Homili 7 Februari 2024 – Injil untuk Daily Fresh Juice (DFJ)

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-V
1Raj. 10:1-10
Mzm. 37:5-6,30-31,39-40
Mrk. 7:14-23

Lectio:

“Lalu Yesus memanggil lagi orang banyak dan berkata kepada mereka: “Kamu semua, dengarlah kepada-Ku dan camkanlah. Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Barangsiapa bertelinga untuk mendengar hendaklah ia mendengar!) Sesudah Ia masuk ke sebuah rumah untuk menyingkir dari orang banyak, murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya tentang arti perumpamaan itu. Maka jawab-Nya: “Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?” Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” Demikianlah Sabda Tuhan. Terpujilah Kristus.

Renungan:

Itu Baru Najis!

Satu kata yang diulangi beberapa kali dalam perikop Injil kita pada hari ini adalah kata najis. Kata najis dalam kamus besar Bahasa Indonesia berarti kotor, cemar, jijik. Ada juga kata menajiskan yang berarti menjadikan najis, kotor, cemar dan jijik. Maka pemahaman kita tentang kata najis adalah keadaan yang berkaitan dengan sesuatu yang kotor. Di dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, terdapat hal-hal yang berkaitan dengan kenajisan yang bersifat menular (Im 15:1-12;20-28). Kenajisan dapat menghalangi pribadi-pribadi tertentu untuk berjumpa dengan Tuhan, terutama dalam hal beribadah bersama orang lain. Di dalam Kitab Suci, ada beberapa tindakan yang berkaitan dengan kenajisan, misalnya menyentuh mayat (Bil 19:11-22), penyakit kusta (Im 13;14), mengeluarkan lelehan (Im 12;15), memakan daging burung, ikan atau binatang yang menajiskan orang (Im 11 dan Ul 14) dan cacat tubuh yang dipandang sebagai efek dari kenajisan. Dengan demikian kita bisa melihat bahwa hal kenajisan ini menjadi sebuah topik hangat ketika orang mau menghayati hidup keagamaannya dan keimanannya di hadirat Tuhan.

Pada hari ini kita mendengar sebuah kisah Yesus di dalam Injil yang tampil untuk menjelaskan makna kenajisan secara baru. Diceritakan bahwa Tuhan Yesus memanggil orang banyak untuk menjelaskan makna kenajisan yang berkaitan dengan makanan dan minuman. Di kesempatan yang lain, Yesus juga menjelaskan hal kenajisan secara khusus kepada para murid-Nya. Perkataan Yesus yang sangat super di hadapan orang banyak adalah: “Apapun dari luar, yang masuk ke dalam seseorang, tidak dapat menajiskannya, tetapi apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya.” (Mrk 7:15). Mentalitas orang pada zaman Yesus adalah mereka hanya memahami makna kenajisan dalam hal makanan dan minuman, dalam hal ini pembedaan antara makanan yang tidak najis (halal) dan yang najis (tidak halal). Mentalitas seperti ini yang dipakai untuk menghakimi sesame dan menganggap diri lebih saleh dan suci karena bisa membedakan halal dan tidak halal.

Kebaruan apa yang diajarkan Yesus tentang hal najis dan tidak najis? Di hadapan para murid-Nya, Yesus mengajar mereka bahwa segala sesuatu yang dari luar masuk ke dalam seseorang itu tidak dapat menajiskan dia, karena tidak masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya yang nantinya akan dibuang di jamban. Makanan dan minuman itu halal. Perkataan Yesus ini tentu mengusik pikiran para murid-Nya. Mereka semua adalah orang Yahudi tulen yang mengetahui mana makanan yang halal dan tidak halal. Alasannya sederhana bahwa makanan itu masuknya di perut dan akan dibuang di jamban.

Konsep baru tentang kenajisan diungkapkan Yesus berkaitan dengan hati bukan dengan perut. Hati itu ibarat sumber mata air, apabila sumbernya kotor, maka kotorlah airnya, namun apabila sumbernya bersih, maka bersihlah airnya. Betapa pentingnya hati sehingga Sabda Tuhan mengingatkan kita, “Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan karena dari situlah terpancar kehidupan.” (Amsal 4:23). Nabi Yeremia berkata: “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer 17:9).

Dalam perikop injil kita, Tuhan Yesus sendiri berkata: “Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mrk 7:20-23). Di sini sangat jelas konsep baru Tuhan Yesus tentang kenajisan. Kenajisan yang paling berbahaya bukan soal makanan dan minuman yang halal atau tidak halal, melainkan persoalan hati. Hati yang murni mengeluarkan kasih dan kebaikan, hati yang najis mengeluarkan semua dosa yang bukan hanya menajiskan diri sendiri tetapi menajiskan juga orang-orang lain.

Dalam kotbah dibukit, Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” (Mat 5:8). Mari kita memiliki hati yang bersih, transparan bukan hanya untuk melihat Allah tetapi supaya kita juga tidak mencemarkan sesama dengan dosa yang keluar dari dalam hati kita. Kita berusaha untuk mendengar dengan hati dan memancarkan kasih dan kebaikan kepada sesama. Kita membutuhkan pendidikan nilai untuk memanusiakan hati kita. Dan tentu saja, matikanlah kenajisan dalam hatimu! Ini sebuah harapan bagi kita semua.

Doa: Tuhan Yesus, hari ini Engkau menegur kami. Kami sering menunjukkan kenajisan kami melalui pikiran, perkataan dan perbuatan kami. Ampunlah kami. Tuhan Yesus, hari ini Engkau juga mengajar kami untuk memiliki hati yang murni yang bisa memancarkan kasih dan kebaikan kepada sesama kami. Tolonglah kami. Amen.

P. John Laba, SDB