Homili 14 Februari 2023 – Santo Sirilius dan Metodius

Peringatan Wajib St. Sirilus dan Metodius
Kej. 6:5-8,7:1-5,10
Mzm. 29:1a,2,3ac-4,3b,9b-10
Mrk. 8:14-21

Ketika Tuhan menyesal

Pada pagi hari ini saya membaca kembali kisah penciptaan manusia di dalam Kitab Kejadian. Perkataan Tuhan ini menginspirasi saya untuk merenung lebih dalam lagi tentang kasih dan kebaikan Tuhan bagi manusia: “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: ”Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.” (Kej 1:27-28). Tuhan sendiri sudah memiliki rencana yang begitu indah dan mulia bagi manusia. Namun dosalah yang menghancurkan hubungan manusia dengan Tuhan. Setelah Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa maka keturunannya pun mulai jatuh ke dalam kejahatan dan dosa. Saling membunuh satu sama lain dan memberontak terus kepada Tuhan.

Lalu apa reaksi Tuhan terhadap manusia yang berdosa? Tuhan tentu merasa kecewa karena rencana semulanya adalah manusia sesuai gambar dan rupa Tuhan sendiri. Tuhan menghendaki kekudusan atau keserupaan dengan Tuhan. Santo Paulus bahkan mengatakan: “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” (Ef 1:4). Namun karena dosa yang semakin bertambah, kejahatan manusia merajalela tidak sesuai dengan kehendak Tuhan sang Pencipta maka Tuhan pun menyesal atas penciptaan manusia. Kita membaca: “Maka menyesallah Tuhan, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.” (Kej 6:6). Tuhan menyesal karena perilaku manusia memilukan hati Tuhan sang Pencipta. Reaksi Tuhan lebih ekstrim lagi yaitu mau membaharui muka bumi dan generasi maniusia. Tuhan bersabda: “Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” (Kej 6: 7).

Manusia berdosa turun temurun. Hati manusia cenderung kepada dosa bukan kepada Tuhan. Dalam bacaan Injil kita juga mendengar kecenderungan hati manusia untuk tidak percaya kepada Tuhan Yesus. Orang-orang mengalami tanda dan perkataan Tuhan Yesus. Orang sakit disembuhkan, orang mati dibangkitkan. Semua terjadi di depan mata mereka namun mereka tetap tidak percaya juga. Itus sebabnya Tuhan Yesus mengingatkan mereka untuk memiliki sikap waspada. Ia berkata: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” (Mrk 8:15). Ragi orang Farisi adalah sikap legalis, sok suci dan menghendaki bukti sampai meminta satu tanda dari surga. Ragi Herodes tentu berkaitan dengan kepribadian Herodes sebagai public figure yang harusnya menjadi teladan tetapi justru menunjukkan sikap jahatnya. Maka ragi Herodes merujuk pada semangat keduniawian, yang dikuasai dengan kesenangan dan ambisi politik.

Apa reaksi Yesus terhadap kelemahan manusiawi para murid-Nya? Ternyata para murid Yesus gagal dalam memahami peringatan Kristus ini. Pikiran mereka sangat manusiawi: mereka berpikir bahwa Yesus berbicara demikian karena mereka sedang tidak membawa roti. Pemahaman yang sempit dari para murid adalah hanya sebatas ragi dan roti saja. Padahal Yesus sendiri sudah menggandakan roti dan ikan di hadapan mereka. Mereka sendiri mengalami kepuasan tetapi masih ada keraguan di dalam hati mereka tentang Yesus yang sedang berada di tengah-tengah mereka. Mereka memiliki mata tetapi tidak melihat!

Apa yang harus kita pelajari dari Tuhan pada hari ini?

Manusia memang berdosa dan memiliki hati yang cenderung kepada kejahatan. Ada konkupisensi, artinya ada suatu hasrat atau nafsu yang sensual atau hawa nafsu di dalam diri manusia. Maka dari manusia pertama mereka memiliki kecendrungan untuk berdosa kepada Tuhan dan sesamanya. Di dalam dunia perjanjian Lama, Tuhan sampai memberikan air bah untuk membaharui generasi manusia dalam diri Nuh sebagai orang benar dan keturunannya. Di dalam diri Yesus, Ia tetap memberikan kasih dan kerahiman-Nya kepada manusia. Ia memperbanyak roti dan ikan untuk memuaskan manusia meskipun manusia mudah lupa dan tidak percaya kepada-Nya. Tuhan memang luar biasa, manusia berdosa dan berlaku jahat namun kasih dan kerahiman tetap ada untuk menyelamatkan manusia. Kejahatan hanya bisa dikalahkan oleh kasih dan kebaikan Tuhan.

Apa yang harus kita lakukan?

Tuhan tidak bekerja sendiri. Ia membutuhkan manusia untuk menjadi mitra kerja-Nya. Mereka adalah misionaris seperti santo Sirilius dan Metodius yang hari ini kita kenang. Kedua orang kudus ini adalah misionaris dan sahabat baik yang berjalan dalam jalan kekudusan. Ketika berada di tanah misi, khusus pelayanan mereka untuk para bangsa Slavia, Tuhan hadir dan membantu mereka untuk menginjil dalam budaya, berikulturasi sehingga Sabda benar-benar menjadi daging. Dengan keteladanan kedua orang kudus ini, mari kita berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan bukan membuat-Nya menyesal. Kita menyenangkan hati Tuhan dengan hidup layak sebagai orang benar seperti Nuh dan santo Sirilius dan Metodius. Santo Sirilius dan Metodius, doakanlah kami. Amen.

P. John Laba, SDB