Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXXIIIA
3Yoh. 5-8
Mzm. 112:1-2,3-4,5-6
Luk. 18:1-8
Beriman untuk hidup
Mengawali permenungan saya pada hari ini, saya terinspirasi oleh dua teolog besar ini: Pertama, Karl Rahner (1904-1984). Beliau adalah teolog Jerman, pernah berkata: “Iman berarti menempatkan diri dengan hal yang tidak bisa dimengerti atas Tuhan untuk seumur hidup.” Kedua, Paus Emeritus Benediktus XVI dalam Ensiklik Spe Salvi menulis: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Spe Salvi, 7; Ibr 11:1). Berdasar pada pandangan kedua teolog besar ini, sekurang-kurangnya kita dibantu untuk memahami makna iman yang sebenarnya. Dalam hal ini, beriman selalu berkaitan dengan misteri Allah di dalam hidup kita. Iman juga menjadi dasar dari apa yang tidak dapat kita lihat dan pahami dengan akal budi kita.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini berkaitan dengan iman. St. Yohanes dalam suratnya (3 Yoh 1:5-8) mengatakan bahwa sebagai orang beriman, kita berusaha untuk menunjukkan iman kita dalam perbuatan-perbuatan yang nyata misalnya menolong orang-orang asing. Tentu saja ini adalah sebuah perbuatan kasih, di samping merupakan perbuatan kerahiman Allah yang bersifat jasmani yakni memberi tumpangan kepada orang-orang asing. Sikap menolong orang-orang yang sedang melakukan perjalanan atau sebagai orang asing, merupakan bukti nyata perbuatan kasih kepada sesama manusia.
Dalam bacaan Injil (Luk 18:1-8), Tuhan Yesus menekankan tentang pentingnya iman dalam hidup kita hingga kedatangan-Nya kembali untuk mengadili orang yang hidup dan mati. Sebab itu Ia berkata: “Akan tetapi jika Anak Manusia datang, adakah Ia menemukan iman di bumi ini?” (Luk 18:8). Iman sebagai anugerah gratis dari Tuhan haruslah semakin mendekatkan kita kepada Tuhan. Iman itu mengubah segala sesuatu dalam hidup ini, supaya kita semakin dekat dan bersatu dengan Tuhan.
Apa yang perlu kita lakukan dalam hidup ini?
Pertama, kita mengikuti Para Rasul yang memohon demikian: “Tuhan tambahlah selalu iman kami” (Luk 17:5). Ini adalah sebuah yang mesti kita sampaikan tanpa henti, dengan penuh ketekunan kepada Tuhan. Apakah kita berani memohon supaya Tuhan menambah selalu iman kita? Atau kita sudah puas dengan iman yang sekarang sedang kita miliki.
Kedua, iman itu muncul dari pendengaran (Rom 10:17). Apakah kita mendengar dengan baik Sabda Tuhan dan menumbuhkan serta mengembangkan iman kita? Pertanyaan bagi kita sangatlah sederhana: “Emang kamu beriman” (EKB). Banyak kali kita berpikir bahwa kita beriman, padahal ini hanya pikiran kita semata.
Lalu apa kuncinya? Kuncinya adalah doa. Mari kita berdoa tanpa hentinya bersama Tuhan. Mari kita berdoa sebagai ungkapan iman dan rasa syukur kita kepada Tuhan. Mari kita berdoa agar iman kita semakin kokoh dan tangguh dari hari ke hari. Dua pertanyaan yang tetap menjadi penuntun kita hari ini: Emang kamu beriman? Emang kamu berdoa? Pertanyaan-pertanyaan ini sederhana tetapi sangat menantang kita untuk berefleksi dan dapat mengubah seluruh hidup dan karya kita.
P. John Laba, SDB