Unta dan Lubang Jarum
Seorang sahabat menulis kepada saya setelah membaca Injil dan homili saya hari ini tentang unta dan lubang jarum. Pikirannya sangat harafiah seperti kebanyakan di antara kita. Ada yang belum punya konsep tentang unta dan hanya punya konsep tentang lubang jarum tangan yang dipakai untuk menjahit. Maka pikirannya tentang analogi ini diluar jangkauan. Dalam hal ini yang masuk bukan untanya, hanya satu lembar bulunya yang masuk lewat lubang jarum. Yah, haruslah dimaklumi karena tidak banyak orang yang memahami cara pikir dan analogi yang dibuat Yesus untuk menerangkan hikmat kepada para murid-Nya.
Penginjil Matius melaporkan bahwa Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya begini: “Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Mat 19:24). Saya pernah studi di Yerusalem selama empat tahun dan saya jujur mengatakan bahwa saya tidak menemukan petunjuk yang tepat dan akurat di kota Yerusalem yang bernama lubang jarum sehingga bisa dilewati unta. Yerusalem zaman Yesus pernah dihancurkan tahun 70M oleh orang-orang Romawi dan bisa dibayangkan sampai hari ini 18 Agustus 2020 pasti bisa kita pikirkan sendiri, khusus berkaitan dengan seribu satu perubahan di kota damai alias Yerusalem ini. Pada saat ini ada sebutan untuk dua jenis gerbang yaitu gerbang besar dan gerbang kecil. Gerbang besar bisa dilewati kendaraan besar dan ada gerbang kecil yang sering disebut gerbang mata jarum oleh para pejalan kaki. Tetapi gerbang kecil ini merupakan sebutan modern yang kiranya dikaitkan dengan perkataan Yesus dalam Injil tentang lubang jarum.
Kalau begitu apa maksud Yesus menyebutkan unta dan lubang jarum ini?
Kota Yerusalem dan juga kota-kota lain di Israel dan Palestina dikuasai oleh kerajaan Romawi. Ciri khas kota-kota itu adalah memiliki pagar tembok yang tinggi dan pintu-pintu gerbang. Pagar tembok adalah batas yang jelas kota dengan kota yang lain. Pagar tembok itu penting karena melindungi warga kota dari serangan musuh, juga banyak pencuri dan perampok. Maka sepanjang hari gerbang besar dibuka sebagai jalur pejalan kaki bagi manusia dan hewan juga kendaraan yang lazim sesuai zamannya. Pada saat ada musuh maka pintu gerbang besar ditutup dan warga kota hanya bisa mengakses jalan sempit yang berbentuk lubang jarum. Demikian juga pada sore menjelang malam hari, pintu gerbang besar ditutup rapat dan yang dibuka adalah pintu kecil, yang bentuknya seperti lubang jarum.
Apa yang terjadi?
Para warga yang lalu lalang masuk ke kota pada sore menjelang malam harus melewati pintu kecil berbentuk lubang jarum ini. Di depan pintu ada pejaganya, penuh disiplin dan ketat. Setiap orang yang lewat harus menurunkan barang-barang bawaan untuk diperiksa petugas, menunduk, kadang bisa berlutut untuk melewati pintu itu hingga ke dalamnya. Unta sendiri harus bebas dari barang bawaan, dipaksa untuk berlutut sambil merangkak pelan-pelan mewati lubang pintu itu hingga ke dalamnya. Unta adalah hewan jinak maka mudah untuk diatur. Kalau sudah berada di dalam maka barang bawaan akan dinaikan dan pemilik boleh menunggangnya lagi melewati lorong-lorong gelap kota itu.
Lalu pesannya apa bagi kita?
Lubang jarum memang sebuah kiasan, namun Tuhan Yesus mau mengatakan bahwa kalau kita ingin hidup abadi maka harus ada keberanian untuk melepaskan segala barang bawaan kita, dalam hal ini harta benda yang dapat menghalangi kita untuk bertemu dengan Tuhan. Sikap yang ditunjukkan orang-orang yang melewati lubang jarum adalah: tidak membawa barang, menunduk, berhati-hati supaya kepala tidak menyentuh tembok bagian atas kepala. Unta juga tidak membawa barang, merangkak, menunduk. Semua sikap ini menunjukkan kepada kita pelajaran hidup tentang: sikap lepas bebas, keberanian untuk meninggalkan harta benda, ketundukan kepada Allah, kerendahan hati, kepasrahan kepada Tuhan, ketergantungan penuh kepada Tuhan. Sikap-sikap ini yang mendekatkan kita kepada Tuhan.
PJ-SDB