Hari Selasa, Pekan Biasa ke-X
1Raj 21:17-29
Mzm 51:3-4.5-6a.11.16
Mat 5:43-48
Apakah anda mampu mengampuni?
Sebagai seorang Salesian, saya sangat mengagui santo Fransiskus de Sales sesuai keteladanan santo Yohanes Bosco. Santo Fransiskus de Sales, adalah Uskup Agung Jenewa, pernah sangat dibenci oleh seorang pengacara di sana, bahkan pernah berusaha menembak orang suci ini namun ia tidak mengenainya melainkan mengenai seorang imam yang berdiri bersamanya. Oleh karena itu, calon pembunuh itu dijatuhi hukuman mati. Namun, Fransiskus memohon pembelaan atas namanya, dan hukuman matinya diringankan. Meski demikian, pengacara tersebut tidak menunjukkan rasa terima kasih, tetapi justru meludahi wajah Fransiskus. Santo Fransiskus menjawab dengan sedih, “Saya telah mampu menyelamatkan Anda dari keadilan manusia, tetapi kecuali Anda mengubah watak Anda, Anda akan jatuh ke tangan Keadilan Ilahi, yang darinya tidak ada kekuatan yang dapat menyelamatkan Anda.” Seperti yang ditunjukkan oleh Santo Fransiskus kepada kita, fakta bahwa tidak semua orang akan menerima tawaran pengampunan kita tidak membebaskan kita dari kewajiban untuk mengulurkannya.
Apakah selalu mudah untuk mengampuni orang lain? Tentu saja tidak. Kemarahan adalah emosi yang kuat, dan bahkan orang-orang kudus pun dapat tergoda oleh keinginan untuk membalas dendam, tetapi mereka berusaha lebih keras untuk menggunakan bantuan yang Tuhan sediakan untuk mengatasi perasaan-perasaan ini. Ketika ayah dan saudara-saudaranya dibunuh, Santo Petrus dari Pisa ingin meninggalkan biaranya dan membalas dendam atas kematian mereka, tetapi saudarinya, Clare Gambacorta, membantunya untuk mengatasi godaan ini. Dengan doa yang sungguh-sungguh dan dengan bantuan teladan saudarinya, Petrus sampai pada titik di mana ia dapat dengan tulus mengampuni para pembunuh itu. Mengampuni itu tidaklah mudah namun kita perlu berusaha untuk melakukannya.
Pada hari ini kita belajar dari Tuhan. Pelajaran hidup yang luar biasa terutama ketika kita berdosa, mendapat nasihat atau koreksi dan kita berusaha untuk berubah. Tentu proses perubahan atau transformasi ini akan membaharui hidup kita. Di dalam bacaan pertama kita mendengar kisah kejahatan yang dilakukan raja Ahab dari Samaria bersama istrinya Izebel untuk merebut kebun anggur Nabot. Ketamakan manusiawi sang Raja dan Permaisuri memang tidaklah elok dan merupakan dosa. Namun Tuhan berusaha untuk menyelamatkan kaum pendosa seperti raja sendiri.
Apa yang Tuhan lakukan kepada sang raja yang berdosa ini? Tuhan mengutus nabi Elia untuk menyadarkan raja Ahab. Mula-mula raja sangat angkuh. Namun nabi Elia tetap menyuarakan kenabian yang sangat mengedukasi, ada ancaman tertentu untuk menyadarkannya. Pada akhirnya raja Ahab sadar dan berusaha untuk rebdah hati. Inilah tanda kerendahan sang raja: “Ia mengoyakkan pakaiannya, mengenakan kain kabung pada tubuhnya dan berpuasa. Bahkan ia tidur dengan memakai kain kabung, dan berjalan dengan langkah lamban.” (1Raj 21:27). Tuhan mengampuni raja Ahab yang berdosa karena melihat jerendahan hatinya. Inilah perkataan Tuhan: “Sudahkah kaulihat, bahwa Ahab merendahkan diri di hadapan-Ku? Oleh karena ia telah merendahkan diri di hadapan-Ku, maka Aku tidak akan mendatangkan malapetaka dalam zamannya; barulah dalam zaman anaknya Aku akan mendatangkan malapetaka atas keluarganya.” (1Raj 21:29).
Dari Tuhan kita belajar bagaimana Ia tidak menghitung dosa-dosa manusia. Ia tetap menyadarkan mereka melalui para nabi yang diutu-Nya untuk mempertobatkan mereka. Bahkan Ia mengutus Anak-Nya yang Tunggal dan mengorbankan-Nya. Penginjil Yohanes bersaksi dalam sebuah Dialog Yesus dan Nikodemus: “Karena Allah sangat mengasihi dunia ini, Dia memberikan Anak-Nya yang tunggal supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal. Karena Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan supaya dunia diselamatkan melalui Anak-Nya.” (Yoh 3:16-17).
Pada hari ini Tuhan Yesus juga menyapa kita untuk mengikuti jejak-Nya. Dalam kotbah dibukit Ia memberikan pengajaran yang memang sulit namun harus kita lakukakan. Ia mengajar kita supaya para musuh itu jangan kita lawan dan benci tetapi kita mengasihi mereka. Kita mendoakan mereka yang men ganiaya kita secara fisik dan secara verbal. Hanya dengan sikap seperti ini kita benar-benar serupa dengan Bapa di surga yang mengasihi dan menyelamatkan kaum pendosa. Satu hal yang perlu kita ingat dari Tuhan: “Allah Bapa menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.” (Mat 5: 45).
Pada hari ini kita belajar untuk berubaha, semakin mengasihi dan semakin mengampuni seperti Tuhan sendiri. Santo Fransiskus de Salesi yang saya kisahkan di awal homili ini mengajar kita untuk berubah mulai saat ini.
P. John Laba, SDB