Homili 12 Februari 2024

Hari Senin Pekan Biasa ke-VI
Yak. 1:1-11
Mzm. 119:67,68,71,72,75,76
Mrk. 8:11-13

Emang Kamu Tekun?

Banyak di antara kita yang mengenal sosok Edson Arantes do Nascimento alias Pele. Beliau adalah seorang profesionalis, sang juara dalam dunia sepak bola. Beliau dilahirkan di Três Corações, Brazil pada tanggal 23 October 23 1940 dan meninggal pada tanggal 29 Desember 2022. Saya mengingat sebuah perkataan inspiratif yang menggambarkan hidupnya sendiri. Bunyinya: “Kesuksesan bukanlah sebuah kebetulan. Kesuksesan adalah sebuah kerja keras, ketekunan, pembelajaran, belajar, pengorbanan, dan yang paling penting adalah kecintaan terhadap apa yang Anda lakukan atau pelajari.” Dari semua kata kunci yang dikemukakan Pele untuk menjadi sukses, saya memilih kata ‘ketekunan’. Ketekunan adalah kemampuan kita untuk bertahan di tengah tekanan dan kesulitan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan dengan ketekunan adalah bersungguh-sungguh (bekerja, belajar, berusaha, dsb.). Di dalam Alkitab, ketekunan adalah suatu keputusan atau ketetapan hati yang kuat untuk bersungguh-sungguh, rajin, dan tuntas dalam melalukan apa pun. Dengan pemahaman seperti ini lalu pertanyaan bagi anda dan saya hari ini adalah: “Emang Kamu Tekun (EKT)?” Apakah anda dan saya tekun dalam hidup sepanjang hari ini?

Pada hari Senin, Pekan Biasa ke-VI ini kita membaca bacaan pertama dari surat Yakobus. Kalau kita membaca Surat Yakobus Bab I-II, rasanya Yakobus sedang menyapa kita para pembacannya dan memperkenalkan beberapa tema besar dari suratnya, termasuk menanggung pencobaan, mencari kebijaksanaan, dan hidup selaras dengan iman yang diakui. Pendengar firman Allah hendaknya juga menjadi pelaku firman. Inti pengajaran dari Surat Yakobus adalah bahwa iman perlu dinyatakan dengan perbuatan (2:17-20). Hanya iman yang disertai dengan perbuatanlah yang dapat membenarkan dan menyelamatkan (2:14, 21-26).

Namun demikian saya mengajak kalian untuk merenung bagian awal suratnya ini. Yakobus sangat santun dan memulai suratnya dengan mengatakan “Salam dari Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus”. Bagian ini menjadi penting karena merupakan sebuah bentuk pengakuan diri dari Yakobus. Dia mengakui diri sebagai hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus. Seorang hamba yang Yakobus mengambil semangat penghambaan ini dalam melayani sesama di sekitar kita. Selanjutnya Yakobus mengingatkan bahwa kita adalah orang-orang yang lemah dan mudah jatuh ke dalam berbagai pencobaan. Ini adalah ujian iman yang menghasilkan ketekunan. Ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya kita bertumbuh menjadi sempurna dan utuh, dan tidak kekurangan suatu apapun.

Berkaitan dengan hikmat, St. Yakobus mengatakan bahwa kalau saja ada di antara kita yang kekurangan hikmat maka hendaklah dia meminta kepada Tuhan Allah. Tuhan memberikan segalanya dengan murah hati. Nasihat emas yang santo Yakobus berikan kepada kita adalah: “Baiklah saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang tinggi, dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap seperti bunga rumput. Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya. Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia akan lenyap.” (1Yak 9-11).

Dalam bacaan Injil, kita medengar kisah Yesus yang luar biasa. Kisah tentang perjumpaan Yesus dan kaum Farisi. Mereka datang untuk berdebat dengan Yesus. Mereka mencobai Yesus dengan meminta tanda yang dapat membuktikan apakah Yesus sungguh-sungguh dari surga dan memiliki kuasa yang dahsyat ketika melakukan tanda-tanda dan mengajar orang banyak. Orang-orang Farisi memiliki hati yang tertutup, memiliki mata tetapi tidak melihat dan memiliki telinga tetapi tidak mendengar. Dengan hati mereka yang degil ini maka Yesus mengeluh dalam hati-Nya dan berkata: “Mengapa angkatan ini meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak akan diberi tanda.” (Mrk 8:12). Reaksi Yesus yang lain adalah bahwa Ia meninggalkan mereka dengan naik ke perahu dan bertolak ke seberang.

Kita kembali ke pertanyaan: “Emang Kamu Tekun?” Kaum Farisi menunjukkan bahwa mereka bukanlah orang yang tekun dalam hidupnya. Mereka sudah mengenal Yesus, banyak tanda yang sudah dilakukan-Nya namun mereka mau meminta tanda atau mencari bukti. Tuhan Yesus bukan tipe orang yang mencari alasan untuk membuktikan diri-Nya. Ada sebuah kritikan yang Tuhan Yesus sampaikan di dalam Injil Matius seperti ini: “Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.” Ini adalah tipe orang yang tidak tekun dalam hidup imannya. Kalau orang yang tekun, dia tidak akan meminta tanda tetapi menunjukkan cintanya kepada Tuhan. Dalam Kitab Amsal kita membaca: “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5–6).

Mari kita berusaha untuk menjadi pribadi yang tekun dalam hidup ini. Saya mengutip perkataan imuwan berkebangsaan India, namanya A. P. J. Abdul Kalam yang berkata: “Jangan pernah berhenti berjuang hingga Anda tiba di tempat yang ditakdirkan untukmu, dalam hal ini diri Anda yang unik. Milikilah tujuan hidup, teruslah belajar, bekerja keras, dan memiliki ketekunan untuk mewujudkan kehidupan yang luar biasa”. Bertekunlah hingga mencapai garis akhir dan bertahanlah dalam iman (2Tim 4:7)

P. John Laba, SDB