Peringatan Wajib Santa Agnes
Hari Keempat Pekan Doa sedunia
Ibr. 9:2-3,11-14
Mzm. 47:2-3,6-7,8-9
Mrk. 3:20-21
Siapa sebenarnya yang tidak waras?
Pada hari ini kita mengenang Kembali Santa Agnes, sang Perawan dan Martir. Nama Agnes berasal dari bahasa Yunani αγνος (hagnos) yang berarti Suci. Kadang-kadang nama ini diasosiasikan dengan kata berbahasa Latin yakni Agnus yang berarti anak domba. William Shakespeare, seorang pujangga Inggris yang terkenal, pernah mengatakan “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet” (Apalah arti sebuah nama? Andaikata kita memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi). Nama Agnes benar-benar menunjukkan jati dirinya sendiri sebagai seorang wanita kudus di dalam Gereja. Ia mempertahankan harkat dan martabat kekudusannya di hadirat Tuhan. Dalam situasi yang sulit di mana kematian ada di hadapannya, ia masih mengatakan: “Aku tidak akan mengkhianati Mempelai-ku dengan menuruti keinginan kalian. Tuhan Yesus telah memilihku dan aku adalah milik-Nya.” Selanjutnya dia masih berdoa berdoa, membungkukkan badannya untuk menyembah Tuhan, dan segera menerima hujaman pedang yang menghantarkan jiwanya yang suci kepada kekasihnya. Agnes telah mempertahankan kemurniannya dan memperoleh mahkota martir di surga. Kita memohon semoga santa Agnes mendoakan kita juga untuk mengikuti jalan kekudusan, menjadikan tubuh kita benar-benar sebagai rumah bagi Roh Kudus.
Sambil merenung tentang kehidupan santa Agnes ini, rasanya Tuhan benar-benar menyapa kita melalui Sabda-Nya dengan sebuah pertanyaan yang dapat kita renungkan bersama: “Siapa sebenarnya yang tidak waras?” Mari kita kembali menyelami kehidupan santa Agnes. Agnes saat itu barusan berusia 13 tahun, ia sudah menampakkan dirinya sebagai seorang gadis yang cantik an dewasa. Banyak lelaki yang jatuh cinta dengannya. Namun para lelaki itu patah hati karena Agnes menolak cinta mereka. Ia mengakui sudah menjadi milik Dia yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Di antara mereka yang ditolak, termasuk Procop, putera Gubernur Romawi. Penolakan ini berujung pada petaka yaitu kemartirannya pada sekitar tahun 304/305M. Sebelumnya dia sempat diancam untuk dikirim ke rumah pelacuran namun Ia dengan tegas berkata: “Yesus Kristus amat pencemburu, Ia tidak akan membiarkan kemurnian para mempelainya dicemarkan seperti itu. Ia akan melindungi dan menyelamatkan mereka. Kalian dapat menodai pedang kalian dengan darahku, tetapi kalian tidak akan pernah dapat menodai kesucian tubuhku yang telah kupersembahkan kepada Kristus.”
Dari kisah ini, kita kembali ke pertanyaan: “Siapakah yang tidak waras?” Tentu sangat jelas bahwa orang yang tidak waras adalah Kaisar Diocletianus dan orang-orangnya yang menghukum mati santa Agnes. Semua hanya karena keinginan manusia semata: nafsu-nafsu lahiria, sensasi-sensasi manusiawi yang sebenanarnya sangat fana. Di pihak Agnes, dia memberikan segalanya bagi Tuhan. Di pihak para algojo, mereka menunjukkan sikap arogansi semata-mata karena nafsu manusiawi. Akibatnya sesama manusia dianggap sebagai pribadi-pribadi tertentu untuk memuaskan hawa nafsu dunia. Kisah hidup santa Agnes ini berlangsung sepanjang zaman. Banyak anak-anak perempuan dan anak laki-laki yang dipaksa menikah, atau yang lebih ekstrim mereka menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang dewasa. Maka jelaslah di sini mana orang yang waras dan mana orang yang tidak waras.
Mari kita kembali ke kisah Injil hari ini. Penginjil Markus melaporkan bahwa Tuhan Yesus saat itu mengajar dan melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa. Selanjutnya, Ia sempat masuk ke dalam sebuah rumah. Pada saat yang sama datanglah orang banyak berkerumun untuk mendengar pengajaran-Nya. Akibatnya Yesus dan para murid-Nya tidak dapat makan dan minum karena sibuk. Perhatian mereka tercurah pada orang-orang yang mereka layani saat itu. Karena komitmen pelayanan ini maka penginjil Markus bersaksi bahwa ada reaksi cepat dari sanak keluarga Yesus: “Waktu kaum keluarga-Nya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia, sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.” Nah, siapa yang tidak waras dalam kisah ini? Mereka adalah orang-orang yang menutup mata mereka terhadap karya pelayanan Yesus dan para murid-Nya. Mereka sibuk melayani dengan mengajar dan membuat tanda-tanda. Namun orang yang menutup mata terhadap Yesus itu menganggap Yesus tidak waras dan melaporkan kepada sanak keluarga-Nya.
Banyak kali kita menjadi orang-orang yang tidak waras karena kita tidak memiliki kemampuan untuk berpikir positif kepada sesama, tidak mampu mengapresiasi segala sesuatu yang dilakukan sesama manusia, hanya bisa memanfaatkan kebaikan orang saja. Kita menjadi parasit dan cenderung merugikan sesama yang lain. Mari kita berusaha mematikan ketidakwarasan diri kita untuk bertindak lebih manusiawi dalam kehidupan kita setiap hari. Semoga kita selalu berbuat baik dan mencari keadilan dalam hidup kita.
Dalam pekan doa sedunia ini, marilah kita memohon pertolongan Tuhan melalui santa Agnes untuk menjadikan hati kita kudus seperti hatinya dan berusaha untuk berbuat baik dan mencari keadilan. Ini adalah jalan kewarasan bagi kita.
P. John Laba, SDB