Hari Senin, Pekan Biasa ke-XVC
Kel. 1:8-14,22
Mzm. 124:1-3,4-6,7-8
Mat. 10:34-11:1
Tuhan Penolong yang setia
Ada seorang sahabat yang mengagumi sebuah cangkir yang indah. Ia pun membeli dan menjadikannya sebagai pajangan yang mempesona bagi setiap orang yang melihatnya. Ia pernah ditanya orang-orang yang datang ke rumahnya tentang alasan mengapa ia menjadikan cangkir itu sebagai sebuah pajangan saja. Ia membagikan pikirannya: “Saya melihat cangkir ini setiap hari, sambil merenung tentang pendewasaan hidup seorang manusia. Cangkir ini diambil dari tanah liat, dibentuk perlahan-lahan, dikeringkan, dibakar dengan suhu tinggai, diperhalus, dicat hingga finishing yang penuh dengan ketelitian oleh sang pembuat cangkir. Sang pembuat cangkir mengurbankan waktu, tenaga dan pikiran. Kaki dan tangannya kotor dengan tanah liat. Cangkir melalui proses yang keras terutama saat dibakar dan finishing. Sekarang cangkir itu begitu indah dan dikagumi. Demikian juga proses pendewasaan manusiawi kita, penuh dengan pengurbanan, penderitaan sebelum meraih sebuah kesuksesan.
Kita semua melewati proses pembuatan ‘cangkir’ ini. Tidak ada seorangpun yang luput dari penderitaan dan kemalangan dalam hidup ini. Ketika orang itu tabah dan setia dalam pengurbanan hidupnya, maka dia akan menjadi pribadi yang bahagia. Tentu saja bukan semata-mata usaha pribadinya tetapi pertolongan Tuhan menjadi andalan seluruh hidupnya.
Mari kita mengingat pengalaman bangsa Israel setelah kematian Yusuf di Mesir. Mereka ditakuti oleh orang-orang Mesir. Orang-orang Mesir sendiri ingin bijak dalam menangani kaum Israel ini. Namun demikian, jumlah orang-orang Israel makin bertambah banyak. Dampak negatifnya adalah mereka mengalami penganiayaan dari bangsa Mesir. Mereka diperbudak dengan pekerjaan yang berat untuk membangun bagi Firaun kota-kota perbekalan, yakni Pitom dan Raamses. Lebih tragis lagi ketika anak laki-laki bansa Israel dibuang ke Sungai Nil sedangkan anak-anak prempuan dibiarkan hidup (Kel 1:22). Semakin berat penderitaan mereka, mereka semakin mulia dan mendapat keselamatan dari Tuhan.
Kita sedang mengikuti Kristus berarti kita mengandalkan pertolongan-Nya sebab kita akan masuk ke dalam sekolah Yesus yakni Sekolah Salib Penderitaan (SSP). Tuhan Yesus berkata: “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat 10:38-39). Memikul Salib berari kita siap untuk berjalan bersama Yesus dalam suka dan duka, untuk kebaikan sesama dan diri kita. Siapa yang setia maka ia akan mendapatkan keselamatan sebab Tuhan adalah satu-satunya Penolong dan Penyelamat kita.
Hidup kita tidak jauh berbeda dengan sebuah cangkir yang dikagumi karena keindahannya, namun proses pembuatannya tidaklah seindah saat dipajang. Ada pengalaman keras, luka sebagaimana dialami bangsa Israel di Mesir dan hidup Kristiani di negeri yang majemuk ini. Ketika kita setia maka kita akan menjadi indah di mata Tuhan dan manusia. Tuhan pasti menolong kita.
P. John Laba, SDB