Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya
Dan. 7:9-10,13-14;
Mzm. 97:1-2,5-6,9; 2
Ptr 1:16-19;
Mrk. 9:2-10
Merenungkan kemuliaan Tuhan di masa pandemi
Berharap dan berpasrah kepada Tuhan merupakan karakter para pengikuit Kristus. Dikatakan sebagai karakter para pengikut Kristus sebab sejarah Gereja sudah membuktikannya sendiri. Masa setelah kenaikan Tuhan Yesus ke Surga merupakan masa yang di satu pihak menunjukkan kejayaan Gereja, dan di lain pihak menunjukkan penderitaan Gereja yang cukup lama. Boleh dikatakan bahwa kejayaan dan penderitaan Gereja berjalan bersama-sama. Gereja menyebar ke berbagai tempat dan ini merupakan khabar gembira, tetapi di saat yang sama Gereja juga mengalami penderitaan akibat penganiayaan. Banyak orang meninggal dunia sebagai martir. Alasan mereka meninggal dunia dengan menumpahkan darah sebagai martir karena cinta kasihnya kepada Kristus. Tidak ada alasan lain. Semua ini terjadi semata-mata karena kasih kepada Kristus. St. Paulus mengatakan: “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati.” (2Kor 5:14). Atau orang biasa mengenalnya “Caritas Christi urget nos“. Kasih dari Kristus yang sama, yang telah terungkap ketika Ia menunjukkan kemuliaan-Nya di atas gunung yang tinggi. Ini adalah saat Dia mewahyukan pemenuhan cinta kasih-Nya di Yerusalem yang sudah dinubuatkan di dalam Torah (Musa) dan para nabi (Elia).
Dalam masa pandemi ini kita dapat menyaksikan seberapa besar kualitas hidup kristiani yang benar dan nyata. Kualitas hidup kristiani dimaksud terlihat dalam hidup yang nyata bukan hanya dalam perkataan. Kita misalnya, menyakiskan ada orang yang begitu baik hati sehingga suka berbagi dan melakukan aneka pelayanan karitatif lain. Hal ini dilakukannya secara umum atau atas inisiatif pribadi. Semua ini membuktikan bahwa hidup sebagai pengikut Kristus adalah sebuah kenyataan. Orang dapat melihat hidup kita sebagai pengikut Kristus dalam hal sikap dan keteladanan hidup. Di sini kita patut bersyukur atas keterlibatan nyata dalam berbagi kepada sesama yang sangat membutuhkan. Hal ini juga menandakan bahwa kasih Kristus menyatukan semua orang tanpa memandang pribadi atau individu tertentu. Maka benarlah bahwa kemuliaan Tuhan harus tetap nyata, bahkan di dalam masa pandemi ini.
Kita merayakan Pesta Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya. Kemuliaan Tuhan Yesus ini diawali dari pengalaman Dia menderita, wafat dan bangkit dengan mulia. Kita mengenalnya dengan Paskah Kristus. Penginjil Markus hari ini melaporkan bahwa peristiwa Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya terjadi enam hari setelah Petrus mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, dan bahwa Mesias itu bukan Mesias yang jaya tetapi Mesias yang menderita. Mesias yang menderita belum sempat dipahami Petrus. Yesus menampakkan kemuliaan-Nya bukanlah hal yang mengada-ada tetapi semuanya sudah dikatakan dalam Torah (Musa) dan Kitab para nabi (Elia). Maka Yesus sungguh datang untuk memenuhi, melengkapi dan menyempurnakan segala nubuat Tuhan di dalam Kitab Perjanjian lama.
