Hari Minggu Biasa XXXIII – A
Ams. 31:10-13,19-20,30-31;
Mzm. 128:1-2,3,4-5
1Tes. 5:1-6
Mat. 25:14-30
Injil adalah modal terbaik
Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Biasa ke-XXXIII/A. Saya akan mengawali homili saya hari Minggu ini dengan mengutip perkataan dua orang kudus yang sangat inspiratif bagi kita. Orang kudus pertama adalah St. Benediktus. Beliaulah yang mempopulerkan sebuah perkataan yang begus yaitu ‘ora et labora’ atau berdoa dan bekerja. Berkaitan dengan kerja, beliau berkata: “Kemalasan adalah musuh dari jiwa, dan oleh karena itu saudara-saudara harus bekerja keras pada waktu-waktu tertentu, dan pada waktu-waktu lainnya kalian membaca dengan tekun.” Kedua, Santo Yohanes Paulus II mengatakan: “Melalui kompetensi mereka yakni kaum awam di bidang-bidang sekuler dan melalui aktivitas pribadi mereka, yang ditinggikan dari dalam oleh rahmat Kristus, hendaklah kaum awam bekerja dengan penuh semangat sehingga dengan kerja keras, keterampilan dan keahlian teknis, dan budaya sipil, barang-barang ciptaan dapat disempurnakan sesuai dengan rancangan Sang Pencipta dan cahaya firman-Nya.” Kedua kutipan ini sama-sama mengarahkan kita pada sebuah pandangan yang positif tentang pekerjaan kita setiap hari. Tuhan sudah memberikan kepada kita talenta-talenta sebagai modal untuk kita kembangkan bagi kesejahteraan banyak orang. Tuhan sendiri yang akan meminta pertangjawaban kita pada saat kita menghadap-Nya tentang talenta sebagai modal yang Tuhan berikan kepada kita.
Pada hari ini Tuhan menyapa kita dengan sapaan-sapaan yang indah supaya kita lebih siap untuk menantikan kedatangan Yesus Putera-Nya. Mari kita melihat dan memahami bacaan pertama. Di dalam bacaan Pertama dari Kitab Amsal, kita mendengar uraian tentang sosok seorang istri cakap di dalam sebuah keluarga. Kecakapan seorang istri itu bukan berdasar pada penampilan luarnya. Kecakapan seorang istri merupakan wujud nyata dari kebaikan hatinya. Istri yang cakap itu lebih berharga dari permata. Istri yang cakap selalu terpanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan tidak bercela kepada suaminya. Ia juga akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik berdasarkan keterampilan tangannya. Hal lain yang menandakan kecakapan seorang istri adalah ia selalu berbuat baik kepada orang-orang Kecil, Lemah, Miskin, Tersingkir dan Difabel (KLMTD). Perhatikanlah kutiapan berikut ini: “Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin.” (Ams 31:20). Maka sosok ideal seorang istri di dalam rumah tangga adalah bahwa dia adalah seorang wanita kudus yang dapat menunjukkan kasih dan kebaikan kepada sesamanya.
Apa yang kita dengar dalam bacaan pertama diperluas dan diperdalam di dalam bacaan Injil. Tuhan Yesus sedang berbicara tentang Kerajaan Allah. Sebuah Kerajaan rohani yang mengikat umat untuk bersatu dengan-Nya. Dikisahkan bahwa ada seorang yang hendak bepergian jauh. Ia memanggil para hamba untuk memberikan kepada mereka talenta sesuai dengan kemampuan mereka. Hamba pertama menerima lima talenta, hamba kedua menerima dua talenta, dan hamba ketiga satu talenta. Ketiga hamba ini memiliki karakter yang sangat berbeda. Hamba pertama dan kedua memiliki kesamaan dalam hal motivasi yakni setelah menerim talenta sesuai kemampuan itu, mereka mengembangkannya sehingga mendapatkan keuntungan ganda . Hamba pertama mendapat keuntungan lima talenta, Hamba kedua mendapat dua talenta. Hamba ketiga tidak mengembangkan talenta yang dipercayakan kepadanya sehingga dia mengembalikannya kepada tuannya dengan jumlah yang sama.
Selanjutnya, apa yang terjadi dengan ketiga hamba ini? Hamba pertama tentu mendapat pujian dari tuannya. Dia disapa sebagai hamba yang baik dan setia dan diberi kepercayaan baru berupa tanggung jawab dalam perkara yang besar. Dia pun dipanggil tuannya untuk masuk dan berbahagia dengan tuannya. Hamba kedua juga disapa sebagai hamba yang baik dan setia. Dia juga diberi tanggung jawab dalam perkara yang besar dan ikut berbahagia bersama tuannya. Hamba yang ketiga memiliki ide yang salah terhadap tuannya. Dia juga tidak mengembangkan modal yang tuan berikan kepadanya. Sebab itu ia mendapat gelar sebagai hamba yang malas dan jahat. Ia patut mendapat hukuman di tempat yang paling gelap.
Bacaan Injil menginspirasi kita untuk mencintai pekerjaan yang sudah dipercayakan kepada kita oleh Tuhan. Setiap pekerjaan yang kita lakukan memiliki nilai rohani yakni bahwa kita ikut terlibat dalam diri Tuhan Allah sebagai Pencipta dan bahwa dengan bekerja kita menunjukkan diri kita sebagai manusia sejati. Dan satu hal yang penting dari semangat Injil hari ini adalah bahwa semua talenta, adalah modal yang berasal dari Tuhan dan pada akhirnya kita masing-masing harus mempertanggungjawabkannya di hadirat-Nya kelak.
Anugerah terbaik yang Tuhan berikan bukan hanya sekedar talenta melainkan Injil sebagai Khabar Sukacita yang menceritakan tentang Pemerintahan Allah dan Yesus Kristus sendiri. Injil diberikan Tuhan kepada kita bukan untuk menjadi milik pribadi, melainkan kita dipanggil untuk bekerja, mengembangkan Injil menjadi Injil yang hidup. Injil sebagai Kabar Sukacita harus bemar-benar menjadi Injil yang hidup, yang mengubah hidup setiap pribadi supaya berkenan kepada Tuhan. Injil sebagai Kabar Sukacita juga menyiapkan kita untuk menyambut hari Tuhan. Santo Paulus dalam bacaan kedua mengajak kita: “Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar.” (1Tes 5: 6).
Pada hari ini Tuhan menyapa kita untuk semakin mencintai Injil sebagai modal terbaik bagi kita untuk mewartakannya. Santo Paulus mengatakan: “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” (1Kor 9:16). Kita menjadikan Injil bukan sebagai kata-kata saja melainkan menjadi Injil yang hidup dengan mengabdi kepada kemanusiaan. Kita memiliki sikap berjaga-jaga, dengan berpegang teguh pada Injil dan menantikan Hari Tuhan yang tiba-tiba datang seperti pencuri.
P. John Laba, SDB