Homili 22 November 2021

Hari Senin, Pekan Biasa ke-34
Santa Sesilia, Martir
Dan 1:1-6.8-20
Mzm T.Dan 3:52-56
Luk 21:1-4

Berani memberikan seluruh nafkah dan hidup

Pada hari ini kita mengenang santa Sesilia, Martir. Beliau adalah seorang gadis Roma, putri bangsawan Coesilia, yang telah mengikuti Tuhan Yesus Kristus. Sejak kecil Sesilia sudah berjanji kepada Tuhan Allah untuk hidup suci, murni dan tidak menikah. Ketika sudah memasuki usia dewasa, orang-tuanya mempertunangkan dia dengan Valerianus, seorang pemuda yang berhati mulia dan jujur tetapi masih kafir. Sesilia menghormati niat orang tuanya namun tetap berpegang pada janjinya untuk hidup suci di hadirat Tuhan. Ketika mereka mulai hidup bersama, Sesilia berkata kepada Valerianus: “Valerianus! Aku mau menceritakan kepadamu suatu rahasia pribadi. Aku mohon engkau mendengarkannya dengan sepenuh hati dan tetap menerima aku sebagai isterimu. Engkau harus tahu bahwa aku mempunyai seorang malaekat yang selalu menjaga aku. Jika engkau berani menyentuh aku sebagaimana biasanya dilakukan oleh suami-isteri yang sudah menikah secara resmi, maka malaekat itu akan marah dan engkau akan menanggung banyak penderitaan. Tetapi jika engkau menghormati keperawananku, maka malaekat pelindungku itu akan mencintai emgkau sebagaimana dia mencintai aku.”

Reaksi Valerianus adalah mendengar dan memahami. Kemudian dia berkata: “Tunjukkanlah malaekat itu kepadaku. Jika ia berasal dari Tuhan maka aku akan mengikuti kemauanmu.” Jawab Sesilia: “Jika engkau percaya dan mau dibaptis menjadi Kristen, engkau akan melihat malaekat itu.” Valerianus kemudian dibaptis oleh Paus Urbanus di jalan Apia. Saat kembali ke rumah, didapatinya Sesilia sedang berdoa didampingi seorang malaekat yang membawa 2 mahkota bunga: untuk Sesilia dan Valerianus. Valerianus sangat terharu menyaksikan peristiwa itu. Dengan itu apa yang dikehendakinya terpenuhi: ia melihat sendiri malaekat pelindung Sesilia, isterinya. Sesilia dan Valerianus membantu menguburkan banyak martir yang dibunuh pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus. Sesilia ditangkap dan disiksa. Ia meninggal dengan dipenggal lehernya pada tahun 230.

Keberaniannya menghadapi kemartirannya membuat Sesilia tampil sebagai contoh gadis Kristen sejati, yang menjadikan hidupnya suatu madah pujian bagi Tuhan; ia dengan tegas dan gembira memilih keperawanan dan lebih senang mati daripada menyangkal cinta setianya kepada Kristus. Kemartirannya membuat banyak orang Roma bertobat dan mengimani Kristus. Dalam abad kelima di Roma didirikan sebuah gereja basilik untuk menghormatinya, dan devosi-devosi rakyat segera mengangkatnya sebagai pelindung paduan suara dan musik gerejawi.

Sesilia menginspirasi kita semua untuk kembali kepada komitmen pribadi kita. Bagi para orang muda, remaja dan anak-anak: hidup kita hanya sementara saja maka kita perlu mengisinya dengan kasih dan selalu berbuat baik. Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Sesilia telah berkomitmen untuk mengasihi Tuhan dengan hidupnya yang suci dan murni. Dia misalnya berkomitmen membawa Valerianus untuk masuk ke dalam Gereja, mengenal, mencintai Tuhan dan sesama. Sesilia menghargai kesucian tubuhnya. Apakah anda menghargai kesucian tubuhmu? Bagi para orang tua supaya tetap menyadari tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pendidil nomor satu kepada kebaikan. Orang tua harus berani melepaskan egonya dan membaktikan diri bagi keluarga dan anak-anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama bagi anak-anaknya. Orang tua menghargai nilai hidup anak-anaknya. Bagi para pendidik, lakukanlah tugas-tugasmu sebagai pendidik dengan cinta kasih yang besar. Semua ini membantu kita untuk memberikan hidup kita sampai tuntas kepada Tuhan dan sesama.

Tuhan Yesus dalam bacaan Injil hari ini mangajarkan kita untuk memberikan diri secara total untuk kebaikan. Dia mengajar para murid-Nya dengan sebuah contoh hidup dari seorang janda. Konon janda miskin tanpa nama ini pergi ke dalam Bait Allah untuk berdoa. Biasanya umat yang datang untuk berdoa memiliki kebiasaan yang baik untuk memberikan derma. Derma yang terkumpul itu diperuntukan bagi orang-orang miskin. Tentu saja janda yang mengumpulkan kolekte itu akan kebagian juga. Prinsipnya adalah ketika kita memberi dengan sukacita maka kita juga akan menerima dengan sukacita.

Apa yang dilakukan janda itu? Dia memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan. Yesus memuji janda itu karena memberi dengan sukacita. Dia adalah janda miskin, sosok orang lemah dalam masyarakat sosial, Namun memberikan lebih banyak dari orang-orang lain. Ia memberikan dari kekurangannya bahkan seluruh nafkahnya dia berikan untuk kebaikan banyak orang. Janda tanpa nama ini sungguh luar biasa dan berhati mulia. Dia tidak takut miskin atau takut hidup berkekurangan. Dia akan mendapatkan lebih dari yang sudah diberikannya dengan sukacita. Seluruh nafkah, seluruh hidup diberikan untuk kebaikan orang lain.

Banyak kali kita memberi dengan penuh perhitungan. Kita takut untuk menjadi miskin sehingga tidak berani untuk memberi. Kita menjadi pelit, tidak bermurah hati dan tidak berani berbagi dengan sesama manusia. Dalam masa pandemi ini kita perlu dan harus berani untuk berbagi dengan sesama yang sangat membutuhkan. Kita sendiri mengalami empati dari Tuhan maka kita juga perlu berempati dengan sesama manusia. Kalau bukan sekarang berempati, kapan lagi? Apa untungnya anda menjadi pelit? Mari kita berusaha untuk mengikuti teladan seorang perawan suci, martir santa Sesilia dan seorang janda tanpa nama yang murah hati.

P. John Laba, SDB