Pesta Bertobatnya St. Paulus Rasul
Hari ketujuh Pekan doa sedunia
Kis. 9:1-22
Mzm. 117:1,2
Mrk. 16:15-18
Tuhan, apakah yang harus kuperbuat?
Kita berada di hari terakhir doa untuk persekutuan umat Kristiani di dunia. Kita sudah memulai doa bersama secara oikumene dari tanggal 18 Januari hingga hari ini tanggal 25 Januari. Paus Fransiskus memberikan tema untuk tahun ini: “Belajarlah berbuat baik dan usahakan keadilan” (Yes 1:17). Allah memanggil kita untuk mewujudkan iman Kristiani kita, untuk bertindak berdasarkan kebenaran bahwa setiap orang berharga, bahwa manusia lebih penting daripada benda-benda, dan bahwa ukuran setiap struktur kelembagaan dalam masyarakat adalah apakah ia mengancam atau meningkatkan kehidupan dan martabat setiap orang. Setiap orang memiliki hak dan tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam masyarakat, mengupayakan kebaikan dan kesejahteraan bersama bagi semua orang, terutama bagi mereka yang lemah dan miskin. Maka jelas bahwa di sini kita semua sebagai Gereja harus belajar berbuat baik dan mengusahkan keadilan.
Pada hari terakhir doa untuk persekutuan umat Kristiani ini kita merayakan pesta pertobatan rasul santo Paulus. Santo Paulus tidak malu-malu menceritakan masa lalunya. Mulanya dia adalah Saulus, seorang FPY (Front Pembela Yahudi). Dia menganiaya bahkan tidak segan-segan membunuh para pengikut Kristus. Suasana berubah saat dalam perjalanan ke Damaskus. Ia melihat cahaya yang kuat, membuatnya terjatuh dari punggung kuda hingga menjadi buta. Ini adalah awal pertobatan santo Paulus. Kita membacanya dalam Kisah Para Rasul: 9:1-31; 22:1-22 dan 26:9-24. Ini adalah sebuah contoh pengakuan Paulus: “Aku adalah orang Yahudi, lahir di Tarsus, Kilikia, tetapi dibesarkan di kota ini, dididik di bawah Gamaliel dengan ketat sesuai hukum nenek moyang kita, dan menjadi giat bagi Allah, sama seperti kamu semua pada hari ini.” (Kis 22:3).
Setelah bertobat dari Saulus menjadi Paulus maka dia mengikuti perintah Kristus: “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.” (Mrk 16:15-16). Dia melakukan perjalanan misionernya sebanyak tiga kali (Kis 13:1-14:28; 15: 36-18:22 dan 18:23-21:26).
Saya tertarik dengan tiga perkataan dari Santo Paulus. Pertama, Paulus memiliki pandangan pluralis. Ketika masih sebagai Saulus dia hanya menghargai kaum Yahudi saja. Setelah bertobat maka dia menjadi manusia pluralis. Semua orang memiliki hak untuk memperoleh keselamatan. Dia berkata: “Tiada ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu.” (Kol 3:11).
Kedua, Kesetiaan Tuhan bagi manusia itu luar biasa. Santo Paulus berkata: “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.” (1Kor 10:13). Saya teringat pada Helen Keller yang mengatakan bahwa kalau ada orang yang menutup pintu bagimu maka Tuhan akan membuka pintu-pintu yang lain, jendela pun dia membukanya bagimu.
Ketiga, Panggilan kepada persekutuan dengan Yesus. Santo Paulus berkata: “Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Flp 3:13-14). Untuk bersekutu dengan Yesus maka butuh pertobatan. Paulus tidak hanya berbicara tentang pertobatan tetapi dia memang pernah bertobat.
Lalu apa yang harus kita perbuat? Atau dengan meminjam pertanyaan Saulus: “Tuhan, apakah yang harus kuperbuat?”
Pada hari terakhir dalam pekan doa untuk persekutuan umat Kristiani, marilah kita belajar untuk berbuat baik dan mengusahakan keadilan. Ini adalah pengalaman nabi Yesaya namun Santo Paulus juga mengalaminya. Dalam perjalanan misionernya, dia melakukan kebaikan dan mengusahakan keadilan. Akibat perjuangannya ini maka berkali-kali dia dipenjara, dirajam dan diancam untuk dibunuh. Salah satu contoh Paulus mengusahakan keadilan adalah dengan menegur Filemon untuk menerima kembali Onesimus sebagai saudara: “Kalau engkau mengasumsikan diri sendiri temanmu seiman, terimalah dia seperti diri sendiri sendiri. Dan kalau dia sudah merugikan engkau ataupun berhutang padamu, tanggungkanlah semuanya itu kepadaku– aku, Paulus, menjaminnya dengan tulisan tanganku sendiri: Diri sendiri akan membayarnya–agar jangan kukatakan: “Tanggungkanlah semuanya itu kepadamu!” –karena engkau berhutang padaku, adalah dirimu sendiri. Ya saudaraku, semoga engkau berfaedah untukku di dalam Tuhan: Hiburkanlah hatiku di dalam Kristus!” (Flm 17-20). Kita juga hari ini boleh menata kembali diri kita dengan bertobat dan bersekutu dengan Kristus. Santo Paulus, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB