Hari Rabu, Pekan Prapaskah III/B
Ul. 4:1,5-9
Ingatlah, Aku telah mengajarkan
Sebuah keluhan yang lazim dalam masyarakat kita adalah perbedaan generasi. Ada 6 generasi manusia yang dikenal saat ini: Generasi Baby Boomers (1946-1964), Generasi X (1965-1976), Generasi Y (1977-1994), Generasi Z (1995-2010), Generasi Alpha (2011-2025). Kita dapat membayangkan bahwa antar generasi ini memiliki kesulitan dalam membangun komunikasi antar pribadi. Kata yang mudah keluar dari mulut antar generasi saat berdialog bersama adalah ‘ngga nyambung’. Tentu saja dapat menimbulkan ketegangan dalam membangun relasi antar pribadi. Kesulitan yang dialami bukan hanya di dalam hidup berkeluarga: antara orang tua dan anak atau cucu dan cicit, melainkan di tempat-tempat lain seperti di dalam komunitas hidup bakti dan di tempat di mana orang bekerja. Keluhan akan dengan sendirinya keluar dari mulut generasi mana pun.
Pada hari ini sya tertarik dengan sosok Musa di dalam Kitab Suci. Tuhan memilih Musa untuk menjadi pemimpin bagi bangsa Israel. Orang-orang Israel dalam kuasa Tuhan berhasil keluar dari tanah Mesir dengan penuh perjuangan. Musa menjadi pusat perhatian dan acuan bagi bangsa Israel untuk tetap bersatu dengan Tuhan dan juga untuk melakukan perjalanan bersama menujubtanah terjanji. Namun demikian Musa memiliki kelemahan di hadapan Tuhan. Mengapa Musa tidak dijinkan Tuhan untuk masuk ke tanah terjanji? Ya, Musa dilarang memimpin umat Allah memasuki ke tanah Kanaan karena ia tidak mengikuti perintah Tuhan dengan cermat di padang gurun (Bil 20:8, 11). Tuhan berkata kepadanya: “Karena kamu tidak percaya kepada-Ku dan tidak menghormati kekudusan-Ku di depan mata orang Israel, itulah sebabnya kamu tidak akan membawa jemaah ini masuk ke negeri yang akan Kuberikan kepada mereka.” (Ul 20:12). Musa hanya melihta tanah terjanji dari kejauhan.
Musa tetaplah sosok yang luar biasa. Kita menemukannya di dalam bacaan pertama hari ini, di mana Musa digambarkan sebagai pendidik dan pemimpin yang hebat bagi bangsa Israel. Sosok sebagai pemimpin hebat ditandai dengan ketulusan hatinya kepada Tuhan. Sosok seorang pemimpin yang bukan hanya ‘omon-omon” tetapi menjadi seorang yang menasihati dan memberi teladan yang baik kepada sesamanya. Musa berkata: “Maka sekarang, hai orang Israel, dengarlah ketetapan dan peraturan yang kuajarkan kepadamu untuk dilakukan, supaya kamu hidup dan memasuki serta menduduki negeri yang diberikan kepadamu oleh Tuhan, Allah nenek moyangmu.” (Ul 4:1). Musa tidak hanya sebagai pemimpin negara tetapi seorang pendidik umum bagi bangsa Israel. Dia mengajarkan ketetapan dan peraturan dari Yahwe supaya dapat dihayati oleh bangsa Israel dalam perjalanan menuju tanah Terjanji.
Selain mengajar peraturan dan ketetapan dari Tuhan kepada bangsa Israel, Musa juga menunjukkan keteladanan yang baik. Dia percaya bahwa bangsa Israel adalah bangsa yang besar. Sebab itu mereka harus menunjukkan kepercayaan dari umat dan mengharapkan supaya bangsa Israel melakukannya dengan setia. Bahkan di bagian lain dari perikop kita dikatakan: “Sebab bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita, setiap kali kita memanggil kepada-Nya?” Bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini, yang kubentangkan kepadamu pada hari ini?” (Ul 4:49).
Musa telah berhasil memperkenalkan sosok wajah Allah yang Maharahim, seorang Allah yang suka memaafkan dan mengampuni manusia. Marilah kita belajar dari Musa yang tidak kenal lelah menyampaikan warta sukacita dari Yahwe kepadanya. Bahwa dia memiliki kelemahan sehingga tidak diijinkan untuk masuk ke tanah terjanji namun Tuhan tetap memihaknya. Sebagai pendidik bagi anak-anak remaja dan kaum miskin menderita. Masih banyak orang yang menderita dan mereka perlu pendamping yang mengajar dan membimbing mereka untuk menjadi pribadi yang terbaik.
P. John Laba, SDB