Hari Raya Santo Yohanes Bosco
Pendiri Kongregasi Salesian
Yeh 34,11-12.15-16.23-24.30-31
Flp 4,4-9
Mt 18,1-6.10
Menjadi Ragi Bagi Masyarakat Masa Kini
Pada hari ini kita semua mengenang Santo Yohanes Bosco atau yang lebih dikenal dengan nama St. Don Bosco. Bagi kami para Salesian, hari ini merupakan Solemnitas atau Hari Raya bagi semua komunitas Salesian di seluruh dunia. Setiap tahun, Rektor Mayor atau Pimpinan Umum di Roma sebagai pengganti Don Bosco menulis program tahunan bagi setiap konfrater dan seluruh keluarga Salesian yang kami kenal dengan nama Strenna. Pada tahun ini Pater Ángel Fernández Artime, SDB selaku Rektor Mayor Serikat Salesian Don Bosco memberikan Strenna berjudul: “Sebagai ragi dalam masyarakat masa kini. Dimensi Kaum Awam dalam keluarga Don Bosco.” Dengan terinspirasi oleh perkataan Tuhan Yesus dalam Injil Lukas: “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan kerajaan Allah? Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya” (Luk 13:20-21), Rektor Mayor mengharapkan supaya seluruh keluarga besar Don Bosco baik para imam, biarawan dan biarawati maupun kaum awam salesian dapat menyadari panggilannya untuk saling melengkapi satu sama lain sebagai ragi dalam masyarakat masa kini. Pater Angel mengatakan: “Dengan harapan dan kepercayaan yang besar, saya mengundang semua Keluarga Don Bosco dan khususnya anggota awam dari keluarga ini dan begitu banyak orang lain yang tergabung dalam gerakan Salesian yang luas ini untuk menanggapi secara kreatif, kolaboratif dan konkret, dalam segala cara yang mungkin, terhadap usulan sederhana dari Strenna untuk tahun 2023 untuk benar-benar menjadi ragi seperti di dalam Injil yang Yesus Tuhan kita ingatkan kepada kita.” Ini menjadi program hidup yang sangat bermakna bagi para Salesian dan seluruh keluarga Don Bosco masa kini.
Pada hari ini mata kita semua tertuju kepada santo Yohanes Bosco. Dia pernah menjadi ragi bagi manusia muda pada zamannya. Dia adalah seorang imam yang benar-benar bekomitmen untuk memanusiakan manusia muda di dalam dunia pendidikan. Ia tidak hanya berbicara tentang mendidik dan mencintai kaum muda tetapi ia melakukannya sepanjang hidupnya. Ia tinggal di tengah kaum muda, bekerja bagi mereka bahkan sampai meninggal dunia di tengah-tengah kaum muda. Don Bosco sendiri pernah bersaksi tentang hidup dan pengalamannya: “Bagi kalian saya belajar, bagi kalian saya bekerja, bagi kalian saya hidup, bagi kalian saya bahkan siap untuk memberikan nyawaku.” Ini benar-benar menjadi sebuah sinkronisasi antara kata dan karya nyatanya. Ini benar-benar menjadi ragi dalam masyarakat pada zamannya.
Kepada para Salesian dan para penerus pendidikan kaum muda ia mengatakan: “Tanpa adanya kepercayaan diri dan cinta kasih, tidak akan ada pendidikan yang sejati. Jika Anda ingin dicintai… Anda harus mencintai diri sendiri, dan membuat anak-anak muda merasa bahwa Anda mencintai mereka.” Menjadi ragi bagi masyarakat masa kini berarti membuat kaum muda merasa dan mengalami bahwa mereka memang dicintai. Kepada para orang tua, Don Bosco mengatakan: “Tuhan terkadang menghukum orang tua yang dalam kehidupan ini mengabaikan dan memperpendek hari-hari hidup anak-anak yang tidak taat.” Dan kepada kaum muda sendiri Don Bosco berkata: “Apakah Anda ingin teman-teman Anda menghormati Anda? Temanmu sendiri berpikir dengan baik tentang seluruh dunia dan bersedia membantu orang lain. Sebab itu anda juga perlu melakukannya sehingga Anda akan selalu bahagia.”
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini turut memperkuat panggilan kita untuk mengikuti jejak Don Bosco sebagai ragi bagi masyarakat masa kini. Nabi Yehezkiel dalam bacaan pertama menggambarkan sosok Allah sebagai Gembala yang baik. Dia menunjukkan keteladanan sebagai gembala yang mencari dan menyelamatkan domba-domba-Nya. Dia sendiri yang mempersatukan kawanan domba yang tercerai berai. Dialah yang memberi perhatian kepada kawanan domba yang sakit, merawatnya dengan baik. Demikan Tuhan akan memperlakukan umat kesayangan-Nya. Dan Tuhan sendiri berkata: “Kamu adalah domba-domba-Ku, domba gembalaan-Ku, dan Aku adalah Allahmu.” Semangat sebagai gembala yang baik mengandaikan bahwa sang gembala itu memiliki sebuah kebajikan yang luhur yaitu kerendahan hati. Ini yang mau diungkapkan dalam bacaan Injil hari ini. Kebajikan kerendahan hati membuat kita sendiri dapat bertobat dan menjadi layak di hadirat Tuhan. Kerendahan hati dan semangat untuk bertobat membuat sang gembala memiliki passion untuk melayani tanpa pamrih. Pelayanan yang penuh sukacita. Pelayanan itu adalah cerminan kebaikan hati. Santo Paulus dalam bacaan kedua mengatakan: “Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang.”
Bacaan-bacaan liturgi hari ini saya yakin seratus persen bahwa Santo Yohanes Bosco sudah melakukannya dengan baik. Dia menjadi gembala yang baik yang mengumpulkan anak-anak muda di Lorong-lorong kota Turin dan memanusiakan mereka. Dia menunjukkan kebajikan kerendahan hati untuk melayani dengan sukacita sampai tuntas. Dia hidup, melayani sampai mati di tengah kaum muda. Dan bagi saya ini adalah ragi yang benar bagi masyarakatnya pada saat itu. Kini adalah saatnya kita menjadi ragi bagi masyarakat kita masa kini dengan memiliki hati sebagai gembala yang baik. Kita menjadi gembala berbau domba. Kita memiliki pelayanan yang kreatif dan penuh sukacita. Kita menjadi pribadi yang rendah hati dalam melayani sesama. Santo Yohanes Bosco, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB