Pesta Keluarga Kudus
Sir 3:2-6.12-14
Mzm 128:1-2.3.4-5
Kol 3:12-21
Mat 2:13-15.19-23
Menjadi Keluarga Kristiani yang Kudus
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta Keluarga Kudus. Mereka yang masuk dalam keluarga kudus Nazareth adalah Yusuf, Maria dan Yesus. Pesta keluarga kudus secara liturgis dirayakan pada hari Minggu dalam oktaf Natal. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan: “Keluarga Kristen adalah persekutuan pribadi-pribadi, satu tanda dan citra persekutuan Bapa dan Putera dalam Roh Kudus. Di dalam kelahiran dan pendidikan anak-anak tercerminlah karya penciptaan Bapa. Keluarga dipanggil supaya mengambil bagian dalam doa dan kurban Kristus. Doa harian dan bacaan Kitab Suci meneguhkan mereka dalam cinta kasih. Keluarga Kristen mempunyai suatu tugas mewartakan dan menyebarluaskan Injil” (KGK, 2205).
Pesta keluarga kudus menyadarkan kita bahwa Tuhan begitu baik sehingga Ia rela menjelma menjadi manusia dan tinggal di antara kita. Ia masuk dalam sebuah keluarga manusia dengan Daud dan Abraham sebagai nenek moyangNya, Maria IbuNya dan Yusuf sebagai ayahNya. Kerelaan Allah menjadi manusia ini merupakan wujud kasih yang sangat mendalam, solidaritas Allah yang sangat mendalam bagi manusia. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Karena begitu besar kasih Allah bagi dunia sehinga Ia telah menganugerahkan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal” (Yoh 3:16).
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini menggambarkan luhur dan mulianya keluarga Kristiani. Di dalam bacaan Injil kita mendengar bagaimana iman Yusuf diuji. Herodes barusan mendengar dari para majus bahwa sudah lahir seorang raja baru di Betlehem, kota Daud. Ia merasa ada saingan baru, lagi pula setelah merasa diperdaya oleh para majus maka Ia menunjukkan murkanya. Ia menyuruh para prajurit untuk membunuh para bayi yang berusia di baah dua tahun. Ini berarti para bayi seusia Yesus. Dalam situasi yang sulit ini maka Malaikat Tuhan menampakkan diri dalam mimpi kepada Yusuf untuk mengambil bayi Yesus dan Maria ibuNya supaya mengungsi ke Mesir. Yusuf mentaati kehendak Tuhan. Keluarga kudus menjadi pengungsi di tanah Mesir hingga kematian Herodes.
Tuhan memiliki rencana untuk menyelamatkan semua orang. Kita semua tahu kisah tentang penderitaan bangsa Israel di Mesir sehingga Tuhan harus mengeluarkan mereka dari Mesir. Kini Yesus sang Penebus kembali ke Mesir untuk membaharui segala sesuatu. Yesus menjadi pengungsi di negeri asing. Ia juga menguduskan dan menyelamatkan bangsa-bangsa yang berdiam di dalam kekelaman. Betapa menderitaNya sang Penebus dari masa bayiNya. Yesus sebagai Putera juga taat kepada kehendak Bapa.
Kita melihat figur Yusuf dan Maria dalam bacaan injil sebagai pribadi-pribadi orang tua yang kudus. Mereka memiliki tugas dan tanggung jawab untuk melindungi anaknya terutama dalam bahaya-bahaya yang mungkin saja akan menimpa anaknya. Sebagai orang tua mereka mencari yang terbaik bagi anaknya. Maka Yusuf dan Maria harus melewati padang Gurun, tinggal di negeri asing dan berusaha untuk bertahan hidup selama beberapa tahun. Gambaran hidup Yusuf dan Maria kiranya menginspirasikan keluarga-keluarga kristiani pada zaman ini. Para orang tua hendaknya merasakan tugas dan tanggung jawabnya dan bahwa hidup berjeluarga merupakan panggilan hidup untuk mengabdi kepada manusia dalam hal ini keturunannya.
Kitab Putra Sirakh dalam bacaan pertama memberi nasihat supaya anak-anak menjadi manusia yang taqwa sehingga dapat menghormati orang tuanya. Barangsiapa menghormati bapanya, ia memulihkan dosa dan usianya panjang dan siapa memuliakan ibunya ia sama dengan orang yang mengumpulkan harta. Menghormati orang tua merupakan perintah Allah yang keempat. Kita semua mentaatinya sebagai perintah yang mengatur kebaikan hidup kita di hadapan Tuhan dan sesama. Anak-anak diharapkan untuk menghormati orang tuanya terutama ketika mereka memasuki usia senja. Anak-anak tidak menyakiti hati orang tuanya, apalagi kalau sudah berumur.
Apa yang harus di lakukan oleh setiap keluarga kristiani? St. Paulus dalam bacaan kedua memberikan nasihat-nasihat yang penting. Pertama, para suami dan istri hendaknya menyadari bahwa diri mereka adalah pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi olehNya. Kedua, sebagai pilihan Allah mereka patut menghayati kebajikan-kebajikan kristiani seperti: belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Ketiga, mewujudkan cinta kasih secara nyata dalam hidup setiap hari. Keempat, menanamkan rasa damai di dalam hati. Kelima, selalu bersyukur kepada Tuhan. Semua hal ini sangat lumrah dalam hidup setiap hari tetapi amat sulit untuk diwujudkan dalam hidup. Keluarga kristiani harus mewujudkannya di dalam hidup bersama suami, istri dan anak-anak.
Saya mengakhiri homily ini dengan mengutip Francis Xavier Kardinal Nguyen Van Thuan dalam bukunya The Road of Hope: “Cara unik untuk menjamin adanya suatu perubahan dalam kehidupan pasangan adalah menerima dalam cinta seperti yang terjadi pada saat perkenalan pertama. Perubahan hanya bisa berjalan ketika pasangan mengetahui dan merasakan bahwa dirinya dicintai”.
Doa: Ya Tuhan, berkatilah keluarga-keluarga kami. Amen
PJSDB