Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XI/A
2Kor 11:1-11
Mzm 111:1-2.3-4.7-8
Mat 6:7-15
Kamu salah berdoa?
Mengawali homili hari ini, saya mengingat sebuah perkataan yang bagus dari St. Yakobus. Ia berkata: “Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu.” (Yak 4:3). Coba Anda memikirkan saat-saat tertentu di mana anda sedang marah atau kesal dengan pribadi-pribadi tertentu. Sadar-atau tidak sadar Anda mendoakan orang itu untuk mendapat celaka tertentu. Kalau saja orang itu mengalami kecelakaan maka hatimu akan puas dan merasa seolah-olah Tuhan berada di pihakmu karena mengijinkan malapetaka bagi ‘musuh’mu itu. Ini adalah sebuah kekeliruan yang besar. Tuhan yang kita imani bukan seperti itu. Ini merupakan salah satu contoh kita salah berdoa.
Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa doa adalah “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik.” (KGK, 2559). Maka ketika kita berdoa, kita mengangkat jiwa kita, hati dan pikiran kita kepada Tuhan demi hal-hal yang baik bukan untuk hal-hal yang jahat. Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus memahami doa secara sederhana seperti ini: “Bagiku doa adalah ayunan hati, satu pandangan sederhana ke Surga, satu seruan syukur dan cinta kasih di tengah percobaan dan di tengah kegembiraan.” Maka ketika kita berdoa kita tidak mengungkapkan hal-hal yang muluk-muluk tetapi kita mengangkat jiwa kita, hati kita dan percaya bahwa Tuhan akan melakukan yang terbaik, tepat pada waktunya. Makna doa ini juga membantu kita untuk sadar diri supaya kita tidak salah berdoa.
Pada hari ini kita mendengar kisah kelanjutan pengajaran Yesus di bukit. Fokus pengajaran Yesus pada hari ini adalah tentang doa. Tuhan Yesus mengajar doa Bapa Kami. Mulanya Tuhan Yesus mengingatkan para murid supaya ketika mereka berdoa jangan bertele-tele sebab Bapa di Surga sudah tahu apa yang diperlukan sebelum meminta kepada-Nya. Untuk itu Tuhan Yesus mengajar doa Bapa Kami sebagai doa yang singkat dan sempurna. Doa Bapa Kami merupakan doa yang paling unggul dari semua doa sebab Tuhan Yesus sendiri yang menyusun dan mengajarkannya kepada para murid-Nya. Di dalam doa yang Tuhan Yesus susun ini tidak bertele-tele tetapi kata-katanya singkat dan menunjukkan harapan kita kepada Allah Bapa kita.
Tuhan Yesus mengajar kita dalam doa, pertama-tama untuk menyapa Allah sebagai Bapa dan tempat-Nya yaitu di dalam Surga. Dia sendiri menyapa-Nya ‘Abba’ maka kita pun diajarkan untuk menyapa Allah dengan sapaan yang sama yaitu Bapa. Setelah menyapa Allah sebagai Bapa, kita lalu menyampaikan tujuh permohonan kepada-Nya. Ada tiga permohonan yang langsung berhubungan dengan Bapa, dan empat permohonan yang berhubungan dengan kebersamaan dengan sesama kita. Inilah ketiga permohonan yang ada dalam doa Bapa Kami berhubungan dengan Bapa sendiri: Dimuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di Surga. Ada empat permohonan yang berkaitan dengan diri kita dan sesama: Berilah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya, ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami, jangan membawa kami kepada pencobaan, dan bebaskanlah kami dari yang jahat. Ketujuh intensi ini merupakan harapan-harapan kita kepada Tuhan. Semuanya singkat dan sederhana, langsung berhubungan dengan Tuhan, diri kita dan sesama yang ada di sekitar kita.
Kita kembali ke perkataan santo Yakobus, tentang salah berdoa. Sebagaimana saya katakan sebelumnya bahwa banyak kali kita salah berdoa karena doa-doa kita terlampau egois, memaksa Tuhan untuk mengabulkan doa-doa kita. Kalau saja kita sadar dan mendoakan doa Bapa Kami itu saja sudah cukup. Sebuah doa yang begitu sempurna. Santa Theresia dari Kanak-Kanak Yesus pernah bersaksi: “Kadang-kadang ketika saya berada dalam kondisi kekeringan rohani sehingga tidak ada satu pun pikiran baik yang terlintas dalam benak saya, saya mengucapkan doa ‘Bapa Kami’ dan “Salam Maria’ dengan sangat pelan-pelan, dan doa ini sudah cukup untuk mengeluarkan saya dari diri saya sendiri dan secara luar biasa menyegarkan saya.” Kita perlu menyadari bahwa ketika kita mendoakan doa Bapa Kami dengan sangat perlahan-lahan dan dengan penuh meditasi pastilah kita melakukan sebuah pekerjaan terbaik di dalam jiwa kita.
Lalu apa buah dari doa Bapa Kami dalam hidiup yang praktis?
Mari kita kembali ke Bacaan Pertama. Santo Paulus dalam tulisannya kepada jemaat di Korintus, mengingatkan mereka supaya memiliki kesabaran terhadap keberadaannya di tengah-tengah mereka. Ia tidak malu untuk mengatakan kelemahan manusiawinya di hadapan jemaat di Korintus. Paulus juga berbangga karena jemaat dalam keterbatasannya dapat menerima Yesus di dalam hidup pribadi mereka. Sikap menerima Yesus ini terjadi karena kesabaran yang mereka miliki kepada sang Rasul atau utusan Tuhan di tengah-tengah mereka. Dari tulisan santo Paulus kita menyadari bahwa buah dari doa adalah perbuatan baik yang nyata dan dialami sesama kita.
Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip perkataan santo Siprianus: “Jadi saudara-saudaraku, marilah kita berdoa seperti yang telah diajarkan oleh Allah, Tuhan kita. Meminta kepada Bapa dengan kata-kata yang telah diberikan Putera-Nya kepada kita, untuk membiarkan Dia mendnegar doa Kristus yang terngiang-ngiang di telinga-Nya adalah menjadikan doa kita sebagai sebuah doa persahabatan, sebuah doa keluarga. Biarlah Bapa mengenali kata-kata Putera-Nya. Biarlah Anak yang hidup di dalam hati kita, juga ada di bibir kita. Kita memiliki Dia sebagai Pembela bagi orang-orang berdosa di hadapan Bapa. Ketika kita memohin pengampunan atas dosa-dosa kita, marilah kita menggunakan kata-kata yang digunakan Pembela kita. Dia memberi tahu kita: Apapun yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, maka Ia akan memberikannya kepadamu. Doa apa yang lebih efektif yang dapat kita panjatkan dalam nama Kristus selain kata-kata doa-Nya sendiri.” Bersama para Rasul kita beradni berseru: “Tuhan ajarlah kami berdoa!”
P. John Laba, SDB