Hari Sabtu, Pekan Biasa ke-XXX
Rm. 11:1-2a,11-12,25-29;
Mzm. 94:12-13a,14-15;
Luk. 14:1.7-11
Jadikanlah hatiku seperti hati-Mu!
Ada sebuah ingatan saya yang indah: Salah satu doa singkat yang pernah diajarkan oleh guru agama saya sebelum menerima komuni pertama tempo doeloe adalah doa ini: “Yesus yang lemah lembut dan rendah hati” dan sebagai umat kita menjawab secara pribadi: “Jadikanlah hatiku seperti hati-Mu”, kadang-kadang sebagai kelompok kita bisa menjawab: “Jadikanlah hati kami seperti hatimu”. Tentu saja doa ini menjadi sebuah doa singkat yang harus dihafal supaya tidak dimarahi guru agama dan bisa menerima komuni pertama. Setelah cukup lama mendoakan doa singkat ini baru perlahan-lahan saya mengerti makna yang terdalam dari doa ini. Kebajikan kerendahan hati diajarkan oleh hidup Yesus sendiri.
Apa yang dilakukan Yesus? Tuhan Yesus sendiri berkata: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” (Mat 11:29). Kita semua tentu mengingat perkataan Santo Paulus tentang kerendahan hati Yesus sang Anak Allah: “Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8). Perkataan Paulus ini sangat jelas bahwa Yesus adalah Anak Allah yang sungguh Allah dan sungguh manusia. Seorang Anak Allah yang merendahkan diri sebagai manusia sampai wafat di kayu salib. Kita membaca dalam surat kepada umat Ibrani: ‘Yesus Kristus sama dengan kita dalam segala hal, kecuali dalam hal dosa’ (Ibr 4:15). Beberapa teks Kitab Suci yang ditampilkan di sini menginspirasi kita untuk melihat dalam diri Yesus Kristus sebagai sosok Anak Allah yang rendah hati. Kerendahan hati-Nya inilah yang Dia kehendaki supaya kita juga menjadi serupa dengan Dia.
Pada hari ini Tuhan Yesus mengajarkan kita dengan contoh sederhana bagaimana kita berperilaku sebagai orang yang rendah hati. Apabila kita diundang untuk makan bersama, kita harus mengingat bahwa kita bukanlah undangan yang terpenting, masih ada orang yang lain yang lebih penting dari kita. Sebab itu kita harus pandai memilih posisi tempat duduk yaitu yang paling belakang, jauh dari pusat perhatian semua orang termasuk tuan pesta. Sikap yang dibutuhkan adalah bukan mengada-ada sebagai orang yang rendah hati tetapi benar-benar memiliki kebajikan kerendahan hati. Maka tepatlah perkataan Tuhan Yesus ini: “Tetapi, apabila engkau diundang, pergilah duduk di tempat yang paling rendah. Mungkin tuan rumah akan datang dan berkata kepadamu: Sahabat, silakan duduk di depan. Dan dengan demikian engkau akan menerima hormat di depan mata semua tamu yang lain.” (Luk 14:10).
Banyak kali kita ingin tampil beda, ingin menjadi pusat perhatian semua orang. Kalau menghadiri sebuah pesta, selalu ada kecenderungan untuk duduk di depan dan posisinya pas di tengah biar lebih strategis untuk dilihat orang. Ada yang merasa diri tidak diperhatikan kalau duduk di belakang. Kecenderungan untuk tampil beda, ingin menjadi terkenal selalu ada di dalam hidup kita. Maka kita perlu belajar seperti Yohanes Pembaptis yang mengatakan: “Dia harus semakin besar dan aku harus semakin kecil.” (Yoh 3:30). Jadilah pribadi yang rendah hati seperti Yesus sendiri.
Tuhan memberkati, Bunda mendoakan.
P. John Laba, SDB