Homili 6 Desember 2021

Hari Senin, Pekan Adven II
Yes. 35:1-10;
Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14;
Luk. 5:17-26

Yesus memang menakjubkan

Saya tetap mengingat seorang sahabat yang mengatakan rasa bangganya sebagai pengikut Kristus. Ia berkata: “Saya merasa bangga sebagai pengikut Tuhan Yesus Kristus. Saya tetap merasa bangga sebagai orang Katolik. Saya memang merasa diperlakukan tidak adil di tempat kerja karena saya mengikuti Yesus Kristus, namun saya tetap merasa bangga karena Yesus Kristus adalah pribadi yang menakjubkan. Dia mengasihi saya apa adanya, dan hingga saat ini saya tetap hidup berkecukupan. Semua ini karena kasih dan kebaikan Tuhan Yesus Kristus”. Perkataan seorang sahabat yang sedang mengalami guncangan di tempat kerja karena merasa diperlakukan tidak adil ini tetap saya ingat. Dalam situasi yang sulit sekalipun, Tuhan Yesus tetap menjadi kekuatan baginya. Yesus Kristus tetap menjadi andalannya.

Pada hari ini kita mendengar kisah Injil yang menakjubkan. Tuhan Yesus tetap menjadi pribadi yang menakjubkan pula. Ketika itu Dia sedang mengajar. Para audiens yang mendengar-Nya adalah para murid, juga beberapa ahli Taurat dan kaum Farisi. Yesus juga menunjukkan kuasa-Nya yang menakjubkan untuk menyembuhkan orang-orang sakit. Sebab itu orang-orang berdatangan dari semua desa di Yudea, Galilea dan Yerusalem dengan segala sakit penyakit mereka dan merekapun mengalami kesembuhan.

Pada waktu itu ada beberapa orang yang mengusung seorang lumpuh untuk disembuhkan Yesus. Mereka sendiri mengalami kesulitan untuk sampai kepada Yesus, tetapi mereka tetap berupaya hingga mencapai Yesus. Caranya adalah dengan membuka atap rumah di mana Yesus berada dan menurunkan rekan mereka yang lumpuh untuk disembuhkan. Tuhan Yesus tidak hanya melihat keadaan fisik orang lumpuh yang memohon kesembuhan, tetapi melihat iman orang yang membawanya kepada Yesus dan juga iman orang yang membutuhkan penyembuhan. Tuhan Yesus berkata: “Hai saudara, dosamu sudah diampuni”. Perkataan Yesus disertai perbuatan baik-Nya ternyata tidak dapat ditanggapi oleh semua orang yang hadir saat itu. Para ahli Taurat dan kaum Farisi berpikir negatif terhadap Yesus perihal ucapan Yesus tentang kuasa-Nya untuk mengampuni dosa.

Tuhan Yesus mengetahui pikiran mereka maka Ia pun menegur mereka dengan berkata: “Apakah yang kamu pikirkan dalam hatimu? Manakah lebih mudah, mengatakan: Dosamu sudah diampuni, atau mengatakan: Bangunlah, dan berjalanlah? Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa” Lalu berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: “Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” (Luk 5:22-24). Orang lumpuh itu bangun, mengangkat tempat tidurnya dan kembali ke rumahnya sambil memuliakan Allah. Orang-orang selain para ahli Taurat dan kaum Farisi merasa takjub, sekaligus takut dan berkata bahwa pada hari itu mereka menyaksikan hal-hal yang sangat menakjubkan.

Kisah orang lumpuh ini adalah kisah anda dan saya. Kita merasa diri sebagai orang normal tetapi sebenarnya kita juga tidak lebih dari orang lumpuh yang membutuhkan penyembuhan, pengampunan dari Tuhan. Kita membutuhkan Tuhan dalam hidup kita. Kita juga membutuhkan sesama yang dapat mengantar kita untuk bertemu dengan Tuhan. Di saat-saat yang sulit, selalu saja ada sesama yang menyadarkan kita dan membawa kita untuk bertemu dengan Tuhan, mengalami pertobatan dan penebusan berlimpah. Mungkin saja kita terlampau mengandalkan diri kita, tetapi kita sebenarnya sedang mengalami kelumpuhan iman yang membuat kita menjauh dari Tuhan. Pikirkanlah selama masa pandemi ini. Kita bisa semakin jauh dari Tuhan, bisa juga menjadi dekat dengan Tuhan karena dorongan sesama kita.

Kita juga sering menjadi orang Farisi dan para ahli Taurat yang menghalangi sesama untuk bertemu dengan Tuhan. Berapa kali kita juga berpikiran negatif terhadap sesama bahkan terhadap Tuhan sendiri. Sifat Farisi yang di dalam diri kita adalah terbiasa untuk membenarkan diri dan berpikiran negatif terhadap sesama. Banyak kali kita tidak mengapresiasi perbuatan baik sesama, tetapi yang ada pada kita adalah iri hati, benci dengan mereka yang berbuat baik.

Apa untungnya kita hidup seperti ini? Kita mungkin saja puas dan bahagia tetapi hanya sebentar saja. Selebihnya hanya ada rasa kecewa dan beban menguasai hidup kita. Masa Adven menjadi kesempatan bagi kita untuk membaharui diri kita. Mari kita berusaha supaya meninggalkan hidup lama, yang sifatnya kefarisian dan membangun kultur atau peradaban kasih. Kasih adalah segalanya. Adven adalah kesempatan untuk berubah, bertobat. Tuhan Yesus semakin menakjubkan kita ketika kita mengalami-Nya dalam pertobatan pribadi kita.

P. John Laba, SDB