Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXVII
Peringatan Wajib Santa Perawan Maria, Ratu Rosario
Gal. 2:1-2,7-14
Mzm. 117:1,2
Luk. 11:1-4
Lectio:
Pada waktu itu Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”
Demikianlah Injil Tuhan kita.
Terpujilah Kristus.
Renungan:
Belajar berdoa bersama Tuhan
Saya pernah mendengar perbincangan antara dua sahabat dalam suatu perjalanan. Salah satu sahabat itu mengatakan bahwa ia hendak kembali ke rumah untuk mengadakan doa syukuran ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya yang ke lima puluh. Spontan sahabat lain itu berkata: “Emangnya kamu masih berdoa?” Sahabatanya hanya tertawa dan mengatakan: ‘Ya, iyalah. Saya masih beriman dan percaya kepada Tuhan. Dialah segalanya bagiku!” Pertanyaan sederhana: “Emangnya kamu masih berdoa?” kedengaran seperti sebuah lelucon saja tetapi sebenarnya sangat mendalam maknanya bagi kita semua. Para murid Yesus saja pernah merasa membutuhkan waktu untuk berdoa kepada Tuhan, sehingga mereka meminta kepada Yesus: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Tuhan Yesus tidak keberatan sehingga ia mengajar doa Bapa Kami kepada para murid-Nya. Ia berkata: Apabila kamu berdoa, katakanlah: “Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”
Katekismus Gereja Katolik mengartikan doa seperti ini: “Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan demi hal-hal yang baik” (KGK 2559). Para penulis suci mengatakan bahwa ada tingkatan tertentu dalam kehidupan doa kita. Pada level pertama, orang masih berdoa ‘kepada’ Allah. Orang-orang masih percaya pada transendensi Allah. Allah dirasa begitu jauh sehingga orang mesti berdoa ‘kepada’-Nya. Level kedua, orang berdoa ‘bersama’ Allah. Pada level ini Allah bersifat imanen, dirasa begitu dekat dengan manusia. Para murid Yesus mengalaminya sehingga mereka meminta Yesus untuk mengajar mereka berdoa. Pada saat yang sama Yesus, Anak Allah berdoa bersama para murid-Nya. Level ketiga, berdoa berarti mengasihi. Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16). Ketika berdoa orang beriman kiranya melebur menjadi satu dengan Tuhan yang adalah kasih. Nah, sejauh ini anda sudah berada di level yang ke berapa dalam kehidupan doamu?
Mengapa berdoa adalah kasih?
Kita semua percaya bahwa Allah adalah kasih. Kasih lalu menjadi dasar atau fundasi bagi doa-doa kita. Di mana ada kasih sejati, kita akan tetap menemukan doa dan keinginan untuk belajar berdoa bersama Tuhan. Konsekuensinya adalah sebelum meminta Yesus untuk mengajar kita berdoa, kita seharusnya meminta Yesus untuk mengajar kita bagaimana mengasihi dengan kasih-Nya. Ketika kita membuka hati kita untuk menerima kasih-Nya, kita akan berdoa. Kasih sejati adalah sebuah doa.
Tuhan menghendaki supaya kita tidak hanya berdoa kepada Tuhan, berdoa bersama Tuhan tetapi berdoa adalah kasih. Para murid berani meminta kepada Tuhan Yesus untuk mengajar doa Bapa kami, dan Yesus berdoa bersama mereka. Yesus tidak hanya mengajar doa, para murid juga tidak hanya belajar untuk berdoa. Tuhan Yesus dan para murid sama-sama berdoa kepada Bapa di surga. Itu sebabnya St. Thomas Aquinas mengatakan bahwa doa Bapa kami adalah doa yang paling sempurna, bukan hanya kata-katanya tetapi karena Tuhan Yesus berdoa bersama para murid-Nya, atau Tertulianus, seorang Bapa Gereja yang mengatakan bahwa doa bapa kami sebagai ringkasan semua doa kita. Tuhan mengajar doa Bapa kami kepada para murid untuk menyapa Allah sebagai Bapa. Dalam doa ini, nama Allah dikuduskan bukan dicemari, sambil memohon datanglah pemerintahan Allah. Kita juga memohon supaya Tuhan memberi makanan harian secukupnya, pengampunan dan kesiapan untuk mengampuni orang yang bersalah dan supaya kita jangan dibawa ke dalam pencobaan. Doa Bapa kami memang sempurna karena intensi-intensinya tepat sasaran dengan kebutuhan kita.
Doa Bapa kami merupakan sebuah jalan yang mengarahkan kita secara langsung ke hati Bapa. Sejak zaman dahulu doa ini didaraskan sebanyak tiga kali dalam sehari. Doa yang benar-benar lahir dari hati sang Putera, diberikan kepada manusia untuk menyapa sang Abba. St. Siprianus dari Kartago (200-258) pernah berkomentar tentang doa Bapa Kami sebagai berikut: “Marilah sekarang kita berdoa, Tuhan dan Guru kita telah mengajarkannya. Ini adalah doa yang intim dan sungguh-sungguh. Ketika kita berdoa di hadapan Allah dalam nama Yesus, doa itu naik sampai ke telinga Allah. Bapa akan mengenali suara anak-anak-Nya saat kita melambungkan sebuah doa. Ingatlah bahwa kita hadir di hadapan Allah.”
Pada hari ini kita juga mengenang Bunda Maria Ratu Rosario. Dalam berdoa Rosario, kita juga tetap mendoakan Bapa kami sebagai salah satu doa pokok dalam Rosario suci. Saya mengutip St. Yohanes Bosco ketika mengatakan tentang Doa Rosario: “Di mana doa Rosario didaraskan dengan iman, selalu ada damai dan ketenangan dalam hati selama berhari-hari.” Mari kita memohon supaya Bunda Maria menolong kita untuk berdoa seperti dia berdoa dalam kasih bersama Bapa di Surga.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur kepada-Mu sebab Engkau mengajar kami berdoa dan menyapa Allah sebagai Bapa kami. Semoga kami bertumbuh sebagai anak-anak dari Bapa yang satu dan sama. Amen.
PJ-SDB