Homil 30 Januari 2025

Hari Kamis, Pekan Biasa III
Ibr.10:19-25
Mzm.24:1-2,3-4ab,5-6
Mrk. 4:21-25

Marilah kita berpegang teguh pada pengharapan

Dalam Konferensi Internasional keenam tentang “Por el Equilibrio del Mundo” (“Untuk Keseimbangan Dunia”) yang berlangsung dari tanggal 28-31 Januari 2025 ini, Paus Fransiskus mengatakan bahwa pengharapan merupakan “nilai yang sangat tepat” dalam dunia masa kini. Sebab itu beliau mengingatkan para peserta konferensi internasional ini supaya menaru perhatian kepada orang-orang yang tidak memiliki pengharapan. Lebih jelas Paus Fransiskus berkata: “Orang miskin dan orang sakit, orang muda dan orang tua, migran dan orang terlantar, bahkan mereka yang dirampas kebebasannya, harus menjadi pusat perhatian kita, sehingga tidak ada seorang pun yang dikucilkan dan martabat kemanusiaan setiap orang dihargai.” Di samping itu Paus juga mengajak para peserta konferensi: “Marilah kita belajar dari cinta kasih, membangun harapan yang mengupayakan agar semua orang memiliki apa yang diperlukan, mengajar orang lain untuk berbagi dengan yang miskin, dan membuka diri kita dengan sambutan yang murah hati kepada orang lain, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana menyumbangkan apa yang kita miliki dan apa yang kita miliki untuk kebaikan bersama.”

Perkataan Paus Fransiskus ini merupakan usaha nyata untuk mengejawanta semangat Gereja di dalam tahun Yubileum 2025 ini, yakni “Peziarah Harapan”. Sebagai peziarah harapan kita berusaha untujb menerima sakramen tobat selama Tahun Yubileum 2025. Kita tekun mengikuti Misa Kudus pada hari Minggu dan Hari Raya yang disamakan dengan Hari Minggu. Kita mendoakan intensi Bapa Paus, dipenuhi dengan doa Bapa Kami, Salam Maria dan doa lain yang sesuai dengan kesalehan dan devosi atau ungkapan kasihnya. Kita juga mengunjungi gereja-gereja paroki yang memiliki pintu kudus yang dapat kita lewat di tingkat local (paroki) maupun tingkat gereja universal yang ditetapkan Bapa Suci.

Pengharapan itu tidak mengecewakan kita terutama ,ereka yang kehilangan harapan atau hidup tanpa pengharapan. St. Paulus menulis: “Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Rm 5:5). Kita semua sebagai pengikut Kristus perlu memiliki Kebajikan-kebajikan Ilahi ini, yakni iman, harapan dan kasih. Penulis surat kepada umat Ibrani menulis: “Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah” (Ibr 10:19-21). Ini adalah warta harapan yang diberikan kepada kita semua.

Apa yang harus kita lakukan?

Dengan memahami maksud dari penulis Surat kepada umat Ibrani ini maka kita semua diajak ‘marilah’ untuk memiliki harapan kepada Tuhan yang menyelamatkan kita. Lebih jelas dikatakan: “Marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik”. (Ibr 10: 22-24).

Kita juga berusaha untuk membawa harapan kepada semua orang yang tidak berpengharapan. Sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kaki kita (Mzm 119:105) yang tentu saja membawa harapan kepada semua orang. Sabda Tuhan lalu kita wartakan secara terang-terangan bukan disembunyikan sehingga tidak dilihat orang. Bagaimana orang dapat berubah kalau tidak membaca, mendengar, merenung, dan menjadi pelaku firman untuk membawa harapan kepada sesame? Sebab itu Tuhan Yesus berkata: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap. Barangsiapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Mrk 4: 21-23).

Saya mengakhiri homili ini dengan mengikuti ajakan Paus Fransiskus ini: “Mari kita berupaya agar harapan dapat menjadi nyata dalam perdamaian”. Ini ajakan yang sangat bermakna supaya Gereja benar-benar hadir untuk memperjuangkan orang-orang yang tidak berpengharapan supaya bisa hidup dalam damai. Adalah fatal apabila Gereja malah memecah belah perdamaian dalam kehidupan umat.

P. John Laba, SDB