Jangan menghitung kesalahanku!
Saya pernah menjadi seorang pendidik. Salah satu pengalaman yang tidak pernah saya lupakan adalah ketika masih menjadi kepala sekolah. Salah seorang siswa kelihatan sulit diatur. Saya memanggil orang tuanya untuk bisa membicarakan bersama keadaan anaknya yang tidak banyak berdisiplin ini. Ibunya pun datang ke kantor bersama anaknya. Saya menjelaskan tujuan pertemuan kami. Ibunya hanya menangis dan meminta maaf kepada saya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah single parent dan anaknya memang nakal karena tidak banyak diperhatikan olehnya. Dia sendiri sebagai ibunya, masih mengurus kebun sayur dan menjualnya di pasar untuk kehidupan mereka berdua. Saya meminta anaknya untuk meminta maaf kepada ibunya. Dia berdiri di depan ibunya, berlutut dan mencium kaki ibunya sambil berjanji untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Ia berkata: “Mama, saya baru menyadari pengorbananmu. Saya sudah terlalu jauh dari Tuhan dan sesama termasuk mama sendiri. Saya meminta maaf dan saya memohon supaya mama jangan menghitung-hitung kesalahan saya. Saya mau berubah!”
Saya sendiri mendengar kedua orang ini. Saya menyadari bahwa setiap pribadi memang memiliki kelebihan, kelemahan dan kekurangan. Namun hanya sedikit orang saja yang tahu keadaan yang sebenarnya dan berani untuk berubah. Siswa ini seakan membangunkan saya untuk berani berubah, berani mengetahui kesalahan dan menyadari kefanaan hidup di hadirat Tuhan. Sejak saat itu saya berubah. Saya merasa dipertobatkan oleh anak itu. Perkataannya: “Jangan menghitung kesalahanku, mama!” Banyak kali Tuhan bekerja melalui anak-anak yang tidak masuk dalam kategori ‘baik dan penting’ untuk mempertobatkan hidup dan panggilan kita.
Hari ini saya tertarik dengan perkataan dalam Kitab Mazmur. Di sana dikatakan: “Janganlah memperhitungkan kepada kami kesalahan nenek moyang! Kiranya rahmat-Mu segera menyongsong kami, sebab sudah sangat lemahlah kami.” (Mzm 79:8). Ini sebuah doa yang selalu kita ucapkan di dalam Gereja saat berekaristi: “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa-dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu”. Setiap hari kami mendoakan doa ini sebagai imam dalam merayakan Ekaristi. Doa ini seakan membangunkan kita dari tidur iman kita. Kita semua seakan dibangunkan dari tidur iman kita. Kita memohon supaya Tuhan jangan memperhitungkan dosa-dosa kita tetapi melihat iman yang merupakan anugerah dari Tuhan.
Mari kita belajar untuk mengatakan bahwa kita masih punya perasaan bersalah. Kita memohon dari Tuhan: Tuhan semoga saya bisa setia dalam hidup saya setiap hari hingga saudara ajal menjemput.
Tuhan memberkati, Bunda mendoakan.
PJ-SDB