Homili 9 Juli 2025

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XIV
Kej. 41:55-57; 42:5-7a,17-24a
Mzm. 33:2-3,10-11,18-19
Mat. 10:1-7

Tuhan menambahkan segalanya

Kita semua mengenal dan mungkin saja sedang menggunakan nama ‘Yusuf’ atau ‘Yosef’. Nama Yusuf di dalam Kitab Suci berarti ‘Tuhan menambahkan’. Kita semua tentu sangat akrab dengan santu Yusuf, suami Bunda Maria sekaligus Bapa Pengasuh dari Tuhan Yesus. ‘Tuhan menambahkan’ segala kebajikan yang dilakukannya di dalam keluarga kudus Nazaret. Kita juga pasti mengenal Yusuf, anak Yakub yang memiliki kisah hidup bermakna bagi kita semua. Tuhan menambahkan kebajikan padanya sebagai saluran berkat bagi saudara-saudara yang sudah menyakitinya.

Kisah Yusuf, anak Yakub (Kej. 41:55-57; 42:5-7a,17-24a) adalah gambaran diri banyak orang sepanjang zaman. Yusuf lebih dikasihi oleh Yakub ayahnya sehingga membuat saudara-saudaranya merasa cemburu dan marah kepadanya. Kekerasan fisik dan kekerasan verbal dialaminya dari para saudaranya, padahal ia berbuat baik dengan mengantar makanan bagi mereka yang saat itu sedang menggembalakan ternak di padang. Pengalaman yang lebih tragis lagi adalah ketika Yusuf dijual oleh saudaranya sendiri ke Mesir, sebuah negeri asing. Namun demikian, Tuhan tetap menambahkan kebajikan kepada Yusuf sehingga ia menjadi pemimpin yang baik hati, bijaksana dan nantinya dapat berekonsiliasi dengan saudara-saudaranya. Ia tidak mengingat dan menghitung kesalahan saudara-saudaranya tetapi berkehendak untuk berbuat baik kepada mereka. Kejahatan dibalas dengan kebaikan untuk mencapai rekonsiliasi sejati.

Tuhan Yesus ‘menambahkan’ segala sesuatu kepada keduabelas murid terpilih yang disebut-Nya rasul. Mereka adalah pribadi-pribadi yang sederhana dan rapuh namun Ia tetap memilih mereka sebagai rasul atau utusan. Sebagai utusan, mereka menerima kuasa istimewa dari Tuhan Yesus untuk mengusir roh-roh jahat dan melenyapkan segala penyakit. Mereka memiliki pilihan utama yaitu mencari domba-domba yang hilang dari umat Israel dan tekun mewartakan dekatnya kedatangan Kerajaan Surga. Tuhan menambahkan kepada mereka untuk menjadi pendamai yang bisa membuka jalan rekonsiliasi Tuhan dan manusia. Tuhan Yesus juga mengalami nasib yang mirip dengan Yusuf yaitu Ia dijual seharga tiga puluh perak oleh rasul pilihan-Nya yaitu Yudas Iskhariot. Tuhan Yesus tetap berbuat baik.

Bagaimana dengan kita?

Pengalaman Yusuf dan Tuhan Yesus adalah pengalaman kita. Kita bisa saja menjadi sasaran kebencian saudara sendiri, nama kita mungkin bisa dijual untuk mendatangkan keuntungan pribadi seseorang di sekitar kita. Namun percayalah bahwa Tuhan akan tetap menambahkan ‘kebajikan yang terbaik’ di dalam diri kita untuk kemuliaan nama-Nya di dunia ini.

P. John Laba, SDB