Hari Selasa, pekan Biasa ke-XX
Peringatan Wajib Santa Perawan Maria, Ratu
Hak. 6:11-24a
Mzm. 85:9,11-12,13-14
Mat. 19:23-30
Bagi Allah segala sesuatu mungkin
Pada hari ini kita merayakan peringatan Bunda Maria sebagai Ratu Surga. Gelar ini diberikan kepada Bunda Maria karena Dia adalah Bunda Yesus, Raja segala raja. Peringatan wajib ini dirayakan di dalam Gereja Katolik sejak tahun 1955. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Paus Pius XII menyampaikan Dogma Maria diangkat ke surga tahun 1950, dan secara liturgis kita merayakannya pada tanggal 15 Agustus, dan seminggu kemudian kita memperingati Bunda Maria sebagai Ratu Surga. Pengakuan Bunda Maria sebagai Ratu Surga kita temukan ekspresinya di dalam Kitab Suci. Misalnya: “Seorang perempuan berselubungkan matahari dan bermahkotakan dua belas bintang.” (Why 12:1). Para orang kudus seperti Santo Bernardinus dari Siena berkata: “Ketika Maria setuju untuk menjadi Bunda dari Sabda Ilahi, maka oleh persetujuannya ia memperoleh gelar Ratu bagi dunia dan semua ciptaan.”
Dalam Magisterium Gereja Katolik, kita juga menemukan ekspresi pengakuan pada sosok Bunda Maria sebagai Ratu Surga. Misalnya dalam Konstitusi Dogmatik Lumen Gentium dikatakan: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat melalui kemuliaan di Sorga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan (lih. Why 19:16), yang telah mengalahkan dosa dan maut.” (LG 59). Hal ini diulangi lagi dalam Katekismus Gereja Katolik mengajarkan begini: “Akhirnya Perawan tak bernoda, yang tidak pernah terkena oleh segala cemar dosa asal, sesudah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, telah diangkat memasuki kemuliaan di surga beserta badan dan jiwanya. Ia telah ditinggikan oleh Tuhan sebagai Ratu alam semesta, supaya secara lebih penuh menyerupai Puteranya, Tuan di atas segala tuan, yang telah mengalahkan dosa dan maut” (LG 59) Bdk. Pengumuman dogma mengenai Maria diangkat ke surga oleh Paus Pius XII, 1950: DS 3903). Terangkatnya Perawan tersuci adalah satu keikutsertaan yang istimewa pada kebangkitan Puteranya dan satu antisipasi dari kebangkitan warga-warga Kristen yang lain.” (KGK, 966).
Di dalam doa Katolik kita mengenang Bunda Maria sebagai Ratu Surga dalam Rosario suci yaitu peristiwa mulia kelima yakni Bunda Maria diangkat ke surga dan dimahkotai sebagai Ratu Surga. Atau lebih khusus lagi Doa Ratu Surga yang selalu kita doakan pada akhir doa Rosario Suci: “Salam, Ya Ratu, Bunda yang berbelas kasih, hidup, hiburan dan harapan kami. Kami semua memanjatkan permohonan, kami amat susah, mengeluh, mengesah dalam lembah duka ini. Ya Ibunda, ya pelindung kami, limpahkanlah kasih sayangMu yang besar kepada kami. Dan Yesus, PutraMu yang terpuji itu, semoga Kau tunjukkan kepada kami. O Ratu, o Ibu, o Maria Bunda Kristus.” Doa yang sudah populer yang membuat kita sadar atau tidak sadar menyapa Bunda Maria sebagai Ratu Surga.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengarahkan kita pada sosok-sosok istimewa selain Bunda Maria yang kita kenang sebagai Ratu Surga. Di dalam Kitab Suci ada sosok lain yang pernah berdialog empat mata dengan Malaikat Tuhan seperti yang dialami Bunda Maria pada saat menerima khabar sukacita. Sosok yang saya maksudkan adalah Gideon yang pekerjaannya adalah mengirik gandum dalam tempat pemerasan anggur agar tersembunyi bagi orang Midian (Hak. 6:11). Malaikat Tuhan menampakkkan diri kepadanya dan mengatakan: “Tuhan menyertai engkau, ya pahlawan yang gagah berani.” (Hak 6:12). Selanjutnya Malaikat Tuhan menyampaikan berita dari Tuhan kepada Gideon bahwa ia terpilih untuk menyelamatkan Israel. Ia meragukan kemampuannya dan menolak rencana Tuhan namun Tuhan memampukkannya. Ia diingatkan supaya jangan takut kepada suatu apapun karena Tuhan sendirilah yang menyertainya. Pengalaman Gideon mirip dengan pengalaman Bunda Maria yang diingatkan Malaikat Gabriel supaya jangan takut dan bahwa ia tidak akan mati karena ada penyertaan dari Tuhan.
Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus berbicara tentang sikap lepas bebas yang harus kita miliki di hadapan harta duniawi. Tuhan Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mat 19:23-24). Orang kaya yang tidak bijak akan menggantungkan seluruh hidupnya pada harta kekayaan sendiri seperti orang yang datang kepada Yesus dan bertanya tentang hidup kekal. Hatinya melekat pada harta sehingga ia meninggalkan Yesus.
Bunda Maria adalah sosok yang memiliki sikap lepas bebas yang luar biasa. Dia meninggalkan segalanya dan hidupnya hanya bagi Tuhan. Harta Bunda Maria yang terbesar adalah Yesus Puteranya. Maka ia layak menjadi Ratu Surga dan dunia. Hatinya hanya tertuju kepada Tuhan. Saya mengingat santa Theresia dari Kalkuta. Ia pernah berkata: “Maria, berikanlah hatimu kepadaku: begitu indah, begitu murni, begitu tak bernoda; hatimu begitu penuh cinta dan kerendahan hati sehingga aku dapat menerima Yesus dalam Roti Hidup dan mengasihi-Nya sebagaimana engkau mengasihi-Nya dan melayani-Nya dalam penyamaran sebagai orang miskin.”
Apakah keselamatan itu hanya bagi Bunda Maria dan para kudus? Atau meminjam pertanyaan para murid kepada Yesus setelah ia berbicara tentang sikap lepas bebas berhadapan dengan harta kekayaan di dunia: “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” (Mat 19:25). Tuhan Yesus berkata: “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin.” (Mat 19:26). Tuhan sungguh memperhatikan setiap pribadi yang meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan. Inilah janji Tuhan yang luar biasa: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya pada waktu penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya, kamu, yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk menghakimi kedua belas suku Israel. Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal. Tetapi banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu.” (Mat 19:28-30).
Saya mengakhiri homili ini dengan mengutip perkataan Santa Faustina: “Untuk memberikan pujian yang layak bagi kerahiman Tuhan, kami menyatukan diri kami dengan Bunda Maria yang Tak Bernoda, karena dengan demikian nyanyian pujian kami akan lebih berkenan di hadapan-Mu, karena Dia dipilih dari antara manusia dan malaikat. Melalui Dia, seperti melalui kristal murni, kerahiman-Mu diteruskan kepada kami. Melalui Dia, manusia menjadi berkenan kepada Allah; melalui Dia, aliran rahmat mengalir kepada kami.” Bagi Allah tidak ada yang mustahil. Bunda Maria Ratu Surga dan dunia, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB