Homili 13 Februari 2023

Hari Senin, Pekan Biasa ke-VI
Kej 4:1-15,25
Mzm. 50:1,8,16bc-17,20-21
Mrk. 8:11-13

Jangan biarkan Dia bertolak ke seberang

Saya selalu mengingat sharing seorang pemuda yang mengaku sedang mengalami krisis iman. Ia merasa semakin hari semakin jauh dan meragukan Tuhan. Kadang-kadang dia bertajnya untuk mencobai Tuhan dalam pikirannya: “Kalau Tuhan ada dan Dia Mahakuasa, mengapa kejahatan semakin bertambah dari saat ke saat dan sulit untuk hilang di atas dunia? Mengapa pandemi merajalela dan mematikan begitu banyak orang yang tidak bersalah?” Masih banyak hal lain yang membuatnya menolak Tuhan di dalam hidupnya. Namun dia menjadi sadar dan berubah ketika mengalami intervensi medis di Rumah Sakit. Ada saja kelompok kategorial tertentu yang mengunjungi orang sakit dan mendoakan. Dia pun dikunjungi oleh orang-orang sederhana. Dalam keadaan lemah, ia berpasrah diri untuk didoakan, padahal dia sendiri nyaris menolak orang untuk mendoakannya. Namun apa yang terjadi setelah didoakan? Dia sembuh padahal dokter menvonis bahwa dia akan tinggal lebih lama di Rumah Sakit. Ini adalah awal yang baik baginya untuk keluar dari krisis imannya dan kembali kepada Tuhan. Dia selalu mengingat ibu-ibu sederhana yang berdoa sambil menutup mata untuk kesembuhannya. Dia merasa seperti sedang melihat malaikat di hadapannya.

Sang pemuda ini hanya salah satu dari begitu banyak orang yang sedang mengalami krisis iman. Hanya mereka malu untuk bercerita tentang krisis iman yang sedang mereka alami dan pertobatan yang mereka alami. Saya tertarik dengan bacaan Injil pada hari ini. Markus menceritakan bahwa ada orang-orang Farisi yang datang untuk bersoal jawab dengan Yesus. Mereka bahkan meminta suatu tanda dari surga untuk membuktikan bahwa Yesus sungguh-sungguh berasal dari surga. Mengapa mereka berani meminta suatu tanda dari surga? Karena orang-orang Farisi saat itu merasa sangat terganggu oleh pengakuan begitu banyak orang yang mengalami tanda-tanda heran yang dilakukan oleh Yesus: “Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Mat 11:5). Di samping tanda-tanda heran, Tuhan Yesus juga mengajar dengan kuasa dan wibawa. Penginjil Markus bersaksi: “Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.” (Mrk 1:22). Kata dan karya Yesus membuat orang Farisi pasti berpikir bahwa Yesus berasal dari Surga dan patutlah Ia memberikan sebuah tanda bahwa Ia sungguh berasal dari Surga.

Reaksi Yesus atas permintaan orang Farisi akan sebuah tanda dari surga ini adalah Pertama, Yesus mengeluh kepada mereka. Ia berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” (Mrk 8:12). Memang mengherankan sekali. Orang-orang Farisi mengetahui bahwa banyak orang merasakan karya Yesus dan mendengar perkataan-perkataan-Nya, namun mereka tetap menutup hati. Mereka tidak percaya kepada Yesus bahkan meminta suatu tanda untuk membuktikan bahwa Ia memang sungguh berasal dari surga dan mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya di atas dunia ini. Kedua, Yesus meninggalkan mereka dengan bertolak ke seberang. Tentu saja Tuhan Yesus merasa kecewa karena sikap orang-orang Farisi ini.

Sebenarnya hal meminta suatu tanda dari surga bukan hanya dialami oleh Yesus pada zaman dahulu. Orang-orang yang meminta suatu tanda dari surga itu menyaksikan secara langsung tanda-tanda ajaib, dan juga mendengar perkataan-perkataan-Nya. Pada saat ini pun masih begitu banyak orang yang mengalami kasih dan kebaikan Tuhan namun tetap mempertanyakan dan cenderung meragukan Tuhan sendiri. Orang mengakui diri sebagai pengikut Kristus, aktivis Gereja, melayani melalui kelompok kategorial tetapi masih meragukan dan mempermainkan Tuhan. Berapa kali kita secara pribadi meragukan Tuhan dan meminta tanda-tanda tertentu dari pada-Nya? Sadar atau tidak sadar kita mengecewakaan Tuhan sehingga membuat-Nya mengeluh dan bertolak ke seberang.

Pada saat ini masih begitu banyak orang yang melakukan kejahatan yang membuat Tuhan juga mengeluh dan bertolak ke seberang danau kehidupan kita. Kisah Kain membunuh Abel saudaranya merupakan tindakan jahat karena Kain seolah-olah mentuhankan dirinya untuk mengambil nyawa saudaranya. Rasa cemburu, iri hati, amarah dan dengki menguasai manusia sehingga tidak mengenal saudara, kawan dan sahabat. Manusia tidak memiliki hak untuk mengambil nyawa saudaranya karena dia bukanlah pencipta. Reaksi negatif manusia bukan hanya antar saudara dan sesama manusia. Reaksi negatif pun ditujukan kepada Tuhan. Perhatikan perkataan Kain kepada Tuhan ketika Tuhan menanyakan di mana adiknya Abel: “Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?” (Kej 4:9). Sebuah jawaban yang penuh dengan emosi dan kemarahan.

Manusia selalu membuat Tuhan mengeluh, kecewa dan bertolak ke seberang danau kehidupan kita. Ketika tiba di seberang Tuhan tetap berbuat baik kepada orang-orang yang menunggu-Nya. Ia terus berbuat baik di tengah cemohan dan ketidakpercayaan manusia. Hal yang sama sudah dilakukan Tuhan Allah kepada Kain. Dia bersalah bahkan dikutuk tetapi belas kasih Tuhan tetap menaunginya: “Barangsiapa yang membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.” Kemudian Tuhan menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia.” (Kej 4:15). Tuhan tetap menjadi pemenang karena Dia Maharahim. Menjadi tugas kita saat ini adalah jangan membiarkan Tuhan Yesus bertolak ke seberang danau kehidupan kita. Kita harus hidup baik-baik sebagai pengikut-Nya.

P. John Laba, SDB