Menghakimi Orang Tuamu sendiri?

Menghakimi Orang Tuamu sendiri?

Saya merasa kaget mendengar ungkapan kekesalan dan kemarahan seorang anak remaja kepada kedua orang tuanya. Ia sempat menyebut seribu satu litani kesalahan kedua orang tuanya. Ia bahkan menyesal karena sudah lahir ke dunia melalui kedua orang tuanya ini. Saya pun terus duduk dan mendengar dengan penuh perhatian. Karena ia memiliki trust kepada saya maka dia merasa nyaman untuk terus berbicara sampai puas tentang isi hatinya yang baginya ‘terluka’ karena ulah kedua orang tuanya.

Saya merasa yakin bahwa anak remaja ini bukan satu-satunya yang memiliki luka hidup sejak usia dini di dalam ruamhnya. Kita sendiri tidak bisa menghitungnya karena mungkin dan hampir pasti bahwa kita sendiri pernah mengalami luka seperti ini dari kedua orang tua kita. Hanya saja, apakah kita bisa mengolahnya bukan sebagai kutuk melainkan sebagai berkat dalam hidup pribadi kita.

Ketika berhadapan dengan anak-anak yang terluka secara fisik dan verbal seperti ini, apa yang dapat dilakukan oleh orang tua?

Pertama, Doa. Orang tua pasti melihat fenomena anaknya yang terluka melalui sikapnya sehari-hari maka doakanlah. Doa yang tulus dari orang tua dapat mengubah kehidupan anaknya sendiri. Santa Monika berhasil mendoakan Agustinus anaknya.

Kedua, orang tua perlu belajar dari pengalaman. Pengalaman adalah guru kehidupan. Pengalaman masa kecil orang tua tempo doeloe tak perlu diterapkan lagi pada anak-anak masa kini. Generasi manusia hi hi sudah berbeda. Adaptasi dari pihak orang tua memang perlu sehingga orang tua sendiri tidak pusing dan mau lompat dari pohon toge.

Ketiga, Orang tua perlu rendah hati dan berani mengakui kesalahan dan memohon maaf. Orang tua perlu sadar dan rendah hati di hadapan anak-anaknya. Mungkin orang tua bermaksud baik untuk mengedukasi mereka tetapi caranya tidak sesuai lagi dengan anak-anak masa kini. Maka carilah waktu berduaan atau bertigaan dan akuilah kesalahanmu serta mintalah maaf dari anak-anakmu. Sikap orang tua seperti ini turut mengubah hidup anak-anak masa kini.

Keempat, Waktu berkualitas. Quality time atau waktu berkualitas itu perlu dan harus. Sesibuk apapun sebagai orang tua, dengan waktu satu menit saja bersama anak tentu sangat bermakna. Anak-anak memang harus merasa dikasihi bukan mendengar bahwa mereka dikasihi.

Kelima, anak-anak merasa bahwa mereka penting. Anak-anak merasa bahwa mereka selalu penting dan prioritas pertama dalam keluarga. Sesibuk apapun, anak-anak selalu dicari, berbicara dengan mereka dan memberi apresiasi sekecil apapun apresiasi atas apa yang mereka sudah lalukan.

Lalu bagaimana sikap anak-anak kepada orang tua? Apakah anak-anak hanya terus menghakimi dan menuntut? Tidak dan tidak. Anda swbagai anak mau berkembang? Jangan hanya menghakimi dan menuntut kedua orang tuamu saja.

Ingatlah perkataan Davis Makanjuola, seorang penulis masa kini yang pernah berkata:

‘Jangan pernah menghakimi orang tua anda. Tunggulah sampai anda sendiri menjadi orang tua’

Anak tetaplah anak, orang tua tetaplah orang tua. Berjalanlah bersama sampai ke tujuan yang membahagiakan.

P. John Laba, SDB