Homili 21 Oktober 2021

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm. 6:19-23;
Mzm. 1:1-2,3,4,6;
Luk. 12:49-53.

Semoga Api itu selalu menyala

Selamat siang semuanya. Saya sedang mengingat masa kecil di kampung halamanku dengan suasananya yang dingin. Setiap pagi selalu kelihatan sebuah pemandangan yang menarik yakni orang-orang kampung berkumpul mengitari bara api sambil bersendagurau, berbagi kegembiraan sebelum memulai kegiatan mereka di hari baru. Api dengan kehangatannya mempersatukan keluarga-keluarga di kampung. Api diperlukan untuk memasak maka anak-anak atu orang dewasa berjalan cukup jauh untuk mengambil api, kalau mereka tidak memiliki korek api dan sejenisnya. Namun demikian api juga menimbulkan bahaya kebakaran yang membuat manusia kehilangan harta bahkan nyawanya sendiri. Semuanya ini menggambarkan bahwa api memiliki kuasa atau kekuatan tersendiri.

Pengalaman hidup yang lain: Apakah anda pernah mengagumi sebuah cangkir yang indah dengan nilai jual yang tinggi di pasaran? Apakah anda pernah mengagumi perhiasan dari emas dan keindahannya. Barang-barang yang indah ini, dalam proses pembuatannya telah melewati proses dibakar dengan api yang bersuhu tinggi. Api itu benar-benar memurnikan logam dan sejenisnya. Api setelah membakar segala sesuatu akan meninggalkan sisa pembakarannya yaitu abu dan arang. Proses-proses alamiah ini juga terjadi dalam pengalaman rohani kita. Api menjadi sebuah bahasa simbolis dalam kaitan dengan proses pemurnian hidup kita.

Pada hari ini kita mendengar perkataan Yesus dalam Injil Lukas, seperti ini: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi dan betapakah Aku harapkan, api itu telah menyala! Aku harus menerima baptisan, dan betapakah susahnya hati-Ku, sebelum hal itu berlangsung! (Luk 12:49-50). Tuhan Yesus sedang berbicara tentang saat pengadilan ilahi, untuk memurnikan umat manusia. Kita mengingat perkataan Tuhan dalam Kitab Nabi Yesaya: “Sebab sesungguhnya, Tuhan akan datang dengan api, dan kereta-kereta-Nya akan seperti puting beliung, untuk melampiaskan murka-Nya dengan kepanasan dan hardik-Nya dengan nyala api. Sebab Tuhan akan menghukum segala yang hidup dengan api dan dengan pedang-Nya, dan orang-orang yang mati terbunuh oleh Tuhan akan banyak jumlahnya.” (Yes 66:15-16). Api juga merupakan simbol Roh Kudus yang hadir di tengah umat Allah (Kis 2:1-13). Di samping makna simbolis Api, kita juga perlu memahami bahwa Yesus dalam versi Injil Lukas sedang berada di jalan menuju Yerusalem. Yesus yang satu dan sama ini akan menderita hingga wafat di kayu salib. Penderitaan adalah pengalaman ‘meminum piala’ sebagaimana dikatakan Yesus kepada anak-anak Zebedeus (Mrk 10:38).

Tuhan Yesus menghendaki agar api tetap menyala. Ini adalah sebuah keinginan dari Yesus untuk memurnikan hati dan jiwa kita. Kita mengingat perkataan Yesus: “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” (Luk 6:45). Ternyata dalam hati ada perbendaharaan yang jahat. Maka kalau saja api selalu menyalah maka hati kita semakin murni. Yesus sendiri akan menyapa kita ‘bahagia’ karena kita memiliki hati yang murni dan dapat melihat Allah (Mat 5:8). Roh Kudus turut bekerja untuk memurnikan hati kita dan api surgawi yang tetap menyala. Pemurnian hati merupakan bagian dari pertobatan kita. Sejalan dengan pikiran St. Paulus yang mengatakan: “Tetapi sekarang, setelah kamu dimerdekakan dari dosa dan setelah kamu menjadi hamba Allah, kamu beroleh buah yang membawa kamu kepada pengudusan dan sebagai kesudahannya ialah hidup yang kekal.” (Rm 6:22).

Tuhan sungguh baik. Di saat kita jatuh ke dalam dosa, Ia menyadarkan kita melalui Sabda-Nya dan kembali ke jalan yang benar. Biarkan Api Roh Kudus itu selalu menyala dan memurnikan hidup kita supaya semakin berkenan kepada Tuhan.

P. John Laba, SDB