Homili Hari Minggu Prapaskah ke-V/C – 2022

HARI MINGGU PRAPASKAH V
Yes. 43:16-21
Mzm. 126:1-2b,2c-3,4-5,6
Flp. 3:8-14
Yoh. 8:1-11

Mensyukuri Kerahiman Allah

Pada hari ini kita memasuki Hari Minggu Prapaskah Pekan ke-V/C, 3 April 2022. Fokus perhatian kita sudah terarah pada perayaan paskah semakin nyata, karena Minggu depan kita akan memasuki Pekan Suci. Saya merasa yakin bahwa ada banyak umat yang sudah mempersiapkan perayaan Paskah dengan terlibat dalam pertemuan-pertemuan untuk pendalaman iman di setiap lingkungan, latihan koor, para katekumen sudah siap untuk dibaptis pada malam paskah, tentu persiapan bathin melalui sakramen tobat dan aneka persiapan lainnya. Semua ini adalah hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan sebagai wujud nyata persiapan paskah kita tahun ini. Dari semua persiapan ini, ada satu hal yang menjadi fokus permenungan saya pada hari ini yakni berkaitan dengan sakramen tobat dan ungkapan syukur atas kerahiman Allah bagi kita semua.

Selama masa pandemi ini rasanya sakramen tobat nyaris dilupakan. Dengan seruan ‘social distancing’ dan tidak ada praktik pengakuan dosa secara daring maka banyak umat yang tidak memiliki kesempatan untuk mengaku dosa. Tentu saja dampak lainnya adalah semakin bertambahnya jumlah orang-orang yang tidak merasa diri sebagai orang berdosa, sehingga mereka merasa tidak membutuhkan sakramen tobat lagi. Ini menjadi tugas para gembala dan agen-agen pastoral untuk berkatekese lagi setelah pandemi ini dinyatakan berakhir. Apakah anda masih merasa diri sebagai orang berdosa? Apakah anda masih membutuhkan sakramen tobat di dalam hidupmu? Ini dua pertanyaan yang kiranya perlu dijawab secara pribadi pada pekan kelima prapaskah ini.

Sambil berusaha untuk menjawab dengan jujur kedua pertanyaan di atas, mari kita merenung apa yang menjadi pesan Tuhan bagi kita pada pekan kelima prapaskah melalui bacaan-bacaan liturgi hari Minggu ini. Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menghadirkan sosok Allah yang Maharahim. Ketika itu bangsa Israel sedang mengalami penderitaan di Babilonia. Mereka tidak mengerti kemana arah hidup mereka. Di saat seperti ini, Tuhan hadir melalui nabi Yesaya untuk menghibur umat Israel. Ia mengingatkan mereka bahwa Allah tetap mengasihi mereka. Tuhan berfirman melalui nabi Yesaya dengan mengatakan: “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.” (Yes 43:18-19).

Nabi Yesaya menghadirkan sosok Allah yang Maharahim, pengasihi dan penyayang kepada umat-Nya yang berdosa. Dia tidak menghitung-hitung kesalahan umat-Nya. Dia malah berbuat baik, menata dunia menjadi dunia yang baru, diselimuti kerahiman-Nya. Perhatikanlah bahwa Tuhan Allah sendiri menunjukkan kerahiman-Nya dengan menata hidup baru bagi bangsa Israel. Semua binatang di hutan akan memuliakan Allah, ada oase di tengah padang gurun dan sungai-sungai di belantara akan memberi minum kepada umat Tuhan. Allah yang kita Imani sungguh luar biasa.

Allah yang Maharahim tidak menghitung dosa-dosa manusia. Inilah yang harus kita sadari sebab Dia sendiri adalah kasih. Kasih Allah sungguh nyata di dalam diri Yesus Kristus. Kita membaca di dalam Injil Yohanes perkataan Tuhan ini: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.” (Yoh 3:16-17). Tuhan Yesus menunjukkan wajah kerahiman Allah bagi manusia. Hal ini menjadi nyata dalam kisah Injil yang kita dengar pada hari ini. Penginjil Yohanes melaporkan bahwa ada seorang perempuan yang kedapatan berzinah dan dibawa kepada Yesus untuk diadili, namun Yesus tidak menjawab permintaan kaum Farisi dan para ahli Taurat. Tuhan Yesus sebaliknya mengampuni perempuan yang berdosa ini dan mempersilakannya untuk pulang ke rumah dengan pesan supaya tidak berdosa lagi.

Allah sungguh menunjukkan kerahiman-Nya kepada manusia dan patut kita syukuri. Kerahiman Allah yang begitu mulia karena seorang pendosa sekalipun diakui martabatnya sebagai manusia. Hal ini sangat berbeda dengan manusia yang cepat-cepat menghukum sesamanya dan lupa diri bahwa dia juga seorang berdosa. Memang manusia suka menghukum sesamanya sedangkan Allah selalu hadir dan mengampuni tanpa batas. Banyak orang sombong secara rohani, menganggap diri paling suci dan menjadi fanatic dalam hidup beragama padahal belum tentu itu layak di hadirat Tuhan. Maka di sini, kita perlu mengakui diri kita dengan terbuka di hadirat Tuhan bahwa kita memang orang berdoasa dan membutuhkan kerahiman Allah. Orang yang merasa diri manusia pendosa tidak mudah menghakimi sesamanya sebagai orang berdosa. Orang yang tidak merasa diri sebagai orang berdosa itu mentuhankan dirinya untuk menggap orang lain sebagai kafir dan pendosa.

Apa yang harus kita lakukan untuk mensyukuri kerahiman Allah?

Santo Paulus dalam bacaan kedua menunjukkan dirinya sebagai sosok yang berani memberi diri kepada Tuhan. Dia membiarkan dirinya ditangkap oleh Kristus untuk merasakan kerahiman-Nya. Paulus berkata: “Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.” (Flp 3:8-9). Paulus merasakan kerahiman Allah serasa ditangkap oleh Yesus dalam perjalanan ke Damaskus, dan sepanjang hidupnya, dia juga ingin menangkap Yesus.

Jalan yang penting untuk menangkap Yesus adalah jalan pertobatan. Paulus mengatakan: “Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Flp 3:13-14). Boleh dikatakan bahwa buah dari kerahiman Allah yang patut kita syukuri adalah panggilan surgawi dari Allah dalam diri Yesus Kristus bagi kita. Hanya bersama Yesus kita mangalami dan mensyukuri kerahiman Allah.

P. John Laba, SDB