Ajarlah aku…
Saya mengingat kembali perjalanan ketika masih berkarya di Pulau Sumba pada awal tahun 2000-an. Ketika melewati daerah Wejewa yang subur, dengan memiliki curah hujan yang tinggi, maka wajar saja kalau para petani di kampung tertentu, mereka bisa memanen jagung dan sayur mayur sebanyak tiga kali untuk setiap tahun. Saya sangat terpesona melihat keindahan alam wejewa dan semangat kerja para petaninya yang tinggi. Mereka sunggu pekerja tulen! Ada seorang sahabat saya mengatakan: “Pater, kami orang Wejewa tidak akan mati kelaparan karena Tuhan sangat baik kepada kami”.
Ada pemandangan yang indah. Ini bukan soal pemandangan alamanya, kebun jagung dan sayur-mayurnya karena sudah pasti indah. Bagi saya pemandangan yang indah adalah ketika saya melihat orang Wejewa bekerja. Para orang tua bekerja dengan tekun di kebun, anak-anak muda dan remaja juga melihat orang tuanya bekerja dan merekapun ikut bekerja. Saya melihat para petani sederhana itu benar-benar menjadi guru kehidupan bagi anak-anak mereka. Para orang tua bekerja, anak-anak melihat lalu ikut bekerja dengan memegang pacul dan peralatan pertanian lainnya. Demikian juga dalam proses menanam, membersihkan kebun, memanen dan mengumpulkanan hasil panenannya. Sungguh, suatu pemandangan yang indah dari para orang tua sebagai guru kehidupan bagi anak-anak mereka.
Saya teringat pada Perkataan indah di dalam Kitab Mazmur: “Ajarlah aku melakukan kehendak-Mu, sebab Engkaulah Allahku! Kiranya Roh-Mu yang baik itu menuntun aku di tanah yang rata!” Tuhan mengajar kita untuk terus melakukan kehendak-Nya. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Sebab Aku telah turun dari sorga bukan untuk melakukan kehendak-Ku, tetapi untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” (Yoh 6:38) dan ‘Sungguh Aku datang untuk melakukan kehendak-Mu’ (Ibr 10:9).
P. John Laba, SDB