Hari Jumat Agung 2023
Mengenangkan Sengsara dan Wafat Tuhan
Yes 52: 13-53:12
MT. Mzm. 31:2.6.12-13.15-16.17.25
Ibr. 4:14-16.5:7-9
Yoh 18:1-19:42
Lihatlah Kayu Salib
Salah satu bagian penting dalam Ibadat Hari Jumat Agung adalah upacara Penghormatan Salib. Biasanya pemimpin ibadah dan segenap umat menyanyikan sebuah lagu yang mengiringi prosesi Salib dari pintu depan Gereja hingga di depan Altar Gereja. Misalnya sebuah lagu dari Puji Syukur no.505. Inilah syair lagu yang dimaksud: “Lihatlah kayu salib, di sini tergantung Kristus, Penyelamat dunia. Marilah kita bersembah sujud kepada-Nya.” Tentang ‘melihat Salib Kristus’, sudah kita renungkan bersama sepanjang masa Prapaskah ini karena setiap hari Jumat kita melakukan ibadah Jalan Salib. Dari stasi atau perhentian pertama sampai perhentian terakhir kita melihat Salib sambil merenungkan penderitaan Kristus. Semua kisah Paskah Kristus di dalam Injil diceritakan kembali untuk membangkitkan cinta kita kepada Tuhan Yesus Kristus yang sudah mengorbankan diri-Nya untuk keselamatan kita. Penginjil Yohanes bersaksi bahwa dalam percakapan dengan Nikodemus, Tuhan Yesus berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah menganiakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17).
Saya teringat pada St. Carolus Borromeus. Ia pernah berkata begini: “Lihatlah, Yesus Kristus yang disalibkan, yang adalah satu-satunya dasar pengharapan kita; Dia adalah pengantara dan pembela kita; korban dan kurban untuk dosa-dosa kita. Dia adalah kebaikan dan kesabaran itu sendiri; belas kasihan-Nya tersentuh oleh air mata para pendosa, dan Dia tidak pernah menolak pengampunan dan rahmat bagi mereka yang memintanya dengan hati yang sungguh-sungguh menyesal dan rendah hati.” Perkataan Santo Carolus Borromeus ini membuka wawasan kita untuk mengerti lebih dalam lagi makna salib bagi keselamatan kita. Kita tentu tidak hanya memandang Salib tetapi pertama-tama kita memandang Kristus tersalib. Dialah dasar pengharapan kita, satu-satunya Pengantara dan Pembela kita, korban sekaligus Kurban untuk dosa-dosa kita. Penderitaan Kristus tersalib adalah segalanya bagi kita. Maka tepatlah Santo Paulus yang berkata: “Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam di dalam Kristus, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi , maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah Salib Kristus.” (Kol 1:19-20). Kristus sungguh adalah damai kita. Dia mendamaikan kita dengan Salib yang menghubungkan kita dengan Bapa di Surga.
Tuhan Yesus sangat menderita. Semua ini dilakukan Yesus karena kasih. Saya teringat pada sebuah perkataan ini: ”Paku-paku yang tajam tidak mampu menahan Tubuh Yesus Kristus di atas kayu salib. Hanya cinta kasih yang mampu menahan Tubuh sang Penebus dunia.” Saya sepakat bahwa penderitaan Kristus ini semata-mata karena kasih. Yesus adalah Hamba yang menderita. Kita membaca dalam Kitab nabi Yesaya: “Sungguh hamba-Ku akan berhasil. Ia akan ditinggikan, disanjung, dan dimuliakan. Seperti banyak orang tertegun melihat dia, rupanya begitu buruk, tidak seperti manusia lagi dan tampaknya tidak seperti anak manusia lagi.” (Yes 52: 13-14). Mengapa Yesus memilih jalan penderitaan sehingga rupanyabegitu buruk tidak seperti Anak Manusia? Alasan utamanya adalah karena kasih. Dialah Hamba yang menderita yang menanggung penyakit kita, segala kesengsaraan kita dipikulnya. Ia tertikam karena kedurhakaan kita. Tuhan Yesus senantiasa beda. Dia memberikan segalanya bagi keselamatan kita.
Selain kasih kepada manusia, Tuhan Yesus juga taat kepada kehendak Bapa. Dengan melihat salib, kita memahami apa artinya ketaatan seorang Anak Allah kepada Bapa. Tuhan Yesus berdoa di taman Getzemani: “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26: 39). Tuhan Yesus mentaati Bapa di Surga bahkan Ia sampai wafat di kayu Salib. Benar sekali perkataan Tuhan Yesus ini: “Tak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13). Penulis surat kepada umat Ibrani mengajak kita supaya belajar mengikuti jejak Kristus. Ia telah belajar menjadi taat dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi seorang orang yang taat kepada-Nya. Maka dengan melihat salib, kita merenung penderitaan Kristus dan keselamatan kita.
Marilah kita melihat Yesus tersalib. Kita mengagumi dan mencintai-Nya dengan segenap hati. Karya penebusan berlimpah justru di alami mulai saat ini. Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip Santo St. Athanasius dari Alexandria: “Bahkan di atas kayu salib, Dia tidak menyembunyikan diri-Nya dari pandangan, tetapi Dia membuat semua ciptaan menjadi saksi atas kehadiran Penciptanya. Kemudian, setelah membiarkannya terlihat bahwa ia benar-benar telah mati, Ia tidak membiarkan bait tubuh-Nya berlama-lama di sana, tetapi segera pada hari ketiga membangkitkannya, tidak dapat ditembus dan tidak dapat binasa, sebagai janji dan tanda kemenangan-Nya.” Hari Jumat Agung selalu membuat kita lebih lama lagi melihat Yesus Kristus tersalib dan memeditasikannya. Pada Salib ada keselamatan! Yesus memikul sali
P. John Laba, SDB