Memandang dan mengagumi Santo Yusuf
Mengawali sambutan saya atas buku ‘Melangkah bersama Yusuf’ ini, saya mengingat sosok Isidore dari Iselamo, yang memandang dan mengagumi kebajikan-kebajikan yang luar biasa dari santo Yusuf. Ia membuat sebuah akronim kebajikan-kebajikan santo Yusuf sesuai dengan namanya yakni JOSEPH: J adalah Justice (keadilan), O adalah Obedience (ketaatan), S adalah Silence (keheningan), E adalah Experience (pengalaman), P adalah Prudence (kebijaksaan) dan H adalah Humility (kerendahan hati). Dengan memahami makna akronim kebajikan-kebajikan santo Yusuf sesuai dengan namanya sendiri ini membuat kita semua semakin terkagum-kagum pada sosok orang kudus ini. Maka kalau kita kembali ke makna nama Yosef יוֹסֵף yang sebenarnya yakni ‘Tuhan akan menambahkan’ maka semakin jelas pula bahwa dengan memandang dan mengagumi Santo Yusuf kita akan memiliki kebajikan-kebajikannya yakni keadilan, ketaatan, keheningan, pengalaman, kebijaksanaan dan kerendahan hati. Kebajikan-kebajikan ini dapatlah menjadi jalan kekudusan bagi kita semua.
Saya sendiri mamandang dan mengagumi Santo Yusuf ketika sering mendengar dan menyanyikan lagu ‘Santo Yosep yang menjaga’ dari buku Madah Bakti (no.553) dan buku Puji Syukur (no. 644). Lagu ini selalu dinyanyikan sebagai lagu penutup dalam ibadah di lingkungan atau sebagai lagu sesudah komuni dalam perayaan Ekaristi di Gereja. Kata-kata yang begitu sederhana tetapi sangat bermakna untuk membantu pertumbuhan iman kita: “Santo Yusuf yang menjaga keluarga Nazaret, kau menjaga Bunda kudus, juga Yesus penebus. Sudilah doakan kami pada Yesus, Anakmu; dan lindungilah selalu kami sekeluarga. Di tengah mara bahaya beri kami harapan, kuatkanlah iman kami agar jangan tersesat. Bapa Yusuf antar kami ke hadirat Yesusmu, agar kami berbahagia dalam hidup yang kekal.” Santo Yusuf adalah perantara doa yang hebat bagi kita semua.
Pada saat ini, sebagai seorang imam Salesian Don Bosco (SDB), Santo Yusuf merupakan salah satu pelindung Kongregasi kami. Santo Yohanes Bosco selaku Bapak Pendiri mengajar kami bahwa pada santo Yusuf kami belajar untuk mendidik orang-orang muda untuk bertumbuh menjadi orang Kristiani yang baik dan menjadi warga negara yang jujur. Itulah sebabnya, di lembaga-lembaga pendidikan kami terutama di Sekolah-sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Balai Latihan Kerja (BLK) pasti ada patung Santo Yosef Pekerja yang selalu disalami oleh setiap siswa yang belajar di lembaga pendidikan kami.
Belakangan ini saya mengenal Komunitas Pria Katolik (KPK) dari paroki Santa Helena Curug yang memiliki sebuah gerakan devosional kepada santo Yusuf. Dengan memandang dan mengagumi santo Yusuf, pelindung Gereja Semesta alam maka lahirlah Sekolah dari Nazaret (SEDAN) dan Sekolah Abdi Yusuf (SAY). SEDAN dan SAY adalah gerakan devosional dari umat di Paroki Santa Helena melalui kelompok Kategorial Komunitas Pria Katolik kepada santo Yusuf. Mereka adalah kaum awam yang mengajak kami para imam dan biarawan-biarawati untuk ikut berdevosi kepada santo Yusuf. Gerakan ini bermula dari Gereja santa Helena di Curug lalu menyebar ke seluruh Nusantara, dari rumah keluarga sampai di LAPAS dan bahkan sampai ke luar negeri. Saya sendiri menjadi salah seorang alumni SEDAN dan terlibat dalam beberapa kegiatan nyata SEDAN dan SAY. Saya semakin mencintai santo Yusuf.