Penginjil Markus mengisahkan bahwa ketika itu Yesus memanggil ketiga murid inti yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk bersama-sama naik ke atas sebuah gunung yang tinggi. Di atas gunung yang tinggi itu dan di saat mereka sendiri saja, Yesus menampakkan kemuliaan-Nya dengan cara berubah rupa di depan mata mereka. Tadinya saat mendaki, Yesus biasa-biasa saja, kini pakaian-Nya menjadi sangat putih berkilat-kilat, dan tidak ada bandingnya dengan seorang pun di dunia ini. Ketiga murid inti ini sempat melihat Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia. Tentu saja suasananya sangat membahagiakan di depan mata mereka, bercampur rasa takut karena mereka melihat apa yang sedang terjadi pada diri Yesus yang sebelumnya tidak pernah terjadi.
Susana ini menjadi lengkap ketika ada awan yang menaungi mereka dan ada suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Di tengah awan yang menaungi mereka, mata mereka hanya tertuju pada Yesus seorang diri saja. Ketiga murid inti ini mendapat pesan baru bahwa apa yang mereka lihat akan menjadi kenyataan di Yerusalem yakni Paskah-Nya, dan bahwa mereka tidak perlu menceritakan kepada orang lain. Ini menjadi pengalaman pribadi akan Kristus yang akan bangkit dengan mulia. Kemuliaan Tuhan membuka wawasan para murid supaya mata mereka selalu tertuju hanya kepada Yesus Kristus saja. Dialah keselamatan dunia. Dan untuk menyelamatkan dunia, Yesus harus menjadi Mesias yang menderita sebelum menjadi jaya di depan mata dunia melalui kebangkitan-Nya.
Peristiwa Tranfigurasi atau Tuhan menampakkan kemuliaan-Nya sudah menjadi penglihatan Daniel sebagaimana kita dengar dalam bacaan pertama. Dia pernah melihat ‘Yang Lanjut Usia’ duduk di atas takhta dengan pakaiaan-Nya yang putih seperti salju dan rambutnya bersih seperti bulu domba. Ada beribu-ribu orang melayani Dia dan beratus-ratus ribu berdiri di hadapan-Nya. Daniel juga melihat Anak Manusia yang mendapat kuasa dan kemuliaan sebagai raja sehingga segala bangsa, suku dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Suasana yang menggambarkan kerajaan ini bersifat abadi. Suasana putih seperti salju menggambarkan kekudusan dan kemuliaan Allah Tritunggal Mahakudus di Surga.
Kita sedang berada dalam masa pandemi dan sambil merenungkan kemuliaan Tuhan, pikiran kita tertuju pada beberapa hal yang dapat membantu permenungan kita:
Pertama, Tuhan menciptakan kita dan tetap menunjukkan kuasa-Nya kepada kita. Apapun situasi kita, baik atau buruk, pandemi yang berkepanjangan tidak selamanya gelap. Ada titik terang bahwa Tuhan tetap mengasihi kita dan kita tetap mengabdi kepada-Nya. Kita sebagai manusia patuh kepada kuasa dan kehendak-Nya. Kita belajar dari Yesus, sang Anak Allah yang menderita, wafat dan bangkit dengan mulia.
Kedua, Kita diingatkan akan tujuan hidup kita. Saudara kematian atau maut akan datang menjemput kita, dan kita pun akan mengalami keabadian. Kita akan berubah dari tubuh yang fana dan mengenakan tubuh yang mulia seperti Kristus sendiri. Dan penderitaan, kemalangan serta kematian adalah jalan yang harus kita lewati untuk menggapai hidup baru dalam Kristus.
Ketiga, Yesus adalah segalanya. Dia dikasihi Bapa dan mata kita tertuju kepada-Nya. Ini adalah pengalaman iman yang menyelamatkan di masa pandemi ini. Allah Bapa sendiri mengakui-Nya sebagai Anak yang dikasihi-Nya, maka kita samap dengan ketiga murid inti hanya melihat Yesus sendiri saja. Artinya kita mengasihi-Nya hingga suatu saat kita akan memandang-Nya dengan mata kita sendiri dan melayani-Nya di surga.
Semoga Tuhan memberkati kita dan kita juga menampakkan kemuliaan Tuhan melalui perbuatan dan keteladanan hidup bagi sesama mulai saat ini.
P. John Laba, SDB