Homili 7 Mei 2022

Hari Sabtu Pekan III Paskah
Hari Sabtu Imam
Kis. 9:31-42
Mzm. 116:12-13,14-15,16-17
Yoh. 6:60-69

Tuhan menghormati kebebasan manusia

Saya pernah mendapat sebuah ‘insight’ dari seorang pemuda yang mengaku bangga sebagai anak Tuhan karena Tuhan selalu menghormati kebebasannhya sebagai manusia. Saya menyimaknya sambil berefleksi ketika mendengar pengakuannya ini. Saya lalu teringat pada Raja Daud yang di dalam Kitab Mazmur, berdoa kepada Tuhan sambil mengekspresikan sosok Tuhan yang mengenal dan menghormati kebebasan manusia seperti ini: “Tuhan, Engkau menyelidiki dan mengenal aku; Engkau mengetahui, kalau aku duduk atau berdiri, Engkau mengerti pikiranku dari jauh. Engkau memeriksa aku, kalau aku berjalan dan berbaring, segala jalanku Kaumaklumi.” (Mzm 139:1-3). Doa raja Daud ini kiranya menjadi contoh teks Kitab Suci yang menggambarkan Tuhan yang kita Imani. Sekali lagi, Tuhan sangat menghormati kebebasan kita semua.

Mari kita memperhatikan kisah jatuhnya manusia pertama di taman Firdaus. Manusia pertama dan keturunannya diberikan Tuhan secara cuma-cuma tiga anugerah terbaik yang menunjukkan jati dirinya sebagai manusia yakni suara hati, akal budi dan kehendak bebas. Sayang sekali karena manusia pertama menyalahgunakan kebebasan yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka sehingga mereka jatuh ke dalam dosa pertama. Mereka sudah terang-terangan jatuh ke dalam dosa namum masih belum mengakui dosanya, malah saling mempersalahkan. Perhatikan kutipan ini: “Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Kemudian berfirmanlah Tuhan Allah kepada perempuan itu: “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Jawab perempuan itu: “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” (Kej 3: 12-13). Manusia pertama mewariskan perilaku keberdosaannya itu dari generasi ke genarasi. Orang mudah menyalahgunakan kebebasan untuk saling mempersalahkan dan tidak mengakui kesalahan yang sudah dilakukan.

Tuhan Yesus adalah sosok yang hebat. Dia sangat menghormati kebebasan para murid-Nya. Dia melakukan sebuah diskursus yang panjang tentang Roti Hidup. Yesus sendiri adalah Roti Hidup yang mengatakan kepada kita untuk makan tubuh-Nya dan minum darah-Nya. Ia terus terang berkata: “Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman. Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia.” (Yoh 6:54-55). Perkataan Yesus ini dinilai sangat keras sehingga menimbulkan krisis iman para murid di Galilea. Banyak di antara mereka mundur sambil bersungut-sungut dan mengatakan: “Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?” (Yoh 6:60).

Dalam situasi seperti ini Tuhan Yesus menghormati kebebasan mereka dengan memberikan dua pertanyaan ini: “Adakah perkataan itu menggoncangkan imanmu? Apakah kamu tidak mau pergi juga?” (Yoh 6: 61.67). Kedua pertanyaan ini membuat para murid harus berani memilih dan mengambil keputusan apakah mereka ikut ramai dan mundur seperti teman-teman mereka yang lain atau tetap bertahan bersama Yesus. Simon Petrus selalu tampil beda. Ia mengatakan kepada Yesus: “Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu, bahwa Engkau adalah Yang Kudus dari Allah.” (Yoh 6:68-69). Perkataan Simon Petrus ini merupakan pengakuan iman akan Yesus Kristus yang sudah sedang mereka ikuti dari dekat. Berpasrah kepada Tuhan yang memiliki perkataan hidup kekal dan bahwa Yesuslah adalah Yang Kudus dari Allah.

Pengakuan iman kepada Yesus sebagai Logos atau perkataan hidup yang kekal dan bahwa Yesus adalah Yang Kudus dari Allah sangat memotivasi para murid yang setia kepada Yesus untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan Yesus. Santo Lukas menceritakan kisah-kisah yang menakjubkan dari para Rasul. Misalnya setelah Saulus bertobat, jemaat yang berada di Yudea, Galilea dan Samaria hidup dalam damai. Mereka mulai takut akan Tuhan karena mereka percaya kepada-Nya. Jumlah mereka semakin bertambah dan para Rasul terutama Petrus dan rekan-rekannya merasa bebas untuk mewartakan Injil dan melakukan tanda-tanda dalam nama Yesus. Kali ini Simon Petrus dalam nama Yesus menyembuhkan seorang lumpuh Bernama Eneas di Lida dan membangkitkan Tabita atau yang dikenal dengan nama Dorkas di Yope.Tanda-tanda dilakukan Simon Petrus karena kuasa Tuhan Yesus.

Bacaan-bacaan Kitab Suci yang kita dengar hari ini membantu kita untuk selalu bersyukur kepada Tuhan. Apapun hidup kita, siapakah diri kita di hadirat-Nya, Dia selalu menghormati kebebasan kita sebagai anak-anak-Nya. Kita mengingat perkataan Tuhan melalui Nabi Yesaya ini: “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau, maka Aku memberikan manusia sebagai gantimu, dan bangsa-bangsa sebagai ganti nyawamu.” (Yes 43:4). Kita begitu berharga di mata Tuhan, begitu mulia dan dikasihi Tuhan. Maka kikta seharusnya semakin serupa dengan Tuhan yang menerima semua orang apa adanya. Kita semua sebagai manusia bersamaan kedudukan di hadirat Tuhan.

P. John Laba, SDB