Homili 20 Juni 2023

Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XI/A
2Kor 8:1-9
Mzm 146: 2.5-6. 7.8-9a
Mat 5:43-48

Memandang dan mengagumi Yesus Kristus

Apakah Anda pernah mengalami secara pribadi: Anda berada di depan Sakramen Mahakudus sambil memandang Yesus yang tersamar dalam Sakramen Mahakudus dan mengagumi-Nya? Atau ketika Anda sedang berada di depan salib dan memandang serta mengagumi Yesus Kristus tersalib? Bagaimana rasanya Anda memandang dan mengagumi Dia yang adalah Tuhan yang begitu mengasihimu? Apakah Anda meragukan-Nya? Apakah Dia juga memandangmu sambil menghitung dosa-dosamu? Saya merasa yakini bahwa Tuhan Yesus yang kita pandang dan kagumi itu tidak pernah memandang, menatap sambil menghitung dosa-dosa kita seperti yang biasa kita lakukan kepada sesama manusia. Memandang dan mengagumi Yesus menandakan kedekatan, persekutuan, iman dan kasih kepada-Nya yang tidak pernah berhenti mengasihi kita.

Pada hari ini santo Paulus melanjutkan pengajarannya kepada jemaat di Korintus. Ia mengingatkan kembali betapa pentingnya kasih karunia yang dialami jemaat di Makedonia. Gereja muda itu mengalami banyak kesulitan, cobaan berat, penderitaan namun ada sukacita yang meluap-luap dan mengalir keluar. Jemaat di Makedonia memang miskin namun kaya dalam kemurahan. Mereka mengalami kasih dan kebaikan Allah dan mereka juga menjadi murah hati kepada sesama sesuai dengan kemampuan mereka. Dalam kemiskinan mereka tetap memberi, tidak menjadi pribadi yang pelit. Ini kesaksian hidup yang luar biasa. Mereka tidak terpaksa untuk memberi seperti banyak di antara kita.

Bercermin pada pengalaman jemaat di Makedonia maka Santo Paulus menghendaki supaya jemaat di Korintus juga hidup dalam pelayanan kasih. Kasih karunia Allah yang dialami gratis maka mereka juga dipacu untuk murah hati, memberi dengan sukacita sebagai bentuk pelayan kasih kepada sesama. Paulus mengatakan: “Yesus sekalipun kaya telah menjadi miskin karena kalian, supaya karena kemiskinan-Nya kaluan menjadi kaya”. Perkataan Paulus tentang keteladanan Yesus ini sungguh luar biasa. Setiap pengorbanan kita memiliki dampak untuk mentransformasi hidup pribadi kita dan sesama. Kita menjadi semakin matang dalam melayani dan berbuat baik demikian sesama juga berubah menjadi pelayan yang baik. Tentu saja semua ini dapat terlaksana kalau kita bersandar pada Kristus.

Kita tidak hanya memandang dan mengagumi Kristus yang melakukan perbuatan kasih saja. Tuhan Yesus juga memberikan teladan pengampunan tanpa batas. Kita memandang dan mengagumi Yesus karena Dia mengajar kita perintah baru untuk mengashi, bahkan musuh sekalipun. Dalam ajaran lama kita diajarkan untuk mengasihi sesama sedangkan musuh kita patut membencinya. Yesus mengajarkan perintah baru dengan mengatakan bahwa kita mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menganiaya kita. Hanya dengan sikap seperti ini kita benar-benar menjadi anak Bapa di surga. Wow, perintah semacam ini sungguh luar biasa dan kalau kita mengikutinya maka kita patut menjadi anak-anak Bapa di Surga yang selalu mengasihi dan mengampuni.

Tuhan Allah mengasihi semua orang. Buktinya, Ia membuat matahari terbit bagi orang jahat dan orang baik, dan hujan diturunkan bagi orang benar dan orang tidak benar. Sikap dan keteladanan Tuhan itu patut kita miliki dalam hidup setiap hari, Kita patut mengasihi semua orang bukan hanya orang-orang tertentu saja yang mengasihi dan berhubungan baik dengan kita. Kasih dan kebaikan adalah bahasa universal. Kita perlu melakukannya dalam hidup kita.

Pada hari ini kita memandang dan mengagumi Yesus. Dia mengajar kita untuk memiliki pelayanan kasih tanpa batas, pengampunan dan kasih tanpa batas. Hanya dengan demikian kita sungguh-sunggu menjadi anak Bapa di Surga. Apakah kita benar-benar menjadi anak-anak Bapa di Surga seperti yang Tuhan Yesus harapkan?

P.John Laba, SDB