Hari Selasa, Pekann Biasa ke-XIVC
Kej. 32:22-32
Mzm. 17:1.2-3,6-7,8b,15
Mat. 9:32-38
Gembala Berbau Domba
Kita semua mengenal dan mungkin pernah mengalami hidup sebagai gembala bagi hewan atau ternak tertentu. Saya pernah memperhatikan seorang peternak babi. Dia memelihara, menjaga, mengenal, memberi nama kepada mereka satu persatu. Babi-babi itu dengan sendirinya mengenal dan bersahabat dengannya. Peternak babi ini tidak pernah lalai dalam mencari dan memasak makanan bagi kawanan babinya. Ia memandikan sambil berbicara dengan mereka satu persatu. Ia mengelus-elus tubuh babi. Ia merasa bahagia ketika menjualnya dan mendapat uang atau pun memakan dagingnya. Dia juga kadang meneriaki babiu-babi itu. Dia sungguh seorang peternak atau penggembala babi yang berbau babi.
Di dalam Gereja kita selalu mendengar sebutan sekaligus sapaan pemimpin gereja sebagai ‘pastor’ artinya ‘gembala’. Kita selalu mendengar kerinduan umat untuk memiliki gembala yang baik seperti Yesus sendiri. Tuhan Yesus berkata: “Aku ini gembala yang baik. Aku mengenal domba-domba-Ku, dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh 10:14). Kalau manusia sebagai peternak hewan tertentu saja begitu akrab dengan ternaknya, apa lagi Tuhan Yesus sebagai Gembala Baik bagi kita. Dia sungguh menjadi gembala baik bagi kita karena kasih.
Gereja mendambakan gembala-gembala yang baik. Almarhum Paus Fransiskus pernah mengingatkan para gembala masa kini supaya menjadi gembala berbau domba. Namun tentu tidaklah mudah untuk mendapatkan gembala berbau domba. Perkataan Tuhan yang menginspirasi kita hari ini adalah: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” (Mat 9:37-38). Para gembala adalah milik Tuhan maka kita harus berdoa, memohon kepada Tuhan supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja atau mengirim para gembala berbau domba ke dalam Gereja. Para gembala memang harus berubah, meninggalkan hidup lamanya menjadi pribadi yang baru, seperti Yakub yang bergumul dengan Tuhan dan menjadi Israel. Gembala memang perlu mengubah dirinya di hadirat Tuhan.
Bagaimana dengan kita?
Kita juga dipanggil menjadi gembala, mulai dari dalam keluarga sendiri. Bagaimana bisa menjadi gembala kalau tidak bisa mengurus keluarga sendiri? Kita perlu memiliki semangat sebagai gembala yang baik yang mencari mereka yang tersesat, mereka yang tidak memiliki harapan supaya memiliki harapan. Kita pasti bisa.
P. John Laba, SDB