Homili 25 Oktober 2021

Hari Senin, Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 8:12-17;
Mzm. 68:2.4,6-7ab,20-21;
Luk. 13:10-17.

Ikut Menampakkan Wajah Kerahiman Allah

Banyak di antara kita mungkin pernah membaca ‘Misericordiae Vultus’ (Wajah Kerahiman). Ini merupakan Bulla atau Maklumat pemberitahuan Yubileum Luar Biasa Kerahiman dari Paus Fransiskus yang dikeluarkan pada tanggal 11 April 2015 lalu. Pada bagian paling awal dari Bulla ini, beliau menulis: “Yesus Kristus adalah wajah kerahiman Bapa. Kata-kata ini bisa dengan baik merangkum misteri iman Kristiani. Kerahiman telah menjadi hidup, nampak dan mencapai puncaknya dalam Yesus dari Nazaret. (MV,1). Tentu saja kata-kata sri Paus ini sangat meneguhkan iman kita kepada Tuhan Allah Yang Maharahim dalam diri Yesus Kristus Putera-Nya sebagai yang menampakkan Wajah Kerahiman Allah sendiri.

Pada hari ini, kita semua dibantu oleh Penginjil Lukas untuk mengenal lebih dalam lagi sosok Tuhan Yesus sebagai Dia Yang menampakkan Wajah Kerahiman Allah. Ketika itu Dia sedang mengajar di dalam sebuah rumah ibadat. Di antara banyak orang yang hadir, ada seorang wanita yang sudah delapan belas tahun menderita karena dirasuki roh, bahkan bentuk fisiknya berubah sampai membungkuk. Wanita yang sakit ini menarik perhatian Yesus saat Ia sedang mengajar. Maka Ia berinisiatif untuk melihat, memanggil, memberkati dan meneguhkannya dengan berkata: “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh”. Wanita itu sembuh seketika. Perubahan yang terjadi adalah tubuhnya yang tadinya membungkuk kini menjadi tegak dan ia sendiri bersyukur dengan memuliakan Allah.

Tuhan Yesus memang beda dengan kebanyakan dari kita. Yah, kita hanya manusia biasa yang penuh dengan kelemahan. Pikirkanlah saat kita bertemu dengan orang-orang cacat atau mereka yang berkebutuhan khusus, mungkin kita melihat pun tidak, apalagi menjabat tangan atau menyapa orang tersebut. Atau bisa saja kita menjabat tangan orang itu tetapi arah pandangan kita ke orang atau tempat lain. Kalau kita tidak bisa melihat wajah orang itu bagaimana kita dapat bermurah hati dengan orang itu? Ini benar-benar titik kelemahan kita. Maka sekali lagi, Tuhan Yesus memang beda karena Dia yang melihat, memanggil, memberkati dan meneguhkan sehingga wanita itu sembuh. Yesus selalu ‘tergerak hati oleh belas kasihan’ kepada umat manusia.

Kita perlu berusaha untuk menjadi serupa dengan Yesus dalam segala hal. Dalam masa pandemi ini ada banyak orang yang serupa dengan wanita yang diceritakan di dalam Injil yang disembuhkan Yesus. Ada orang yang dirasuki roh, ada juga yang memiliki aneka penderitaan lainnya. Dalam situasi seperti ini kita berusaha untuk melihat, memanggil, memberkati dan meneguhkan mereka yang sedang menderita. Kita berbagi sebagai wujud nyata kepedulian kita kepada sesama manusia. Mungkin saja ketika berbuat baik kita dicemooh seperti yang dilakukan orang-orang kepada Yesus, tetapi kita harus terus berbuat baik. Jangan pernah berhenti berbuat baik tetapi selalu ‘tergerak hati’ untuk berbelas kasih kepada sesama. Dengan demikian kita juga turut menampakkan wajah Kerahiman Allah kepada sesame yang lain. Kita membantu sesama untuk tahu bersyukur kepada Tuhan Allah yang Maharahim. Maka mulailah bermurah hati untuk menampakkan wajah kerahiman Allah dalam hidupmu.

P. John Laba, SDB