Homili 27 Oktober 2021

Hari Rabu Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 8:26-30;
Mzm. 13:4-5,6;
Luk. 13:22-30

Menuju ke Yerusalem

Setiap kali membaca Injil dan menemukan nama kota Yerusalem: יְרוּשָׁלַיִם Yerusyaláyim, ingatan saya selalu mengacu pada sebuah tempat yang sangat berarti dalam hidupku sebagai seorang imam. Saya pernah tinggal sebagai mahasiswa sambil belajar teologi di Seminari Tinggi Salesian Don Bosco, Cremisan tahun 1997-2001, dan ditahbiskan sebagai imam di Basilik Bunda Maria diangkat ke surga, Yerusalem. Sebab itu setiap kali membaca kisah-kisah Yesus di dalam Injil terutama perjalanan Yesus dari Galilea ke Yerusalem, selalu menjadi sebuah ingatan yang indah. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa Yesus ‘bertekad’ untuk pergi ke Yerusalem (Luk 9:51-19:27). Ia mengarahkan mata-Nya ke Yerusalem dan berjalan menuju ke sana (Luk 9:51; 13:22.33; 17:11; 18:31 dan 19: 11.28). Kita membayangkan sebuah sorot mata sang Anak Allah yang sangat berarti karena di kota Yerusalem, Ia mengalami Paskah untuk menyelamatkan semua orang. Ia menderita, wafat dan bangkit dengan mulia. Dari Yerusalemlah Injil diwartakan sampai ke ujung dunia.

Perikop kita hari ini menunjukkan untuk kedua kalinya dalam Injil Lukas, kisah Yesus yang sedang meneruskan perjalanan ke Yerusalem bersama para murid-Nya (Luk 13:22) dan bahwa mereka tidak kembali lagi ke Galilea. Dalam perjalan itu, ada seorang, tanpa nama datang kepada-Nya dan bertanya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?” (Luk 13:23). Perhatikan: seorang tanpa nama ini menyapa Yesus sebagai Tuhan (Kyrios) dan bertanya tentang jumlah mereka yang akan diselamtakan. Tuhan Yesus tidak menjawab berapa, tetapi usaha yang dapat dilakukan supaya memperoleh keselamatan. Inilah jawaban Yesus: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” (Luk 13:24).

Untuk mendapatkan keselamatan maka orang harus berjuang untuk masuk melalui pintu yang sesak atau sempit. Pintu yang sempit tentu menyulitkan orang untuk masuk ke dalam ruangan. Tuhan Yesus tidak menganjurkan orang untuk masuk melalui pintu yang lebar tetapi pintu yang sesak. Pintu yang sesak adalah simbol penderitaan dan Salib Yesus. Sebab itu orang yang masuk melalui pintu yang sesak berarti orang itu harus siap untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus yang menderita hingga wafat di kayu salib. Hidup Kristiani bermakna ketika kita berjuang untuk menjadi semakin serupa dengan Yesus dalam segala hal. Tanpa ada usaha untuk menjadi serupa maka kita bisa berada di luar karena Dia tidak mengenal kita (Luk 13:25) lagi pula pintunya ditutup bagi kita.

Pada hari ini kita semua diajak untuk berjalan menuju ke Yerusalem bersama Yesus. Yesus meninggalkan zona nyaman di Galilea, tempat Dia mulai berkarya dengan menghadirkan Kerajaan Allah, Dia dipuji, Dia juga dilawan oleh para lawan. Dia meninggalkan dan menuju ke Yerusalem, sebuah zona penuh perjuangan, pergumulan, penderitaan hingga wafat dan bangkit dengan mulia. Mari kita meninggalkan zona nyaman kita menuju ke zona perjuangan. Zona perjuangan adalah ‘pintu yang sesak’ semua pengalaman penderitaan, kemalangan dan menyakitkan tetapi berujung pada kebahagian diri dan membahagiakan sesama manusia.

Apa yang harus kita lakukan? Untuk meninggalkan zona nyaman, kita butuh Roh Kudus untuk menolong dan menguatkan kita. St. Paulus berkata: “Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.” (Rm 8:26).

Link lagu untuk menginspirasi kita memasuki pintu yang sesak supaya masuk ke Yerusalem yang dijanjikan Tuhan: https://youtu.be/OXEdBR1DAoo

Tuhan memberkati, Bunda Maria mendoakan.

P. John Laba, SDB