Renungan: Injil Yoh. 2:13-22.
Bait Allah adalah Tubuh Kristus
Banyak di antara kita yang memiliki kebiasaan untuk mengagumi bangunan-bangunan seperti Gereja. Para peziarah yang pergi ke Eropah, selain mengunjungi gua-gua Maria yang terkenal seperti Lourdes, para peziarah juga mengunjungi Gereja-Gereja yang terkenal dari zaman dahulu dan mengaguminya. Sebut saja gereja-gereja di kota Roma seperti Santo Yohanes Lateran, Santo Petrus, Santo Paulus di luar tembok dan Santa Maria Maggiore. Gereja-gereja itu bukan hanya sekedar sebuah bangunan, tumbukan bebatuan semata, tetapi lebih dari itu banguanan gereja yang ada memiliki sifat mempersatukan semua orang yang berbeda-beda di bawah satu atap yang sama. Mengapa demikian? Karena kita semua merasa yakin bahwa karena kasih-Nya, Dia berkenan tinggal di dalam rumah doa dan dari situ Dia juga menjadikan kita sebagai rumah Roh Kudus yang memancarkan kecemerlangan hidup yang suci. Di dalam tempat yang sama itu kita merasakan kehadiran Allah yang kudus dan menguduskan kita.
Kita barusa mendengar sebuah kisah Yesus di dalam Injil Yohanes. Yesus adalah orang Yahudi tulen yang setia untuk merayakan hari-hari besar agama Yahudi seperti Paskah. Sebab itu Ia memiliki kebiasaan pergi ke Yerusalem. Dia merasa begitu kecewa ketika menyaksikan orang-orang tidak menguduskan Bait Allah. Mereka menjadikannya sebagai pasar: ada pedagang lembu, kambing domba, merpati serta penukar uang. Yesus mengusir orang-orang ini dari dalam rumah Tuhan dengan berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” (Yoh 2:16).
Sikap Yesus demikian menimbulkan pertentangan-Nya dengan orang-orang di sekitarnya. Orang-orang Yahudi merasa tersinggung dan bertanya: “Tanda apakah dapat Engkau tunjukkan kepada kami, bahwa Engkau berhak bertindak demikian?” (Yoh 2:18). Yesus menjawab mereka: “Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” (Yoh 2:19). Orang-orang Yahudi hanya melihat bait Allah sebagaimana adanya. Tuhan Yesus justru berbicara tentang tubuh-Nya sendiri sebagai Bait Allah yang hidup. Dialah Anak Allah, tanda kasih Allah bagi dunia. Yesus sendiri berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh 3:16).
Pada hari ini pikiran kita dibuka oleh Tuhan untuk menyadari bahwa Bait Allah adalah Tubuh Kristus sendiri. Kita juga membentuk tubuh Kristus dan konsekuensinya adalah kita juga meniadi Bait Allah. St. Paulus mengatakan: “Karena sama seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu, sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus. Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh. Karena tubuh juga tidak terdiri dari satu anggota, tetapi atas banyak anggota.” (1Kor 12:12-14). Kita semua berbeda-beda tetapi membentuk satu tubuh yang sama yaitu Tubuh Kristus.
Hal yang penting di sini adalah bagaimana kita dapat berelasi dengan Allah. Bagaimana kita dapat bersahabat dengan Allah sendiri. Mari kita melihat sikap kita ketika pergi ke Gereja. Bandingkanlah saudara-sadara kita yang beragama lain. Mereka sangat rapi ketika pergi berdoa di tempat ibadah mereka. Kalau kita orang katolik, selalu berdalih bahwa Tuhan melihat hati bukan bagian luarnya. Sebenarnya sama-sama mencerminkan diri kita baik luar maupun dalam diri kita.
Pada hari ini mindset kita perlu berubah bahwa Gereja adalah tempat yang kudus. Kita pergi ke Gereja untuk menguduskan diri kita dan membangun relas yang mendalam dan bersahabat dengan Tuhan. Maka, apakah kita benar-benar menguduskan tempat ibadah kita? Apakah kita memperhatikan bangunan Gereja kita? Bait Allah adalah Tubuh Kristus dan kita adalah bagian dari Tubuh yang satu dan sama. Kita bangga sebagai pengikut Kristus, kita bangga sebagai orang katolik. Semoga kita semakin mengasihi, semakin terlibat dan semakin menjadi berkat di dalam Gereja kita.
P. John Laba, SDB