Hari Kamis, Pekan Biasa ke-III
Peringatan Wajib: St. Yohanes Bosco
Ibr. 10:19-25
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
Mrk. 4:21-25
Sang pelita bagi kaum muda
Pada hari ini kita mengenang kembali Santu Yohanes Bosco. Beliau lahir dalam sebuah keluarga yang sangat sederhana di Becchi, Italia pada tanggal 16 Agustus 1815. Ayahnya bernama Fransiskus dan ibunya bernama Margaretha. Pada saat berusia dua tahun ayahnya meninggal dunia. Sejak saat itu ibunya hidup sebagai single parent yang harus membesarkan tiga orang anaknya yakni Joseh, Antonius dan Yohanes. Si bungsu Yohanes memiliki cita-cita yang luhur yakni ingin menjadi seorang imam untuk melayani Tuhan dan sesama. Sayang sekali ibunya tidak mampu untuk membiayainya dalam proses pembinaan di seminari. Dengan usaha yang besar akhirnya Yohanes bisa mengikuti pembinaan hingga ditahbiskan sebagai seorang Romo Diosesan pada tanggal 5 Juni 1841. Setelah menjadi seorang imam ia membangun tekad yang kuat untuk menjadi rasul bagi kaum muda khususnya mereka yang miskin.
Mengapa Don Bosco memilih untuk melayani kaum muda yang miskin? Pertama-tama karena pengalaman pribadinya di dalam keluarga. Ia lahir dan besar dalam sebuah keluarga yang miskin maka ia bercita-cita untuk mengentaskan kemiskinan kaum muda. Ia tidak menghendaki agar pengalaman kemikiskinannya diulangi kembali oleh kaum muda yang lain. Kedua, Akibat revolusi industri maka banyak anak muda yang berurbanisasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Sayangnya kaum muda ini tidak memiliki keterampilan tertentu sehingga mudahlah mereka menjadi penganggur, dan tentu sangat berdampak dalam kehidupan sosial di kota.
Dalam situasi seperti ini maka Yohanes Bosco, sebagai seorang imam muda, tampil untuk menyelamatkan mereka dengan mendampingi, membekali dengan keterampilan tertentu dalam bidang teknik dan juga katekese. Dia tampil sebagai pelita yang menyalah di tengah-tengah kegelapan dunia kaum muda saat itu. Ia berperinsip: “Karena kalian adalah kaum muda maka sudah cukuplah bagi saya untuk mengasihi kalian.” Pada kesempatan-kesempatan tertentu Ia selalu mengulangi perkataannya ini: “Bagi kalian saya belajar, bagi kalian saya bekerja, bagi kalian saya hidup, bagi kalian saya bahkan rela menyerahkan nyawaku untukmu hai orang muda”. Don Bosco juga membutuhkan rekan-rekan kerja untuk meneruskan pelayanan bagi kaum muda. Sebab itu ia mendirikan kongregasi Salesian Don Bosco yang kini bekerja di seratus tiga puluh empat negara, Tarekat Putri Maria Penolong Umat Kristiani atau para suster Salesian dan para koopertor Salesian sebagai ordo ketiganya. St. Yohanes Paul II pada tanggal 31 Januari 1988 yang lalu memberi gelar kepada Don Bosco sebagai Bapa, Guru dan Sahabat kaum muda.
Bagi saya kehidupan Don Bosco itu laksana sebuah pelita yang menerangi kehidupan kaum muda. Pelita yang dimaksud adalah sistem pendidikannya yang dikenal dengan nama sistem preventif. Ada tiga pilar penting dalam sistem preventif untuk membina kaum muda supaya dapat menjadi ‘pelita baru’ bagi sesama kaum muda yakni akal budi (aspek kognitif), iman dan ketakwaan dan cinta kasih penuh kebaikan. Para Salesian tetap berpegang teguh pada tradisi ini untuk memanusiakan manusia muda sesuai dengan semangat Don Bosco. Boleh dikatakan bahwa sistem pendidikan Don Bosco ini juga berguna untuk mewartakan sabda bagi kaum muda.
Dalam bacaan Injil hari ini kita mendengar wejangan Yesus kepada para murid-Nya untuk berani mewartakan Sabda-Nya kepada semua orang. Kabar Sukacita atau Injil Yesus itu laksana pelita yang dapat menerangi hidup. Kita mendengar perkataan ini: “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm 119:105). Sungguh sabda Tuhan adalah pelita dan terang bagi langkah kaki dan hidup kita. Para pengikut Kristus harus memiliki keberanian untuk mewartakan Sabda yang sudah didengarnya, mewartakannya di tempat terbuka melalui hidupnya yang nyata, bukan sekedar kata-kata kosong yang keluar dari mulutnya. Berkaitan dengan hal ini, Yesus berkata: “Orang membawa pelita bukan supaya ditempatkan di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditaruh di atas kaki dian. Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan tersingkap.” (Mrk 4:21-22). Hanya orang bermental bekicot yang meletakan pelita di bawah kolong tempat tidur. Mereka ini tidak mewartakan Sabda dengan hidupnya yang nyata. Hidupnya jauh dari wajah kudus Tuhan.
Don Bosco tidak hanya menjadi pelita bagi kaum muda yang miskin. Dia juga menunjukkan dirinya sebagai ‘yang sudah mempunyai’ dan akan ‘diberi lagi’. Ia tidak takut untuk menunjukkan wajah Allah yang penuh kasih kepada kaum muda yang miskin. Hingga wafatnya ia tetap berperinsip: ‘Da mihi animas coetera tolle’ (berilah aku jiwa-jiwa, yang lain ambillah). Ia mencari dan menyelamatkan jiwa kaum muda yang miskin dengan hidupnya yang nyata. Maka, Don Bosco juga wafat di tengah orang-orang muda di oratoriumnya.
Pada hari ini, kita juga dipanggil untuk menyerupai Don Bosco. Kita ikut mencari jiwa-jiwa orang muda dan menyelamatkan mereka dengan hidup yang nyata. Kita menunjukkan akal budi, iman dan kasih penuh kebaikan bagi mereka. Biarlah kaum muda sadar bahwa mereka benar-benar dicintai.
Doa: Tuhan, kami bersyukur kepada-Mu karena Engkau juga memanggil kami supaya berani mewartakan sabda-Mu kepada semua orang. Semoga kami menyerupai Don Bosco orang kudus-Mu mewartakan sabda kasih-Mu kepada kaum muda dan menyelamatka jiwa-jiwa mereka. St. Yohanes Bosco, doakanlah kami. Amen.
P. John Laba, SDB