Hari Senin, Pekan Biasa ke-V
Perayaan Wajib St. Agata
1Raj. 8:1-7,9-13
Mzm. 132:6-7,8-10
Mrk. 6:53-56
Buatlah aku layak bagi-Mu
Pada hari ini kita mengenang Santa Agatha, seorang perawan dan martir di dalam Gereja Katolik. Nama Agatha berasal dari kata Yunani αγαθος (agathos) yang berarti: “baik” atau “indah”. Namanya ini mencerminkan jati dirinya sendiri. Ia mempertahankan kemurnian hidupnya karena ia adalah pribadi yang baik dan menunjukkan kasihnya yang matang dan mendalam kepada Tuhan sendiri. Santa Agatha adalah seorang santa pelindung para pasien penyakit kanker payudara, pelindung Kemurnian (Keperawanan), serta pelindung dari bahaya api bagi para pekerja yang khususnya bekerja di tempat peleburan besi. Ada sebuah doa singkat yang diucapkan oleh Santa Agatha: “Yesus Kristus, Tuhan atas segala sesuatu! Engkau melihat hatiku, Engkau tahu keinginanku. Miliki semua yang ada pada diriku – hanya Engkau. Akulah domba-domba-Mu; buatlah aku layak untuk mengalahkan iblis.” Santa Agatha telah menunjukkan bahwa jalan kemartiran yang dia alami adalah jalan yang layak bagi Tuhan.
Pada hari ini kita juga berjumpa dengan sosok Allah yang Mahabaik. Dia menunjukkan kasih sayang-Nya kepada umat Israel sebagai Bangsa pilihan-Nya. Dia juga menunjukkan kasih sayang-Nya kepada kita saat ini melalui Yesus Kristus Putera-Nya. Di dalam Kitab Pertama Raja-Raja, kita mendengar kisah yang inspiratif. Raja Salomo dan Rakyat Israel sudah menyelesaikan pembangunan Bait Allah. Raja Salomo mengumpulkan para pemimpin keluarga dan suku Israel untuk mengangkut Tabut Perjanjian Tuhan dari Sion, kota Daud. Tabut Perjanjian dan semua peralatan kudus diangkut oleh para Imam dan kaum keturunan Lewi. Raja Salomo dan masyarakat lainnya berdiri di depan Tabut Perjanjian sambil mempersembahkan kurban bakaran berupa kambing, domba, lembu dan sapi. Tabut Perjanjian itu diletakkan di tempat yang Mahakudus, tepat di bawa sayap-sayap Kherub.
Kita semua selalu mendengar tentang Tabut Perjanjian. Sebenarnya apa yang dimaksudkan dengan Tabut Perjanjian? Tabut Perjanjian merupakan sebuah artefak yang berharga bagi bangsa Israel. Tabut ini berbentuk peti persegi panjang yang terbuat dari kayu penaga dengan ukuran 1,3x1x1m. Seluruh bagian tabut dilapisi dengan emas dan didalamnya tersimpan loh hukum Allah, buli-buli berisi manna, dan tongkat Harun (Ibr. 9:4). Tabut Perjanjian memiliki penutup yang disebut tutup pendamaian terbuat dari emas (Kel. 25:17) serta terdapat dua kerub emas yang saling berhadapan dengan sayap terkembang (Kel. 25:19-20). Loh-loh batu yang ada di dalam Tabut Perjanjian diberikan oleh Yahwe kepada Musa di atas Gunung Horeb. Kedua loh batu itu bertuliskan perjanjian yang diadakan Tuhan dengan orang Israel pada waktu perjalanan mereka keluar dari tanah Mesir.
Hal yang menarik perhatian kita adalah kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya. Ketika loh-loh batu itu diletakkan di tempatnya, turunlah awan menaungi Tabut Perjanjian itu. Kita membaca di dalam Kitab pertama Raja-Raja: “Ketika imam-imam keluar dari tempat kudus, datanglah awan memenuhi rumah Tuhan, sehingga imam-imam tidak tahan berdiri untuk menyelenggarakan kebaktian oleh karena awan itu, sebab kemuliaan Tuhan memenuhi rumah Tuhan.” (1Raj 8:10-11). Tabut Perjanjian lau menjadi pemersatu semua orang. Raja Salomo sendiri berkata: “Tuhan telah menetapkan matahari di langit, tetapi Ia memutuskan untuk diam dalam kekelaman. Sekarang, aku telah mendirikan rumah kediaman bagi-Mu, tempat Engkau menetap selama-lamanya.” (1Raj 8:12-13). Tuhan adalah Imanuel. Allah beserta kita. Melalui Tabut Perjanjian, Bangsa Israel menyadari kehadiran Tuhan yang begitu luar biasa.
Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil melakukan perjalanan bersama para murid-Nya. Dia senantiasa berkeliling dan berbuat baik. Sebab itu Dia mudah dikenal oleh orang-orang di Galilea. Bahkan dikisahkan bahwa orang banyak berlari ke kampung terdekat untuk menjemput dan membawa orang sakit supaya dapat disembuhkan Yesus. Dikisahkan juga bahwa ada Rumah Sakit dadakan di pasar yang diperuntukan bagi orang-orang sakit. Mereka bahkan berniat untuk menyentuh jumbai jubah Yesus saja, biar mereka dapat merasakan daya penyembuhan-Nya. Di sini, Yesus menjadi pusat segala-galanya. Dia hadir, dan menyelamatkan semua orang. Kehadiran Yesus adalah kehadiran yang menyembuhkan.
Santa Agatha dalam doanya, memohon kepada Tuhan untuk menjadikannya layak bagi Tuhan. Dia sungguh merasakan kehadiran Tuhan di saat-saat senang dan juga di saat-saat sulit. Ketika menjelang kemartirannya, dia sungguh merasakan penyertaan Tuhan. Dia tidak merasa takut di depan para algoju yang kejam. Dalam penyiksaan yang kejam ia bahkan masih mau berdoa: ‘Tuhan Allah, Penciptaku, Engkau telah melindungi aku sejak masa kecilku. Engkau telah menjauhkan aku dari cinta duniawi dna memberikan ketabahan untuk menderita. Sekarang terimalah jiwaku.” Penyerahan diri kepada Tuhan secara total merupakan tanda kelayakan santa Agatha di hadirat Tuhan.
Kita pun terpanggil untuk mengikuti jejak santa Agatha untuk merasakan kehadiran Tuhan dan menjadikan Tuhan sebagai pusat hidup kita. Apa yang dapat kita lakukan? Kita membutuhkan Yesus di dalam hidup kita. Dia melakukan segalanya bagi keselamatan kita. Maka kita harus mencari Yesus di dalam hidup kita. Kita perlu merindukan-Nya. Dialah Imannuel bagi kita. Ekaristi menjadi momen yang tepat untuk bertemu dan bersatu dengan Yesus. Ekaristi mengubah hidup kita untuk menjadi lebih layak kagi di hadirat Tuhan.
P. John Laba, SDB