal Yesus sebanyak tiga kali, anda, saya dan kita semua menyangkal Yesus berkali-kali. Tetapi Tuhan Yesus tetap memandang kita dengan penuh kasih.
Petrus, saya hadir! Dan kita harus belajar untuk malu karena kita ikut menyangkal Yesus dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Dalam masa pandemi ini, berapa kali kita sadar menghujat Yesus karena merasa ditinggalkan, dan bahwa Dia membiarkan orang-orang yang kita kasihi dipanggil Tuhan ‘dengan cara yang tidak lazim’. Berapa kali kita protes dan berencana untuk hengkang jauh-jauh dari Yesus. Ternyata Simon Petrus hanya menyangkal Yesus tiga kali, kemudian dia berjanji untuk mengasihi Yesus sampai tuntas. Ketika diajak Yesus, “Ikutlah Aku!” (Yoh 21:19) maka Petrus benar-benar mengikuti sang Guru, bahkan wafat sebagai martir di salib dengan posisi yang berlawanan dengan sang Guru. Menurut tradisi (yang dicatat oleh Hieronimus), Petrus akhirnya wafat dengan cara disalibkan terbalik (kepala di bawah, kaki di atas) di Roma saat pemerintahan Kaisar Nero setelah menolak disalibkan dengan kepala di atas karena ia merasa tidak layak untuk mati dalam posisi yang sama seperti Yesus.
Mari kita memandang Petrus dan belajar untuk berubah dari menyangkal menjadi mengasihih sampai tuntas. Selamat berpekan suci. Santo Petrus, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB