Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XX
PW. Santa Perawan Maria Ratu
Yeh. 43:1-7a
Mzm. 85:9ab-10,11-12,13-14
Mat. 23:1-12
Belajar terus untuk menjadi panutan
Hari ini kita mengenang sebuah peristiwa penting dalam kehidupan Bunda Maria yakni ia sudah diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya karena jasa Yesus Kristus Puteranya. Tradisi Suci Gereja Katolik mengatakan bahwa Maria dikandung tanpa noda dosa sehingga Ia dipilih Tuhan Allah menjadi ibu Yesus, Putera Allah. Maria adalah satu-satunya manusia yang paling akrab dan paling menyatu dengan Yesus karena posisinya sebagai ibu. Yesus berada di dalam rahimnya maka ia begitu dekat dengan Yesus. Karena Maria dikandung tanpa noda dosa maka tentu tubuhnya tidak menjadi debu melainkan diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Kita tahu bahwa akibat dosa adalah kematian, dan ketika mati, manusia itu berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu. Nah, karena Maria dikandung tanpa noda dosa maka Gereja percaya bahwa Tuhan Yesus ‘memindahkan’ ibu-Nya ke tempat di mana Ia sebagai Anak berada. Sebab itu Gereja Katolik memberi gelar kepada Maria setelah diangkat ke surga menjadi Ratu Surga bersama Puteranya Yesus Kristus sebagai Raja dari segala Raja. Kita selalu mengenang Bunda Maria dalam peristiwa Rosario Suci bahwa Bunda Maria ditahktakan di Surga, dan tentu menjadi Ratu Surga, Ratu para Malaikat dan semua orang kudus.
Paus Pius ke-XII dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus, menulis: “…. dengan otoritas dari Tuhan kita Yesus Kristus, dari Rasul Petrus dan Paulus yang Terberkati, dan oleh otoritas kami sendiri, kami mengumumkan, menyatakan dan mendefinisikannya sebagai sebuah dogma yang diwahyukan Allah: bahwa Bunda Tuhan yang tak bernoda, Perawan Maria yang tetap perawan, setelah menyelesaikan perjalanan hidupnya di dunia, diangkat tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi.” (MD 44). Di sini sangatlah jelas Magisterium dari Bapa Suci bawah Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa. Perawan yang tetap perawan. Ini merupakan kekudusan hidup Bunda Maria yang menjadi inspirasi dan panutan bagi kita semua untuk mengikuti dan meniru kekudusannya. Pada Maria kita belajar iman, kepatuhan, kekudusan, kesetiaan dan kebajikan lain yang dia miliki sebagai anugerah dari Tuhan. Dari hidupnya ini kita belajar menyerupai dia supaya bertumbuh menjadi kudus.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini juga sangat menginspirasi kita semua untuk belajar menjadi panutan bagi sesama yang lain. Dalam bacaan pertama kita melihat sosok Yehezkiel yang menjadi panutan bagi kita sebagai seorang nabi. Tuhan menyapanya sebagai Anak manusia yang mendapat perutusan tertentu untuk mengubah hidup kaum pemberontak yakni Bani Israel. Kali ini Yehezkiel mengungkapkan sebuah pengalaman dari penglihatannya bahwa ia dapat menyaksikan kemuliaan Tuhan yang masuk kembali ke dalam Bait Allah. Bagi orang Israel, Bait Allah adalah shekina atau tempat Tuhan bersemayam. Bait Allah menjadi pemersatu semua orang. Mereka berbeda tetapi Tuhan menyatukan menereka supaya mengenal-Nya sebagai Yahwe, mereka mendengar Sabda Tuhan yang satu dan sama.
Yehezkiel bersaksi bahwa kemuliaan Tuhan Allah Israel berasal dari Timur dalam fenomena alam yang dahsyat. Ada suara menyerupai air terjun yang menderu, bumi juga bersinar menampakkan kemuliaan Tuhan. Pengalaman Yehezkiel sangatlah mirip dengan pengalaman lainnya ketika ia menyaksikan Tuhan datang untuk menghancurkan Yerusalem dan yang dilihatnya di tepi sungai Kebar. Pengalaman ini menuat nabi Yehezkiel sadar diri untuk bersujud dan menyembah Tuhan. Pengalaman baru di dalam Bait Allah kali ini juga penuh dengan kemuliaan Tuhan. Yehezkiel mendengar sendiri perkataan Tuhan ini: “Hai anak manusia, inilah tempat takhta-Ku dan inilah tempat tapak kaki-Ku; di sinilah Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel untuk selama-lamanya dan kaum Israel tidak lagi akan menajiskan nama-Ku yang kudus, baik mereka maupun raja-raja mereka, dengan persundalan mereka atau dengan mayat raja-raja mereka yang sudah mati.” (Yeh 43:7).
Yehezkiel adalah sosok panutan yang tepat untuk mengubah Israel yang dilabel ‘kaum pemberontak’. Ia mewartakan kerahiman Allah bagi kaum pemberontak. Allah yang mereka Imani itu panjang sabar dan berlimpah kasih karunia. Dia menjelaskan kepada Bani Israel, pengalaman rohani dan penglihatannya bahwa Bait Allah adalah tempat bersemayam atau shekina Tuhan. Di tempat inilah kekudusn Tuhan terpancar ke mana-mana sebab Bait Allah adalah ‘tempat takhta-Ku dan inilah tempat tapak kaki-Ku; di sinilah Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel untuk selama-lamanya.’ (Yeh 43:7). Semangat kepemimpinan nabi Yehezkiel juga menjadi panutan bagi kita.
Dalam bacaan Injil Tuhan Yesus menasihati kita supaya tidak mudah tergoda pada sosok-sosok manusia yang hanya dilihat dari luarnya saja. Kita harus mengenalnya sebagai pribadi yang utuh. Dia memberi contoh para Ahli Taurat dan kaum Farisi itu berambisi untuk menjadi serupa dengan Musa. Yesus mengatakan mereka mau menduduki kursi Musa sebab itu mereka mengajarkan hukum-hukum (613 hukum). Sayang sekali karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukan di dalam hidup pribadinya. Mereka menampakan tampilan agamis, religious tetapi hanya sebuah kemunafikan semata supaya bisa dijempol oleh semua orang. Yesus mengatakan bahwa semua ajaran mereka itu boleh dituruti tetapi perbuatan mereka yang penuh kemunafikan itu tidak perlu diikuti. Perbuatan mereka menunjukkan sinyal kemunafikan.
Apa yang harus kita lakukan?
Kita menemukan sosok panutan yang sempurna di samping Bunda Maria dan nabi Yehezkiel yakni Tuhan Yesus Kristus. Ia menunjukkan diri-Nya sebagai Rabi yang benar dan kitalah saudara. Dialah yang memperkenalkan Bapa yang satu dan sama yaitu Allah yang bersemayam di surga. Dialah Kristus, sang pemimpin sejati dan panutan kita. Sebab itu kita memandang sosok Yesus Kristus yang diperkenalkan penginjil Matius sebagai pribadi yang lemah lembut dan rendah hati. Perkataan Yesus ini menggambarkan diri-Nya juga Maria Ibu-Nya: “Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (Mat 23:11-12). Bunda Maria Ratu Surga, doakanlah kami. Amen.
PJ-SDB