Hari Sabtu Pekan III Prapaskah
Fransiska Romana
Hos. 6:1-6
Mzm. 51:3-4,18-19,20-21ab
Luk. 18:9-14
Allah adalah Kasih
Bacaan Pertama: Hos 6:1-6
• Nama Hosea (bahasa Ibrani: הוֹשֵׁעַ, artinya “Keselamatan”, bahasa Yunani Kuno: Ὠσηέ, translit. Ōsēe) adalah anak Beeri. Beliau adalah seorang nabi di Israel, Kerajaan Utara, pada abad ke-VIII SM bersamaan dengan nabi Amos dan Yesaya. Ia dikelompokan sebagai salah seorang dari keduabelas nabi kecil dalam Kitab Suci Ibrani dan Perjanjian Lama. Ia menikah dengan seorang pelacur bernama Gomer, anak Diblaim. Pernikahan ini direstui Tuhan untuk menggambakan relasi Tuhan dengan manusia yang berdosa.
• Pada pekan III Prapaskah ini, Bacaan Liturgi dari Kitab Hosea dibaca dua kali. Kemarin diambil dari Hosea 14:2-10, tentang seruan Tuhan kepada umat Israel untuk bertobat dan jawaban manusia untuk bertobat dari dosa penyembahan berhala buatan tangan mereka. Dan pada hari ini Hosea 6:1-6 di mana Tuhan menunjukkan jati diri-Nya sebagai ‘Kasih’.
• Orang-orang Samaria menyembah berhala di Gunung Ebal dan Gunung Garizim. Mereka mengadakan kurban bakaran di atas kedua gunung itu. Hosea artinya keselamatan, memanggil orang-orang Samaria untuk bertobat kepada Tuhan. Ia berkata: “Mari kita berbalik kepada Tuhan dan mengenal-Nya”.
• Mengapa Hosea mengajak orang Samaria untuk bertobat? Karena hanya pada Allah ada kasih dan keselamatan. Hosea berkata: “Sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya.” (Hosea 6:1-2).
• Reaksi Tuhan atas pewartaan Hosea: Orang-orang Efraim dan Yehuda tidak setia kepada Tuhan. Kasih setia mereka kepada Tuhan seperti jabut pagi dan embun yang hilang pagi-pagi benar. Mereka lebih nyaman dengan dosa-dosa mereka. Maka Tuhan akan mengutus para nabi untuk meremukan mereka dan membunuh mereka dengan perkataan-Nya. Hukum Tuhan keluar seperti Terang.
• Jati diri Tuhan: Allah adalah kasih. Tuhan mengungkapkan diri-Nya: “Sebab Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” (Hos 6:6).
Pesan Utama Bacaan I:
• Dosa di Kerajaan Utara (Samaria) semakin merajalela terutama dosa menyembah berhala di atas gunung Ebal dan gunung Garizim. Dosa membuat bangsa Israel mengalami hukuman dari Allah, yaitu hukuman yang bertujuan untuk mendisiplinkan umat Israel. Bangsa Israel tidak sungguh-sungguh mengenal, memahami dan melakukan kehendak Allah. Perasaan sebagai orang berdosa semakin tidak disadari. Ini juga terjadi di dunia saat ini.
• Tuhan Maharahim, penuh kasih setia kepada manusia yang berdosa. Ini ditunjukkan dengan panggilan-Nya kepada Hosea dan bahwa Ia menyukai kasih setia. Hosea sangat menekankan bahwa hanya kasih setia dan belas kasihan Allah yang dapat mendatangkan anugerah bagi bangsa Israel.
• Bagi Hosea, pertobatan merupakan hal yang sukar untuk dilakukan, sebab seseorang mungkin saja terjebak pada pertobatan formalitas.
Bacaan Injil: Luk. 18:9-14
• Tuhan Yesus sedang memberikan perumpamaan kepada orang yang menganggap dirinya BENAR dan memandang RENDAH orang lain. Pernyataan penginjil Lukas ini merupakan gambaran diri manusia sepanjang masa. Manusia yang berdosa tetapi merasa diri seolah-olah tidak berdosa. Manusia sok suci padahal dirinya juga memiliki dosa.
• Ada dua orang yang berdoa di dalam Bait Allah. Keduanya tanpa nama. Hanya deskripsi diri mereka disebutkan sebagai orang Farisi dan pemungut cukai.
• Orang Farisi menunjukkan kesombongannya denan berdiri dan berdoa di dalam hatinya sambil membandingkan dirinya dengan sang pemungut cukai: “Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.” (Luk 18:11-12).
• Pemungut cukai adalah sosok yang tahu diri sebagai orang berdosa di hadirat Tuhan. Penginjil Lukas menggambarkannya: “Ia berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.” (Luk 18:14).
• Reaksi Yesus: “Sang pemungut cukai pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Luk 18:14).
Pesan Injil hari ini:
• Hidup sebagai orang Katolik di dalam gereja masa kini masih ada orang-orang Farisi modern yang suka menghitung-hitung kebaikan dirinnya, pemberian-pemberiannya kepada gereja atau semua jasa baiknya bagi gereja. Ada juga para pemungut cuka dan orang berdosa yang tahu diri dan mau bertobat.
• Tuhan Yesus adalah model kerendahan hati. Ia lemah lembut dan rendah hati. Ia berkenosis dan menerima salib.
• Tuhan Yesus berbelas kasih kepada orang berdosa yang bertobat.
Hubungan bacaan pertama dan Injil:
• Tuhan Allah adalah kasih (1Yoh 4:8) dan kerahiman. Paus Fransiskus mengatakan: nama Allah kita adalah “Belas kasihan”. Mengapa? Bagi Paus Fransiskus: “Belas kasihan adalah cara Tuhan untuk tidak selesai atau memihak kepada Anda saja: pikirkanlah orang-orang yang telah Anda rugikan, dan orang-orang yang telah memilih untuk tidak membalas dendam kemungkinan besar adalah orang-orang yang paling Anda sayangi.”
• Adanya realitas dosa dan perlunya pertobatan yang terus menerus. Sakramen Tobat dalam masa prapaskah itu penting untuk memulihkan kita dengan Tuhan.
• Kebajikan kerendahan hati dan penerimaan total kepada sesama manusia. Kebajikan kerendahan hati adalah induk dari kebajikan yang lain. Bagi Santo Agustinus, Kerendahan hati merupakan kebajikan yang sangat penting dalam agama dan disiplin Yesus Kristus, karena meskipun kita semua adalah orang-orang berdosa, namun kita telah ditebus oleh Yesus Kristus bukan karena jasa-jasa kita, melainkan karena kekurangan dan kegagalan kita yang nyata. Allah mengasihi kita bukan karena kita baik tetapi karena Dia adalah kasih setia.
P. John Laba, SDB