Homili 4 Maret 2023

Hari Sabtu Pekan I Prapaskah
Ul. 26:16-19
Mzm. 119:1-2,4-5,7-8
Mat. 5:43-48

Kasih yang sempurna

Pada pagi hari ini, saya mendapat pesan singkat dari seorang sahabat berupa sebuah kutipan ayat Kitab Suci yang mengesankan hati. Dia mengatakannya sebagai ‘ayat emas’ yang menguatkan hatinya pada hari ini. Bunyi ayat emasnya adalah: “Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” (Kol 3:14). Bagi saya, perkataan Santo Paulus ini juga sangat menginspirasi kita semua dalam masa prapaskah ini. Kasih adalah segalanya. Kasih dapat mempersatukan dan menyempurnakan kita. Kasih adalah Allah sendiri yang mendorong kita untuk semakin menyerupai hidup-Nya. Kasih menjadi nyata dalam doa, puasa dan amal kita.

Pada hari ini Tuhan Yesus hadir dan menuntun kita supaya menggapai kesempurnaan dalam kasih Bapa di surga. Tuhan Yesus tidak hanya bersabda tetapi Ia juga menunjukkan keteladanan hidup yang sempurna kepada kita. Keteladanan macam apa yang dapat kita pelajari dari hidup pribadi Tuhan Yesus? Ia mengasihi dan mendoakan para algojo yang memusuhi dan menyalibkan-Nya. Dia juga menghendaki agar kita memiliki habitus untuk mengasihi dan mendoakan mereka yang memusuhi kita. Tuhan Yesus berkata: “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5:44). Kita perlu jujur bahwa kita memiliki musuh dan kita juga menjadi musuh bagi sesama. Kita mengasihi dan mendoakan musuh karena kita pun pasti didoakan oleh orang lain. Maka kasih dan doa adalah jalan yang terbaik bagi kita untuk berbenah diri sehingga kita benar-benar menjadi anak Bapa di surga. Dia adalah kasih dan mengasihi segalanya.

Tuhan Yesus dalam Injil juga menghadirkan sosok Allah Yang Maharahim. Dia menunjukkan wajah kerahiman Allah. Mengapa? Karena orang baik dan orang jahat dikasihi-Nya dengan kasih yang sempurna tanpa membuat suatu perbedaan apapun. Tuhan Yesus berkata: “Kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Mat 5:45). Perkataan Tuhan Yesus ini mempertegas sosok Allah Bapa yang kita imani sebagai Kasih (1Yoh 4:8.16). Pikirkanlah, kalau saja Tuhan Allah membedakan orang baik dan orang jahat maka sangat jelas di mata kita mana orang yang mendapatkan sinar matahari dan hujan. Ternyata semua orang mendapatkan yang sama. Mengapa demikian? Karena Tuhan selalu sabar dan memberi kesempatan kepada kita untuk berubah menjadi sempurna seperti jati diri Allah sendiri.

Apa yang harus kita lakukan?

Kita harus berusaha untuk menjadi sempurna seperti Bapa di Surga sempurna adanya. Ini adalah harapan Yesus dari Injil bagi kita hari ini. Bagaimana caranya? Selain mengasihi dan berdoa, Tuhan juga mengingatkan kita untuk setia melakukan perintah-perintah-Nya dengan setia dan sepenuh hati. Dalam bacaan pertama kita mendengar bagaimana Musa mengingatkan bangsa Israel: “Pada hari ini Tuhan, Allahmu, memerintahkan engkau melakukan ketetapan dan peraturan ini; lakukanlah semuanya itu dengan setia, dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu.” (Ul 26:16). Kita juga diingatkan untuk menerima Allah sebagai satu-satunya Tuhan di dalam hidup kita. Tidak ada Allah lain dalam hidup kita selain Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Dialah yang diajarkan Yesus untuk menyapa-Nya sebagai Abba atau Bapa kita. Dialah kesempurnaan dan kekudusan yang patut kita ikuti dan menyerupai-Nya.

Saya mengakhiri homili dengan mengutip perkataan St. Antonius Maria Claret: “Kesempurnaan Kristiani terdiri dari tiga hal: berdoa dengan gagah berani, bekerja dengan gagah berani, dan menderita dengan gagah berani.” Kita pun dengan gagah berani berdoa, bekerja dan menderita karena kasih kepada sesama, musuh sekalipun. Ketiga hal ini menjadi jalan kesempurnaan kasih bagi kita.

P. John Laba, SDB