Homili 23 Oktober 2021

Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXIX
Rm. 8:1-11;
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6;
Luk. 13:1-9

Keindahan sebuah pertobatan

Adalah Robert Smith. Musisi berkebangsaan Inggris ini pernah berkata: “True repentance has a double aspect. It looks upon things past with a weeping eye, and upon the future with a watchful eye.” (Pertobatan sejati memiliki dua aspek. Ia memandang hal-hal yang lalu dengan mata menangis, dan masa depan dengan mata yang waspada). Bagi saya, kata-kata ini sederhana tetapi bermakna. Sebuah pertobatan sejati dalam diri kita berarti kita kembali kepada Tuhan. Dalam proses kembali kepada Tuhan, tentu saja kita dapat memandang masa lalu dengan penuh penyesalan atau mata menangis dan memandang masa depan dengan penih harapan atau dengan mata waspada. Melupakan masa lalu tanpa ada perasaan berdosa belumlah merupakan sebuah pertobatan sejati. Belum ada keindahan pertobatan karena tidak menyeluruh.

Tuhan Yesus dalam Injil hari ini mendorong kita untuk membangun pertobatan radikal di dalam hidup ini. Ada dua hal yang Tuhan Yesus ajarkan dalam bacaan Injil hari ini. Pertama, peristiwa berdarah di Galilea di mana dalam perayaan Paskah, Pilatus mencampurkan darah manusia dengan darah korban persembahan. Peristiwa yang lain adalah ambruknya menara di dekat Siloam yang menelan delapan belas korban. Kedua peristiwa ini merupakan peristiwa berdarah yang menakutkan. Banyak orang mengaitkan dengan dosa-dosa yang dilakukan orang-orang saat itu sehingga mereka mengalami peristiwa tragis itu. Berkaitan dengan kedua peristiwa ini, Yesus mengatakan: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk 13:3.5). Yesus membangun pikiran positif dalam diri para murid dan orang-orang yang mendengar perkataan-Nya, yakni bukan memandang para korban, tetapi memadang diri sendiri dan membangun pertobatan serta menikmati keindahannya. Lebih mudah melihat orang lain dan kekurangannya dari pada melihat diri sendiri yang juga penuh kelemahan.

Keindahan pertobatan adalah ketika kita sebagai pribadi memandang masa lalu yang kelam dan menyesalinya dan memandang masa depan dengan harapan akan sebuah perubahan yang radikal dalam diri kita. Kita tahu diri bahwa kita orang berdosa bukan mengetahui bahwa orang lain berdosa. Perkataan Yesus: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian” (Luk 13:3.5) menjadi pedoman pertobatan pribadi kita. Maka jangan sibuk dengan hidup pribadi orang, dosa-dosa pribadi mereka tetapi sibuklah untuk membenahi dirimu.

Hal kedua yang penting dalam bacaan Injil adalah, kesabaran Allah menopang tekad pribadi kita untuk bertobat. Kesabaran Allah ini merupakan karakter kerahiman Allah (misericordia). Melalui perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah, Tuhan Yesus hendak mengajarkan tentang urgensi pertobatan sejati supaya dapat merasakan kerahiman Allah. Selama tiga tahun tampil di depan umum, Yesus menunjukkan wajah kerahiman Allah, wajah Allah yang penuh kesabaran pada manusia yang berdosa. Kesabaran Allah dialami setiap pribadi dan berbuah pada pertobatan pribadi. Buah pertobatan adalah keselamatan dari Bapa melalui Yesus Kristus. Kita bersatu dengan Bapa dalam Roh melalui Yesus Kristus.

St. Paulus dalam bacaan pertama mengarahkan kita untuk bertobat dan tinggal di dalam Kristus serta merasakan kasih-Nya. Bagi Paulus, tinggal di dalam Kristus berarti tidak ada penghukuman, karena Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kita dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut. Namun demikian Paulus memlihat tantangan besar dalam hidup kita sebagai pengikut Kristus di hadirat-Nya. Ada kecenderungan untuk hidup dalam Roh dan daging. Paulus mengatakan: “Sebab mereka yang hidup menurut daging, memikirkan hal-hal yang dari daging; mereka yang hidup menurut Roh, memikirkan hal-hal yang dari Roh. Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera. Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” (Rm 8:5-8). Perhatikanlah bahwa di dalam diri kita selalu ada pertempuran antara Roh dan daging. Kadang-kadang Roh menguasai diri kita, kadang juga kita merasa bahwa daging mengikat hati kita dan melupakan Roh.

Apa yang harus kita lakukan untuk menjaga keindahan pertobatan dalam hidup kita?

Kita kembali kepada Kristus dan berpegang teguh kepada-Nya. Perkataan Paulus ini sangat meneguhkan kita semua: “Tetapi jika Kristus ada di dalam kamu, maka tubuh memang mati karena dosa, tetapi roh adalah kehidupan oleh karena kebenaran. Dan jika Roh Dia, yang telah membangkitkan Yesus dari antara orang mati, diam di dalam kamu, maka Ia, yang telah membangkitkan Kristus Yesus dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuhmu yang fana itu oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kamu.” (Rm 8: 10-11). Mari kita bertobat dan merasakan kerahiman Allah.

P. John Laba, SDB