Homili Hari Minggu Biasa ke-XVI/C – 2025

Hari Minggu Biasa XVIC
Kej. 18:1-10a
Mzm. 15:2-3ab,3cd-4ab,5
Kol. 1:24-28
Luk. 10:38-42

Buah dari sebuah Pelayanan

Kita semua mengenal sebuah perkataan St. Theresia dari Kalkuta bahwa buah dari pelayanan adalah dama sejahtera. Kutipan perkataannya yang lengkap adalah: “Buah dari keheningan adalah doa; buah dari doa adalah iman; buah dari iman adalah kasih; buah dari kasih adalah pelayanan; buah dari pelayanan adalah kedamain.” Perkataan St. Theresia ini sangat bermakna di dalam kehidupan kita. Banyak orang selalu berbicara tentang pelayanan dan pelayanan tetapi diri mereka sendiri bukanlah pelayan. Kalau saja mereka sungguh pelayan makan mereka akan tahan banting dalam segala situiasi.

Pada Hari Minggu Biasa ke-XVIC ini, kita disegarkan kembali oleh Sabda Tuhan tentang pentingnya pelayanan dan pengorbanan diri untuk mencapai kedamaian hati. Di dalam bacaan pertama kita mendengar kisah pasutri Abraham dan Sara yang mendapat penampakkan diri Tuhan. Pada saat itu Abraham mengangkat wajahnya dan melihat tiga orang yang berdiri di depannya. Abraham menemui mereka sambil bersujud sampai ke tanah. Abraham meminta mereka untuk singgah di tendanaya dan siap untuk melayani mereka. Abraham meminta Sara untuk menyiapkan makanan terbaik bagi ketiga tamu ini. Buah dari pelayanan Abraham dan Sara adalah kedamaian dalam keluarga, lebih lagi karena mereka akan mendapatkan anugerah seorang anak laki-laki di dalam keluarga ini.

Di dalam bacaan Injil kita mendengar nama dua bersaudara yang melayani Tuhan dengan caranya tersendiri. Nama Marta (Yunani: Μάρθα) berarti ibu atau madame di rumah. Nama Marta menunujukkan sosok seorang wanita terhormat di dalam sebuah keluarga. Ia sibuk menyediakan makanan dan siap untuk melayani Yesus dan para murid-Nya. Ia bahkan sempat curhat kepada Yesus tentang segala yang dia lakukan dalam pelayanannya, sedangkan Maria saudaranya duduk dekat kaki Yesus dan mendengar setiap perkataan Tuhan. Nama Maria (Μαριὰμ) dalam bahasa Ibrani מִרְיָם – Mir’yam artinya “yang pahit.” Santo Hironimus mengartikannya ‘seorang yang memiliki kasih cinta seluas samudra raya‘. Dari kedua bersaudara ini, Yesus lebih memuji Maria sebagai pribadi yang memilih yang bagian terbaik yang tidak akan diambil daripadanya.

Kedua saudara dari Lazarus ini menunjukkan sisi-sisi pelayanan kepada Tuhan. Marta memiliki cara melayani Tuhan dengan karya yang nyata. Dia memiliki cara mengasihi Tuhan yang tentu berbeda dengan Maria saudaranya. Salah satu pesan paling jelas dari kisah tentang Maria dan Marta adalah bahwa berada bersama Yesus lebih penting daripada sibuk untuk melayani-Nya. Di sini, gangguan Marta bukanlah dosa; itu hanyalah prioritas yang salah tempat. Yesus dengan lembut mengingatkan dia bahwa kedamaian sejati tidak ditemukan dalam apa yang kita lakukan, tetapi dalam hal dengan siapa kita berada. Kita dipanggil untuk melayani seperti Martha namun bersujud dan berdoa seperti Maria, menemukan keseimbangan antara hati dan tangan. Tentu ada penderitaan dalam pelayanan namun dengan mengikuti santu Paulus: ’menggenapkan penderitaan Kristus yang masih kurang di dalam Gereja’ (Kol 1:24).

P. John Laba, SDB