Apa yang menarik perhatian dari gerakan SEDAN dan SAY ini?
Bagi saya, adalah sebuah kebanggaan karena gerakan ini merupakan inisiatif dari umat awam yang mau melibatkan para imam dan biarawan-biarawati untuk berdevosi kapada santo Yusuf. Melalui SEDAN dan SAY para siswa dan siswi memandang dan mengagumi santo Yusuf yang memberikan keteladanan dan kebajikan yang sifatnya sangat transformatif. Sharing pengalaman dari para siswa dan siswi ternyata memiliki kekuatan transformatif bagi sesama siswa dan siswi yang lain. Transformasi yang dirasakan adalah bahwa relasi antar pribadi di dalam keluarga, baik sebagai pasutri maupun relasi antara orang tua dan anak-anak bisa pulih. Keteladanan dan kebajikan santo Yusuf ternyata dapat mengubah hidup pribadi dan pada akhirnya mengubah hidup sesama manusia.
Di samping sharing bersama di dalam kelompok, para siswa dan siswi SEDAN dan SAY juga melakukan karya sosial karitatif. Mereka memberi dari kekurangan mereka untuk saudara dan saudari yang sangat membutuhkan di masa pandemi, misalnya mereka yang berada di panti asuhan, panti jompo dan mereka yang sedang mengalami pembinaan di LAPAS. Sama seperti santo Yusuf, para siswa dan siswi SEDAN dan SAY melakukan ‘sharing is caring’ artinya berbagi sebagai tanda kepedulian mereka kepada sesama. Dengan demikian wajah santo Yusuf semakin dikenal di mana-mana dan dikagumi bukan hanya oleh orang katolik saja, tetapi sesama dari warga gereja lain di LAPAS yang begitu terkagum-kagum oleh sosok santo Yusuf. Memang memandang dan mengagumi Santo Yusuf itu gratis dan membawa keuntungan yaitu kita semua bertransformasi, semakin berubah untuk menjadi keluarga seperti keluarga kudus dari Nazaret dan menjadi abdi seperti santo Yusuf yang mengabdi Tuhan dan keluarga kudus.
Saya mengingat sebuah kesaksian Paus Fransiskus tentang devosinya kepada santo Yusuf. Ia bercerita: “Saya sangat mencintai St. Yusuf karena dia adalah seorang berkepribadian pendiam dan kuat. Saya sendiri memiliki sebuah patung St. Yusuf yang sedang tidur dan terletak di atas meja kerja saya. Meskipun dia tertidur namun dia tetap menjaga Gereja! Ya! Kita tahu bahwa dia pasti bisa melakukan itu. Makanya ketika saya mengalami suatu masalah atau kesulitan tertentu, saya selalu menulis catatan-catatan kecil dan meletakkannya di bawah patung St. Yusuf tertidur, sehingga dia dapat memimpikannya! Saya juga mengatakan kepadanya: ‘Doakanlah supaya masalah saya ini dapat selesai ya!” Ini adalah sebuah kesaksian gembala kita yang senantiasa memandang dan mengagumi Santo Yusuf. Kesaksian sederhana dan bermakna.
Saya mengakhiri sambutan ini dengan mengutip perkataan St. Josemaria Escriva: “Santo Yusuf, bapa dan tuan kita adalah seorang guru kehidupan batin. Sebab itu tempatkanlah dirimu di bawah perlindungannya dan anda akan merasakan kuat kuasanya.” Mari kita memandang dan mengagumi Santo Yusuf. Mari kita melangkah lagi bersama santo Yusuf untuk menjadi lebih serupa lagi dengan Yesus Anaknya.
P. John Laba, SDB