HARI RAYA SEMUA ORANG KUDUS
Why. 7:2-4,9-14
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
1Yoh. 3:1-3
Mat. 5:1-12a
Lectio:
Sekali peristiwa ketika melihat orang banyak yang datang, Yesus mendaki lereng sebuah bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Lalu Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka, kata-Nya: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur. Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan. Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah. Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah. Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” Demikianlah Sabda Tuhan. Terpujilah Kristus.
Renungan:
Janganlah takut akan kekudusan
Pada hari ini kita semua merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Kita merayakan penghormatan semua orang kudus di dalam gereja, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Hari ini adalah hari yang dikhususkan untuk menghormati semua orang kudus yang telah menjalani kehidupan yang benar dan kudus sesuai dengan ajaran Kristus. Perayaan liturgi ini dimulai saat Gereja mengenang dan merayakan para martir dan para kudus yang gugur karena mempertahankan iman dan kasih mereka kepada Kristus.
Asal mula Hari Raya Semua Orang Kudus dapat ditelusuri kembali sejak Gereja perdana, ketika hari itu ditetapkan sebagai hari untuk mengenang dan merayakan kemenangan para martir dan orang-orang kudus lainnya yang telah wafat karena mempertahankan iman kepada Kristus. Para martir secara khusus dipandang sebagai model, teladan kebajikan Kristiani. Kuburan atau tempat pemakaman mereka lalu menjadi tempat ziarah dan sebagai penghormatan kepada mereka. Peringatan kematian seorang martir sering kali menjadi hari untuk mengenang kehidupan mereka dan pengorbanan yang mereka lakukan demi iman mereka kepada Kristus. Seiring berjalannya waktu, Hari Raya ini diperluas hingga mencakup tidak hanya para martir tetapi juga semua orang Krisiani yang setia, dan telah menjalani kehidupan yang saleh dan berbudi luhur. Ini adalah hari untuk mengenali kesaksian kolektif para kudus dan mengungkapkan rasa syukur atas teladan mereka.
Paus Gregorius III (731-741) adalah sosok yang menetapkan tanggal 1 November sebagai tanggal untuk merayakan Hari Semua Orang Kudus. Tanggal ini dipilih bertepatan dengan pendedikasian sebuah kapel di Basilika Santo Petrus di Roma kepada “Semua Orang Kudus”. Ini adalah upaya untuk menyatukan berbagai perayaan lokal untuk hari-hari raya para santo dan menetapkan tanggal universal untuk menghormati semua orang kudus.
Pada hari ini, Tuhan menyapa kita dengan Sabda-Nya yang luar biasa tentang kekudusan. Penginjil Matius menceritakan bagaimana Tuhan Yesus melihat banyak orang yang datang kepada-Nya. Ia pun berbicara dan mengajar mereka tentang kekudusan dengan kata kunci: “berbahagialah”. Siapakah yang disapa Yesus ‘berbahagialah”? Mereka adalah orang miskin di hadirat Allah, orang yang berdukacita, orang yang lemah lembut, orang yang lapar dan haus akan kebenaran, orang yang murah hati, orang yang suci hatinya, orang yang membawa damai, Orang yang dianiaya demi kebenaran. Lihatlah bahwa dari orang miskin sampai orang yang dianiaya disapa berbahagialah. Mereka adalah orang kudus yang berkenan di hadapan Tuhan. Mereka inilah yang oleh Yohanes, ‘dapat melihat Kristus dalam keadaan-Nya yang sebenarnya’.
Saya teringat pada Paus Fransiskus. Sosok yang selalu memberi inspirasi supaya orang menyadari panggilannya menjadi kudus. Ia pernah berkata: “Kita semua dipanggil untuk menjadi kudus dengan menjalani hidup kita dengan kasih dan dengan memberikan kesaksian dalam segala hal yang kita lakukan, di mana pun kita berada.” Kekudusan adalah panggilan bagi kita semua. Tidak ada monopoli di dalam hal kekudusan. Caranya mencapainya sederhana yakni menjalani hidup kita dengan kasih dan bersaksi tentang kasih dalam hidup yang nyata. Tuhan Yesus misalnya, dalam Sabda Bahagia menyapa berbahagia kepada orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah.
Paus Fransiskus juga mengatakan bahwa “Kekudusan merupakan panggil dari Tuhan supaya kita bertumbuh melalui tindakan-tindakan kecil.” Dalam Eksortasi Apostolik ketiganya berjudul: “Gaudete et Exsultate” (Bersukacita dan Bergembiralah), beliau mengingatkan bahwa kehidupan sehari-hari dapat memimpin kita kepada kekudusan. Bagi Paus Fransiskus, kita tidak perlu menjadi uskup, imam, atau anggota ordo religius untuk menjadi kudus. Setiap orang dipanggil untuk menjadi orang suci sebagaimana dikatakan Konsili Vatikan II, entah sebagai seorang ibu atau ayah, searing siswa atau seorang pengacara, seorang guru atau petugas kebersihan. Paus menyebut mereka ini sebagai “Saints next door“ maka yang perlu kita lakukan adalah “menjalani hidup kita dalam cinta” dan “memberi kesaksian” tentang Tuhan dalam semua yang kita lakukan. Sebab itu Paus Fransiskus betrakta: “Janganlah takut akan kekudusan. Itu tidak akan menghilangkan energi, vitalitas atau sukacita Anda.”
Mari kita melihat diri kita sendiri. Anda dan saya adalah orang miskin atau kaum anawim di hadirat Tuhan, yang menaruh seluruh harapan hanya kepada Tuhan. Mari kita bertumbuh dalam mewujudkan kekudusan, mulai dari hal-hal yang sederhana dan kecil. Tindakan kasih kita sebagai jalan kekudusan menjadi nyata dalam perhatian dan kepedulian kita yang besar kepada kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel. Pada merekalah kita melihat dan menemukan jalan kekudusan kita.
P. John Laba, SDB