Hari Senin, Pekan Biasa ke-XI
2Kor. 6: 1-10;
Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4;
Mat. 5:38-42.
Kami adalah pelayan Allah!
Saya barusan merayakan ulang tahun tahbisan sebagai imam ke-20, tanggal 3 Juni yang lalu, dan tanggal 13 Juni, saya merayakan 30 tahun hidup membiara atau hidup berkaul di dalam Kongregasi Salesian Don Bosco (SDB). Banyak sahabat dan kenalan memberikan ucapan selamat dan harapan yang bagus dan indah-indah tentang karya pelayanan yang sudah sedang saya lakukan di komunitas di mana saya berada. Sebenarnya sebagai harapan boleh bagus dan indah, meskipun penuh perjuangan untuk mewujudkannya secara sempurna. Selama peziarahan saya sebagai imam dan biarawan saya selalu berusaha untuk mewujudkan diri saya sebagai seorang pelayan Allah. Istilah ‘pelayan Allah’ dihayati secara sempurna oleh St. Paulus dalam perjalanan dan karya misionernya.
Hal yang menarik bagi saya selama merayakan ulang tahun imamat dan membiara adalah merayakannya di atas kamar tidur. Ini adalah pertama kali selama ini karena pada akhir bulan Mei yang lalu saya melakukan ziarah ke Gua Maria Sawer Rahmat, Cisantana Cirebon. Ini adalah sebuah ziarah pribadi untuk bersyukur kepada Tuhan melalui Bunda Maria. Saya sekali saya kehujanan selama jalan salib dan rosario di sekitar gua Maria. Akibatnya adalah batuk, pilek, demam, sakit kepala, pegel seluruh tubuh. Perlahan-lahan saya bergumul dan bisa keluar dari pergumulan sebagai pelayan Allah ini. Di saat-saat sakit seperti ini dua hal yang saya lakukan yakni tetap percaya keada Tuhan bahwa hanya Dia yang menyembuhkan saya. Kedua, saya harus menguasai diri saya karena musuh utamanya adalah diri saya dan penyakit yang sedang menguasainya. Kedua prinsip ini saya pegang teguh dan berhasil keluar dari pergumulan ini selama hampir dua minggu. Tuhan sungguh luar biasa dan memperhatikan pelayannya.
Pengalaman pribadi saya ini sungguh dikuatkan oleh pengalaman St. Paulus. Beliau mengatakan: “Dalam segala hal kami menunjukkan, bahwa kami adalah pelayan Allah, yaitu: dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa; dalam kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik.” (2Kor 6:4-6). Saya merasa dikuatkan oleh St. Paulus karena baginya, seorang pelayan Allah itu ketika mengalami penderitaan maka ia akan belajar untuk sabar dan bertahan dalam penderitaan, kesesakan, kesukaran, dera, penjara, kerusuhan, berjeripayah, berjaga-jaga dan berpuasa. Seorang pelayan Allah juga berusaha untuk memiliki kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, kemurahan hati, hidup dalam Roh Kudus dan kasih tidak munafik. Semua nilai-nilai yang harus dimiliki seorang pelayan Allah ini haruslah mengantarnya kepada kekudusan.
Selain nilai-nilai hidup seorang pelayan Allah yang dikemukakan di sini, Paulus juga menambahkan: “Dalam pemberitaan kebenaran dan kekuasaan Allah; dengan menggunakan senjata-senjata keadilan untuk menyerang ataupun untuk membela ketika dihormati dan ketika dihina; ketika diumpat atau ketika dipuji; ketika dianggap sebagai penipu, namun dipercayai, sebagai orang yang tidak dikenal, namun terkenal; sebagai orang yang nyaris mati, dan sungguh kami hidup; sebagai orang yang dihajar, namun tidak mati; sebagai orang berdukacita, namun senantiasa bersukacita; sebagai orang miskin, namun memperkaya banyak orang; sebagai orang tak bermilik, sekalipun kami memiliki segala sesuatu.” (2Kor 6: 7-10). Sekali lagi, semua nilai kehidupan pelayan Allah ini sudah dihayati secara pribadi oleh St. Paulus dan rekan-rekannya. Dia berbicara dari pengalaman pribadinya bukan dari sebuah teori.
Pengalaman sebagai pelayan Allah juga dipertegas lagi oleh Tuhan Yesus sendiri dalam kotbah di bukit. Untuk mengejawantah Sabda Bahagia dalam hidup setiap hari, Tuhan Yesus mengharapkan para murid-Nya supaya jangan memiliki kebiasaan untuk membalas dendam. Hukum Hamurabi tidak menjaman lagi saat ini. Tuhan Yesus juga mengetahui bahwa seorang merasa diri sebagai pria sejati kalau dia bisa membalas dendam. Maka dengan tegas Tuhan berkata kepada para pelayan Allah: “Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat 5:39).
Hal lain yang diungkapkan Tuhan Yesus: “Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu.” (Mat 5:41-42). Pengajaran Yesus tentang wujud nyata hidup Kristiani ini sangat luar biasa. Memang berlawanan dengan kebiasaan-kebiasaan manusiawi kita, namun kita harus melakukannya supaya bisa menjadi pelayan Allah yang tulen.
Banyak orang mengakui diri sebagai orang katolik, selalu berbicara tentang pelayanan bahkan sebagai pelayan atau abdi Allah tetapi belum mampu hidup sesuai nilai-nilai kristiani yang diajarkan di dalam Kitab Suci. Ketika mengalami penderitaan dan kemalangan maka yang terjadi adalah bersungut-sungut dan protes kepada Tuhan, menghitung-hitung banyaknya pelayanan yang sudah dilakukan dalam hidupnya. Tuhan tidak pernah menghitung berapa perbuatan baik yang pernah dilakukan-Nya bagi kita secara pribadi. Tuhan melakukan dan memberikannya gratis kepada kita. Dan hanya Tuhan yang seperti itu dan kita harus mengimani dan mengikuti teladan hidup-Nya.
P. John Laba, SDB